Laporan PKL - rekrutmen partai PKS diBali



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam ranah demokrasi, Partai Politik merupakan salah satu institusi instrumen penting dari pelaksanaan sistem politik demokrasi yang modern. Demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem yang disebut dengan keterwakilan (representativeness), baik keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti parlemen (DPD/DPRD) maupun keterwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartaian. Hal ini berbeda dengan demokrasi langsung sebagaimana yang dipraktekkan di masa Yunani Klasik, demokrasi modern sebagai demokrasi tidak langsung membutuhkan media penyampaian pesan politik kepada negara (pemerintah). Media yang berupa institusi tersebut biasa kita sebut sebagai partai politik dan keberadaannya harus diatur dalam konstitusi negara modern.[1]

Mengingat fungsi partai politik yang begitu penting, sering keberadaannya dan kinerjanya merupakan ukuran mutlak bagaimana demokrasi berkembang di suatu negara. Meskipun ia bukan merupakan pelaksanaan dari suatu pemerintahan, namun keberadaannya akan mempengaruhi bagaimana dan kearah mana pelaksanaan pemerintahan dijalankan.[2]
Posisi dan peranan partai politik dalam proses interaksi yang menjembatani antara negara dengan masyarakat dalam wujud kebijakan publik, telah menjadi idealitas terjauh dari identitas partai modern, sebab bila partai politik tidak dapat beranjak dari fungsi konvensionalnya yang sebatas perebutan kekuasaan semata, maka dalam konteks dinamika sosial yang ada hal tersebut tidak lagi menemukan signifikansi yang tinggi. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan informasi membuat masyarakat semakin banyak tahu akan kehidupan yang dijalaninya. Masyarakat modern adalah mereka yang memandang politik tidak lagi sebatas ikatan ideologis dan keyakinan an sich. Masyarakat modern lebih melihat politik sebagai sebuah proses aktualisasi diri dan kepentingan mereka yang akan diwujudkan dalam bentuk kepentingan publik.[3]
Partai politik dan parlemen (legislatif) merupakan dua aktor utama masyarakat politik, yang memperoleh mandat dari masyarakat sipil,  berperan mengorganisir kekuasaan dan meraih kontrol atas negara untuk kepentingan masyarakat. Peran partai politik itu diletakkan dalam arena pemilihan umum, yang di dalamnya terjadi kompetisi antarpartai dan partisipasi politik masyarakat sipil untuk memberikan mandat pada partai atau kandidat pejabat politik yang dipercayainya. Mengikuti logika demokrasi, para pejabat politik (legislatif dan eksekutif) yang telah memperoleh mandat melalui partisipasi politik masyarakat dalam pemilu harus mengelola sumberdaya ekonomi-politik (kekuasaan dan kekayaan) bersandar pada prinsip transparansi, akuntabilitas dan responsivitas untuk masyarakat. Dengan kalimat lain, jabatan-jabatan politik yang diperoleh dari mandat masyarakat itu bukan untuk kepentingan birokrasi, parlemen dan partai politik sendiri, melainkan harus dikembalikan secara akuntabel dan responsif untuk masyarakat. Prinsip ini sangat penting untuk diwacanakan dan diperjuangkan karena secara empirik membuktikan bahwa pemerintah, parlemen dan partai politik menjadi sebuah lingkaran oligharki yang jauh dari masyarakat.[4]
Sejak berkembangnya reformasi politik sehingga terciptanya revolusi partisipasi rakyat di Indonesia, maka partai politik semakin menjadi bagian penting dari sistem partai politik modern. Roy. C. Macridis mengatakan, tidak ada sistem partai politik yang dapat berlangsung tanpa partai politik. Di dalam masyarakat modern partai politik menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik. Partai Politik sebagai suatu asosiasi politik yang mengaktifkan, memobilisasi masyarakat, mewakili kepentingan tertentu dan melakukan pengkaderan yang kemudian melahirkan pemimpin telah menjadi suatu keharusan. Partai Politik dengan demikian menjadi salah satu instrumen penting untuk memobilisasi masyarakat ke dalam kekuasaan negara. Ini berarti parpol pada dasarnya adalah alat untuk memperoleh kekuasaan dan untuk menjalankan pemerintahan.[5]
Perkembangan negara Indonesia yang memasuki babak baru dengan menjalani masa transisi serta upaya demokratisasi dalam kehidupan bernegara membutuhkan sarana atau saluran politik yang koheren dengan kebutuhan masyarakat di suatu negara. Partai politik adalah salah satu sarana yang dimaksud, yang memiliki ragam fungsi untuk menghasilkan output kebijakan untuk kepentingan rakyat atau sebaliknya. Dalam studi Klingemann demokratisasi sebuah negara tidak hanya bisa dilihat dari peran Partai Politik untuk memasukkan agenda-genda kebijakan publik yang tidak hanya bermanfaat bagi konstituen pemilihnya, melainkan juga bermanfaat bagi seluruh komponen bangsa yang ada. Ukuran demokratis tidaknya partai politik misalnya dapat dilihat dalam kerangka apakah aspirasi konstituen sebagaimana yang dicerminkan dalam janji-janji partai politik terwujud dalam impelementasinya. Selain itu masih banyak parameter yang bisa dijadikan indikator keberhasilan dan kegagalan demokrasi dalam kaitannya dengan partai politik. Dalam kasus Indonesia misalnya, apakah fungsi-fungsi parpol seperti sosialisasi, rekrutmen, artikulasi maupun agregasi parpol sudah dilaksanakan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai ujung tombak demokrasi sesuai dengan eksistensinya dan bila ini belum terwujud demokratisasi di suatu negara masih jauh dari tujuan demokrasi yang sebenarnya.[6]
Salah satu prasyarat dari terwujudnya demokrasi adalah adanya partai politik yang berfungsi maksimal dan efektif sebagai wadah aspirasi politik masyarakat dan sebagai media untuk melakukan bargaining kebijakan dengan negara (pemerintah)  karena itu sebagian pihak menilai yang paling penting barangkali bukan mempersoalkan mengenai keberadaan parpol secara fisik di suatu negara. Demi terwujudnya demokrasi dan tersalurkannya aspirasi publik, justru yang jauh lebih penting adalah menguak kinerja dan efektifitas fungsi parpol jelas tidak bisa dilepaskan dari berdirinya parpol itu sebagai suatu kebutuhan politik masyarakat. Asal usul secara historis dan berbagai aspek kesejarahan yang lain, terutama perkembangan politik di Indonesia di masa Orde Lama, Orde Baru dan reformasi perlu mendapat sorotan agar analisis atas kinerja dan prilaku partai politik bisa didahulukan secara menyeluruh.
Di Indonesia, kita melihat pertautan antara kebutuhan politik yang disalurkan melalui partai politik masih sangat erat hubungannya dengan peta ideologisasi yang menjadi ciri khas pluralitas masyarakat Indonesia.[7] Peta ideologi yang salah satunya pernah dirumuskan Herbeth Feith dengan baik dalam melakukan kategorisasi partai politik pada tahun 1955 adalah kenyataan yang tidak terelakkan dari bangsa ini, sebagaimana masyarakat yang terus berkembang, ideologi juga turut berkembang sejalan dengan tuntutan perubahan yang ada dalam diri masyarakat itu sendiri. Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai kaderisasi di partai yang sangat lemah. Ini dikatakan sebagai persoalan penting karena sesungguhnya di dalam partai perlu digodok calon-calon pemimpin baik lokal maupun nasional yang memiliki visi demokrasi dan bermental jujur.
Partai Politik berproses untuk dapat berkuasa, dan dengan demikian memimpin proses pengambilan kebijakan publik. Hal ini mengharuskan partai politik untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin yang diharapkan mampu mengatur jalannya pemerintahan. Dalam proses internal partai itulah, salah satu fungsi partai politik urgen untuk dibahas, yakni fungsi perkaderan. Proses pematangan kader untuk mampu memimpin, baik dalam konteks pemerintahan lokal maupun nasional, itulah yang perlu mendapat sorotan tajam, khususnya mengenai partai-partai di Indonesia. Dalam kenyataan Indonesia pasca kemerdekaan, dapat diakatakan adanya kegagalan partai politik dalam melahirkan kepemimpinan yang berkualitas.[8] Pola kaderisasi yang masih setengah hati, serampangan, dan miskin konsep seolah menjadi identitas yang tepat bagi keseriusan pembangunan sumber daya manusia dalam sebuah partai.
Pada masa Orde Baru, pembentukan partai politik yang idealnya menjadi wadah perjuangan untuk menyalurkan kepentingan rakyat berhak mengalami distorsi. Pada babak baru perjalanan bangsa dengan lahirnya era reformasi, terutama sejak dilaksanakan Pemilu 1999, kehidupan demokrasi mengalami perubahan yang cukup berarti, dimana partai politik mempunyai otonomi yang luas untuk menata dan mengembangkan dirinya. Para aktivis partai politik berlomba-lomba untuk menyambut sistem demokrasi di masa ini. Dinamika politik yang turun naik secara drastis dalam perebutan pengaruh di masyarakat membawa bangsa ini pada euforia politik. Para ahli mengatakannya sebagai masa transisi menuju demokrasi. Di masa transisi ini, euforia politik mendorong terjadinya pragmatisme rekrutmen para pemimpin partai. Partai-partai berpacu untuk mencari figur-figur alternatif yang mempunyai kemampuan unggul.[9]
Munculnya banyak partai baru menjelang pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu menjadikan arena pertarungan yang begitu ketat antar partai, belum lagi kalau kita melihat pertarungan yang dilakukan antar partai yang memiliki basis massa yang sama dikarenakan banyak partai yang memiliki ideologi, platform atau azas yang sama. Untuk itu setiap partai politik yang ikut menjadi kontestan pemilu harus mempersiapkan strategi yang jitu dan merekrut orang-orang yang dianggap layak dan kapabel untuk duduk di lembaga parlemen atau legislatif. Masalah bagaimana sebuah partai merekrut orang-orang yang akan djadikan calon legislatif tentunya sedikit banyak mempengaruhi pilihan konstituen, sebab pastinya konstituen memilih orang-orang yang dianggapnya layak dan pantas untuk menduduki jabatan publik tersebut.
Kita ketahui bahwa salah satu arus utama rekrutmen adalah kaderisasi dan seleksi pemimpin dalam sistem kenegaraan yang demokratis melalui partai politik. Pola rekrutmen pemimpin memang terdapat beberapa perbedaan yang mendasar, seiring dengan berubahnya sistem politik yang dikembangkan. Tuntutan adanya suatu sistem yang demokratis menjadi faktor yang penting dan punya pengaruh besar pada era reformasi. Saat ini beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh partai politik adalah bagaimana mulai menata diri agar proses seleksi kader / pemimpin mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas.
Peran partai politik dalam merekrut kader partai adalah sangat penting, ini sesuai dengan salah satu fungsi dari politik itu sendiri yakni rekrutmen politik. Yang dimaksud dengan rekrutmen politik adalah partai politik berfungsi dan mencari orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik dan proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi. Hal ini berarti partai menjadi wadah rekrutmen politik (kader) dan sekaligus menyiapkan calon-calon pemimpin baik di level lokal maupun nasional. Rekrutmen politik tidak saja menjamin kontinuitas dan kelestarian partai. Sekaligus merupakan salah satu cara untuk menyeleksi calon-calon pemimpin.
Kaderisasi di organisasi manapun merupakan urat nadi bagi sebuah organisasi. Kaderisasi adalah proses penyimpanan Sumber Daya Manusia (SDM) agar kelak mereka menjadi para pemimpin yang mampu membangun peran dan fungsi organisasi secara lebih baik. Dalam pengkaderan, ada dua persoalan yang penting. Pertama, bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk peningkatan kemampuan baik keterampilan maupun pengetahuan. Kedua, adalah kemampuan untuk menyediakan stok kader atau SDM organisasi, dan terutama dikhususkan pada kaum muda. Ini merupakan bentuk pendidikan politik, dimana selama ini peran tersebut terabaikan. Namun yang banyak terjadi sekarang ini adalah proses seleksi yang serampangan tanpa kaedah-kaedah tertentu yang dilakukan oleh partai politik, dapat dilihat bahwa parpol tidak menseleksi secara ketat siapa-siapa yang akan dijadikan wakil rakyat nantinya. Para pemimpin partai politik besar di Indonesia kerap berasal bukan dari kualifikasinya, melainkan dari unsur “kebangsawanan” tertentu.
Hal inilah yang menjadikan dorongan bagi penulis untuk meneliti dan mempelajari mekanisme seperti apa yang diterapkan oleh Partai Keadilan Sejahtra untuk bisa bersaing dalam pemilu legislatif 2014, serta juga mencoba mendeskripsikan masalah-masalah  apa saja yang dihadapi PKS di lapangan dalam merekrut orang-orang yang menjadi calon legislatif di Pulau Bali yang mayoritas penduduknya beragama non muslim?
B.       Rumusan Masalah
Masalah ialah sesuatu hal yang harus di pecahkan masalahnya sebagaimana menurut Andini dan Aditya bahwa Masalah adalah suatu hal yang harus dipecahkan atau urusan yang harus dikerjakan[10]
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa masalah adalah kesenjangan yang terjadi antara, seharusnya terjadi dengan kenyataan yang terjadi untuk dicari jawabanya melalui penelitian.[11]
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu :
1.        Apa yang diterapkan oleh Partai Keadilan Sejahtra untuk bisa bersaing dalam pemilu legislatif  2014?
2.        masalah-masalah  apa saja yang dihadapi PKS di lapangan dalam merekrut orang-orang yang menjadi calon legislatif di Pulau Bali yang mayoritas penduduknya beragama non muslim?

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan PKL ini di bagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.        Tujuan Umum
  1. Mengetahui pola rekrutmen dan setrategi pemilu legislatif 2014 partai keadilan sejahtra (PKS) di pulai Bali
  2. Meneliti dan menyelesakan dari permasalahan yang ada.
2.        Tujuan Khusus
Menyelesaikan laporan Praktek Kuliah Lapangan (PKL)
D.      Manfaat Penulisan
1.        Sebagai bahan belajar bagi mahasiswa.
2.        Sebagai wacana awal bagi penyusunan karya tulis selanjutnya.
3.        Sebagai literatur untuk lebih memahami apa yang diterapkan oleh Partai Keadilan Sejahtra untuk bisa bersaing dalam pemilu legislatif  2014 dan masalah-masalah  apa saja yang dihadapi PKS di lapangan dalam merekrut orang-orang yang menjadi calon legislatif di Pulau Bali yang mayoritas penduduknya beragama non muslim.
E.       Metode Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini, metode yang digunakan adalah :
1.        Metode Wawancara
Metode wawancara menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar adalah “Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung”[12] sedangkan menurut Suharsini Arikunto, wawancara adalah “metode pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan pada tujuan penelitian”.[13]
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah metode Tanya jawab antara pewawancara sebagai pengumpul data terhadap responden secara langsung untuk memperoleh informasi atau keterangan yang diperlukan. Adapun wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara terpimpin yaitu Tanya jawab yang terarah untuk mengumpulkan data-data yang relevan saja”.[14]
Jadi metode wawancara digunakan penulis dalam penelitian ini merupakan metode pokok untuk memperoleh data sekunder yang penulis peroleh melalui pimpinan DPW PKS Bali, untuk mengetahui apa yang diterapkan oleh Partai Keadilan Sejahtra untuk bisa bersaing dalam pemilu legislatif  2014 dan masalah-masalah  apa saja yang dihadapi PKS di lapangan dalam merekrut orang-orang yang menjadi calon legislatif di Pulau Bali yang mayoritas penduduknya beragama non muslim.
2.        Metode Observasi
Observasi adalah : “pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti”.[15] Dalam menggunakan metode ini, penulis menggunakan cara non partisipan yang maksudnya adalah mengadakan pengamatan terhadap obyek penelitian didalam melakukan aktifitasnya.



BAB II
LANDASAN TEORI
A.      Pengertian Rekrutmen Partai Politik
Rekrutmen partai/politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian, terutama dalam rangkaian kehidupan proses sosialisasi dan partisipasi politik dalam masyarakat.[16] Berikut ini beberapa pengertian tentang rekruitmen politik yaitu sebagai berikut:
Secara sederhana, Mariam Budiarjo mendefenisikan rekuitmen politik sebagai seleksi kepemimpinan, mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik.[17]
Ramlan Surbakti, mengemukakan bahwa rekruitmen politik adalah seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya.[18]
Rush dan Althof, mendefenisikan rekruitmen politik sebagai proses individu yang menjamin atau mendaftarkan diri untuk  menduduki suatu jabatan.[19]
Dari pengertian tersebut, penulis berpendapat bahwa rekrutmen politik adalah proses penempatan individu-individu pada suatu jabatan politik atau jabatan administratif melalui seleksi politik yang diselanggarakan oleh lembaga politik, baik secara formal seperti pemilihan umum maupun secara informal seperti penunjukan.[20]
1.        Prosedur Dalam Rekruitmen Partai Politik
Proses rekrutmen elit politik pada dasarnya dilakukan melalui prosedur, pemilihan umum, ujian, training formal, serta sistem giliran. Dalam proses ini Almond dan Powell berusaha mengklasifikasikan prosedur rekrutmen elit politik kedalam 2 bentuk, yaitu :
a)        Prosedur Tertutup
Suatu proses rekrutmen yang ditentukan oleh elit partai, siapa saja yang akan dicalonkan  sebagai anggota legislatif dan eksekutif.
b)        Prosedur Terbuka
Nama-nama  calon  yang diajukan  diumumkan  secara terbuka dalam bentuk  kompetisi murni.
Adapun manfaat yang diharapkan dari rekrutmen terbuka adalah:
*        Mekanismenya demokratis.
*        Tingkat kompetisi politiknya sangat tinggi dan masyarakat akan mampu memilih pemimpin yang benar-benar mereka kehendaki.
*        Tingkat akuntabilitas pemimpin tinggi.
*        Melahirkan sejumlah pemimpin yang demokratis dan mempunyai nilai integritas pribadi yang tinggi.[21]
Berdasarkan beberapa penjabaran tentang prosedur rekrutmen politik di atas, maka sistem terbuka mencerminkan partai tersebut betul-betul demokratis dalam menentukan syarat-syarat dan proses yang ditempuh dalam menjaring calon elit politik. Sistem yang demokratis akan dapat mencerminkan elit politik yang demokratis pula. Sedangkan mekanisme rekrutmen politik yang tertutup akan dapat meminimalkan kompetisi di dalam tubuh partai politik yang bersangkutan, karena proses yang ditempuh serba tertutup. Sehingga masyarakat kurang mengetahui latar belakang elit politik yang dicalonkan partai tersebut.[22]
2.        Bentuk dan Pola Rekuitmen Partai Politik
Bentuk perekrutan politik yang paling tertua adalah penyortiran atau penarikan undian. Cara ini dilakukan untuk mencegah dominasi jabatan dari posisi-posisi berkuasa oleh orang atau kelompok individu tertentu. Bentuk ini hamper sama dengan yang disebut rotasi yang bergilir. Selanjutnya terdapat dua cara khusus dalam system perekrutan politik yaitu: seleksi pemilihan melalui ujian khusus serta latihan.
Bentuk perekrutan yang lain adalah perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan kekuasaan. Penggulingan rezim politik yang meliputi diantaranya revolusi, intervensi militer dari luar, pembunuhan atau kerusuhan rakyat serta coup detat. Salah satu bentuk lain lagi adalah Ko-opsi (co-option), yaitu pemilihan anggota-anggota baru atau pemilihan seorang ke dalam suatu badan oleh anggota-anggota yang telah ada.
Rekrutmen politik setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang berbeda. Pola perekrutan anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang dianutnya. Di Indonesia, perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah setiap calon peserta yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh suatu badan resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian khusus (litsus) yaitu menyangkut kesetiaan pada ideologi negara. Dalam perekrutan politik anggota kelompok yang direkrut  adalah yang memiliki suatu kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan politik. Setiap partai juga memiliki pola rekrutmen yang berbeda.[23]
Pola-pola rekrutmen politik juga merupakan indikator yang penting untuk melihat pembangunan dan perubahan dalam sebuah masyarakat politik. Pola-pola rekrutmen politik mengungkapkan peroses pergeseran ekonomi, infrastruktur politik, serta derajat politisasi dan partisipasi politik masyarakat. Hal ini sangat berguna untuk mengukur perbedaan-perbedaan dalam hal pembangunan dan perubahan yang berlangsung dalam suatu masyarakat. Pembicaraan mengenai rekrutmen politik mengharuskan kita memasuki sejumlah isu krusial yang bukan saja berfungsi menjelaskan tetapi sekaligus mengizinkan untuk melakukan sejumlah prediksi  isu-isu krusial tersebut menyangkut (1) basis legitimasi elit politik (2) rute yang ditempuh kearah kekuasaan (3) keterwakilan elit politik  (4) hubungan antara rekrutmen politik dan perubahan politik (5) akibat-akibat bagi masa depan politik.[24]
B.       Pengertian Setrategi Partai Politik
Menurut Peter Schorder dalam bukunya yang berjudul Strategi Politik, Strategi politik itu sendiri merupakan strategi atau tehnik yang digunakan untuk mewujudkan suatu cita-cita politik. Strategi politik sangat penting untuk sebuah partai politik, tanpa adanya strategi politik, perubahan jangka panjang sama sekali tidak akan dapat diwujudkan. Perencanaan strategi suatu proses dan perubahan politik merupakan analisis yang gamblang dari keadaan kekuasaan, sebuah gambaran yang jelas mengenai tujuan akhir yang ingin dicapai dan juga segala kekuatan untuk mencapai tujuan tersebut.[25]
1.        Strategi Pemilihan Umum
Bagi setiap Partai Politik strategi dalam mengikuti atau memenangkan Pemilihan Umum adalah sesuatu hal yang harus dimiliki dan ini juga merupakan bagian dari Grand strategi Partai Politik, yaitu Strategi Politik. Sebuah bentuk strategi politik yang khusus adalah strategi pemilihan umum, yang diutamakan disini adalah memperoleh kekuasaan dan sebanyak mungkin pengaruh dengan cara memperoleh hasil yang baik dalam pemilu, sehingga politik dapat diwujudkan dalam suatu perubahan dalam masyarakat dapat tercapai.[26]
Dalam masyarakat demokratis, pemilu yang demokratis dalam berbagai bentuk dan kemungkinannya dilaksanakan sebelum seseorang dapat mengambil alih kekuasaan dan mendapat kemungkinan untuk memiliki pengaruh. Oleh karena itu, pihak yang bersangkutan harus memperoleh suara yang cukup dalam pasar pemilu agar ia dapat memiliki pengaruh. Oleh sebab itu, pertempuran untuk memperoleh suara, pemilih harus direncanakan dengan hati-hati dan untuk itu dibutuhkan apa yang disebut dengan ’Strategi’.
Strategi pemilu untuk memperoleh kekuasaan seringkali dipandang sebagai hal yang buruk, bahkan oleh partai yang bersangkutan. Tetapi tanpa adanya kekuasaan ini bagi calon atau partai terkait, konsep politik lain yang bukan merupakan konsep politik merekalah yang akan diterapkan. Padahal konsep politik lain itu menurut pandangan para politisi, suatu partai biasanya lebih buruk daripada konsep mereka sendiri. Ada beberapa konsep strategi politik dalam upaya pemenangan pemilu.[27]
C.      Pengertian Pemilu Legislatif
Pemilu Legislatif, yakni untuk memilih para wakil rakyat (DPR, DPD, dan DPRD provinsi dan kabupaten/kota).
D.      Pulau Bali
1.        Luas dan Letak Pulau Bali
Luas Pulau Bali kurang lebih 5.632,86 km2, termasuk Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembangan, dan Pulau Nusa Cenengan. Provinsi Bali berdiri padatanggal 14 Agustus 1958, berdasar UU No. 84/1958. Pulau Bali beribukota di Denpasar. Pulau Bali disebut juga sebagai Pulau Dewata, karena konon menurut legenda rakyat Bali dulunya Pulau Bali dan Pulau Jawa merupakan satu daratan. Menurut legenda tersebut, terjadinya Pulau Bali karena goresan ujung tongkat Brahmana suci yang bernama Sidhi Marta, yang menyebabkan tanah terbelah dan menganga, sehingga air laut pun mengalir ke dalamnya, sehingga terjadilah selat yang memisahkan antara Pulau Bali dengan Pulau Jawa. Batas-batas Pulau Bali adalah sebagai berikut :
Batas Utara                 : Laut Jawa
Batas Timur                 : Selat Lombok
Batas Selatan              : Samudra Hindia
Batas Barat                 : Selat Bali
Pulau Bali merupakan tempat yang setrategis. Letak Pulau Bali secara Geografis, Astronomis, Klimatologis, Maritim, dan Ekonomis adalah sebagai berikut :
a)        Letak Geografis
Pulau Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Nusa Tenggara. Pulau Bali juga dikelilingi oleh laut, sebelah utara yaitu Laut Jawa, sebelahselatan yaitu Samudera Indonesia, sebelah barat yaitu Selat Bali, dan sebelah timur adalah Selat Lombok. Kedaan seperti ini membuat Pulau Bali menjadi letak yang strategis.
b)       Letak Astronomi
Secara astronomis, Pulau Bali terletak di antara 8,30 – 8,50 LS dan 114,210-115,430 BT, yang membujur sepanjang Gilimanuk sampai Padang Buy yang panjangnya 145 km dari barat ke timur. Dan dari Singaraja sampai Nusa Dua terbentang sepanjang 90 km dari utara ke selatan.
c)        Letak Klimatologis
Pulau Bali terletak di garis lintang 23,5 LU – 23,5 LS, yang mempunyai iklim tropis. Pulau Bali memiliki curah hujan yang tinggi, mencapai 127 mm/bulan. Musim penghujan di Bali berlangsung sekitar bulan April – Oktober.
d)       Letak Maritim
Pulau Bali merupakan daerah kepulauan nusantara bagian tengah dan  dikelilingi oleh laut. Laut tersebut sangat penting bagi Pulau Bali, karena objek wisata di Bali banyak yang berupa wisata bahari. Banyak penduduk Bali yang menggantungkan hidupnya untuk mencari rezeki untuk kebutuhan sehari-hari dari sektor pariwisata ini.
e)        Letak Ekonomis
Pulau Bali merupakan tempat yang strategis karena diapit oleh lautan dan samudera, yaitu Selat Bali, Selat Lombok, Laut Jawa, Laut Flores, dan Samudera Hindia. Hal ini membuat keadaan ekonomi di Bali maju karena sebagai jalur perdangan lokal maupun internasional.
f)         Keadaan Alam dan Kependudukan
Keadaan alam Pulau Bali memanjang dari barat ke timur yang dikelilingi oleh lautan. Tanah di bagian selatan sering disebut tanah genting karena tanah tersebut memanjang dan sempit di anatara laut, sehingga menyerupai ayam kecil. Pantai-pantai di Bali merupakan dataran rendah yang sempit, kecuali bagian selatan. Pantai-pantai yang terkenal antara lain : Pantai Sanur, Pantai Kuta, Bedugul, Tanjung Benoa, dan lain-lain.





BAB III
OBJEK KAJIAN
A.      Kondisi Obyektif Partai Keadilan Sejahtra (PKS) di Pulau Bali
1.        Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtra (PKS)
Partai Keadilan Sejahtera atau yang lebih dikenal dengan PKS merupakan salah satu partai politik di Indonesia. Partai politik ini pertama kali dibentuk pada tanggal 20 April 2002 yang bermula dari sebuah gerakan dakwah yang ada di kampus. Gerakan ini dimulai dengan berdirinya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) sejak tahun 1967 yang dipelopori oleh Muhammad Natsir. Pada era Orde Baru tahun 1985, banyak tokoh Islam yang tidak setuju dengan asas Pancasila yang harus diterapkan pada seluruh organisasi massa kala itu. Di saat itulah muncullah Jamaah Tarbiyah yang telah merambah ke kampus-kampus. Selanjutnya didirikanlah Lembaga Dakwah Kampus yang dibentuk olah para anggota dari Jamaah Tarbiyah. Organisasi inilah kemudian membentuk unit-unit kegiatan mahasiswa. Selanjutnya pada tahun 1986 terbentuklah Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) seiring dengan anggapan bahwa Lembaga Dakwah Kampus terkait dengan kelompok Islam radikal seperti Darul Islam.[28]
Kemudian saat mengadakan pertemuan FSLDK yang diselenggarakan di Malang pada tahun 1998, tercetuslah sebuah deklarasi yang kemudian disebut sebagai deklarasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Organisasi ini muncul dengan mengusung melawan reformasi dan rezim Soeharto yang dipimpin oleh Fahri Hamzah. KAMMI kemudian berubah menjadi sebuah partai Islam sejalan dengan lengsernya kekuasaan Soeharto pada 21 Mei 1998. Para tokoh KAMMI pun mulai mendirikan sebuah partai yang bernama Partai Keadilan (PK). Kendati lahirnya PK erat kaitannya dengan KAMMI, namun keduanya tidak memiliki hubungan secara formal. Partai Keadilan kemudian secara resmi dideklarasikan pada tanggal 20 Juli 1998 di  Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Pendeklarasian ini bersamaan dengan pengangkatan Nurmahmudi Ismail sebagai presiden PK yang pertama. Debut PK dalam pemilihan umum (Pemilu) dilakukan pada Pemilu tahun 1999 dengan perolehan suara sebesar 1,36%. Namun PK tidak mampu memenuhi ambang batas parlemen sebesar 2% yang mengharuskan PK untuk berganti nama. Selanjutnya PK berganti menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dipakai secara resmi sejak tanggal 2 Juli 2003. PKS kemudian ikut serta dalam Pemilu 2004 dengan mendapatkan suara sebanyak 7,34%. Dengan ini, PKS menempatkan wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebanyak 45.[29]
PKS juga berkembang dengan menaungi beberapa organisasi seperti Garda Keadilan, Gema Keadilan, Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia (KAPMI), Yayasan Pemuda dan Pelajar Asia Pasifik (YPPAP), Gugus Tugas Dakwah Sekolah (GTDS) serta beberapa kelompok publik yang bergabung secara formal maupun tidak formal seperti  Serikat Pekerja Keadilan (SPK) Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI), Central for Indonesian Reform (CIR), Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM), Institute for Economics Studies (INFES), Institute of Students and Youth for Democracy (INSYD) dan Yayasan Pengembangan Sumber Daya Pemuda (CYFIS). Dalam sistem perekrutan kader, PKS menerapkan dua pola utama yakni pola rekrutmen individual (al-da'wah al-fardhiyyah) serta pinstitusional (al-da'wah al'amma). Dalam pola pertama, calon kader akan didekati secara personal dan kemudian diajak berpartisipasi dalam berbagai forum yang diadakan PKS seperti usrah (keluarga), halaqah (kelompok studi), liqa (pertemuan mingguan), rihlah (rekreasi), mukhayyam (perkemahan), daurah (pelatihan intelektual) dan nadwah (seminar). Pola perekrutan seperti ini biasanya dilakukan oleh gerakan Islam yang ada di Mesir. Sedangkan dalam pola kedua, PKS akan bergabung dengan beberapa organisasi untuk menarik para calon kader untuk bergabung dengan partai. Sebagai anggota PKS diwajibkan untuk mengucapkan baiat secara lengkap dengan membaca dua kalimat syahadat.[30]
Anggota PKS tercatat tidak hanya dari Indonesia saja, melainkan juga datang dari negara Timur Tengah lainnya, seperti Mesir dan Palestina dengan kader total sebanyak 7,000 orang yang tersebar di 22 negara di dunia. Pada Pemilu 2009 lalu PKS telah berhasil meraup suara sebesar 8,204,946 atau sekitar 7,88%. Saat ini PKS dipimpin oleh Anis Matta.
2.        Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtra
a)        Visi
Terwujudnya Masyarakat madani yang adil, sejahtera, dan bermartabat
Masyarakat Madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada: nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong-royong menjaga kedaulatan Negara. Pengertian genuin dari masyarakat madani itu perlu dipadukan dengan konteks masyarakat Indonesia di masa kini yang merealisasikan Ukhuwwah Islamiyyah (ikatan keislaman), Ukhuwwah Wathaniyyah (ikatan kebangsaan) dan Ukhuwwah Basyariyyah (ikatan kemanusiaan), dalam bingkai NKRI.[31]
Perjuangan untuk mewujudkan masyarakat madani, baik secara struktural maupun kultural, sebagai bagian dari dakwah dalam maknanya yang historik, positif dan obyektif bagi umat Islam dalam bingkai NKRI adalah bagian dari upaya merealisasikan tujuan didirikannya PK Sejahtera sebagaimana dicantumkan dalam Anggaran Dasar PK Sejahtera. Masyarakat Madani sebagai warisan Sunnah Nabawiyah adalah komunitas yang hadir melalui perjuangan yang dipimpin langsung Rasulullah Saw dengan bingkai Piagam Madinah. Piagam Madinah diakui oleh para para pakar studi Islam dari kalangan Muslim atau Non-Muslim sebagai konstitusi tertua di dunia yang sangat modern dan menghadirkan fakta historis tentang pengelolaan negara berbasiskan pada prinsip hukum, moral, dan gotong-royong menjaga kedaulatan negara. Piagam itu juga menghormati pluralitas dan merealisasikan Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah Basyariyyah sekaligus.[32]
Sebagai basis lain berdirinya Masyarakat Madani, Rasulullah telah menegaskan pentingnya melaksanakan nilai-nilai fundamental yang disampaikan secara terbuka, ketika pertama kali menginjakkan kaki di tanah Madinah sesudah hijrah dari kota Mekkah. Nilai-nilai itu bisa disebut sebagai “Manifesto berdirinya Masyarakat Madani” yang antara lain menetapkan: prinsip memanusiakan manusia dan melibatkan mereka secara keseluruhan dalam risalah dakwah, apapun latar belakangnya; ajakan untuk menyebarluaskan budaya hidup yang aman dan damai; mengokohkan sikap solidaritas sosial dan menguatkan semangat silaturrahim; serta mewujudkan manusia yang seutuhnya dengan menguatkan kedekatan kepada Allah Swt. Aktualisasi nilai-nilai fundamental itu menjadi dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara sangatlah positif, bahkan terbukti dalam sejarah Indonesia telah berhasil menggelorakan semangat umat Islam untuk terlibat aktif menghadirkan kebangkitan nasional dengan puncaknya Proklamasi Kemerdekaan NKRI (1945) dan selanjutnya hadir gelombang Reformasi (1998).
Islam memang telah masuk ke Indonesia secara damai sejak abad pertama Hijriyah, dan berinteraksi secara dinamis, konstruktif dan positif dengan beragam realita yang sudah ada di Nusantara, baik ideologi, kultural, sosial budaya, profesi politik dan lainnya, dengan semangat agama dakwahnya yang Rahmatan Lil Alamiin, jadilah Islam sebagai agama yang menyebar di Seluruh Nusantara bahkan menjadi agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia pun telah mencatat berdirinya beragam kerajaan-kerajaan Islam dan hadirnya budaya dan tradisi ke-Islam-an yang tetap hidup dan bahkan menjadi kontribusi yang cerdas sampai hari ini sekalipun.
Islamisasi secara kultural seperti tersebut di atas juga mempunyai pijakan historiknya dalam konteks Indonesia, seperti hadirnya wayang, batik, maupun ragam budaya yang diwariskan oleh para Wali Songo. Ia adalah pengejawantahan kongkret dari Syumuliyyatul Islam dan risalahnya yang Rahmatan Lil Alamin. Karenya agenda ini tentu tidak dimaksudkan untuk menghadirkan konflik budaya apalagi pembenaran terhadap stigma Islam yang dihubungkan dengan ke-Arab-an apalagi terorisme.
Sementara itu Islamisasi secara struktural dilakukan melalui jalur politik. Islam memang tidak dapat dipisahkan dari politik sebagai bentuk dari pengamalan Syuro, serta Amar Ma’ruf Nahi Munkar, memperjuangkan keadilan, mengkoreksi kezhaliman dan mendakwahkan amal sholeh. Politik berguna untuk mendekatkan perjuangan kaum Muslimin dalam menjalankan kehidupan serta mendakwahkan kebudayaannya serta solusi-solusi kreatif yang dimilikinya agar mereka dapat mewujudkan nilai-nilai Islami itu sesudah pada tingkat kehidupan individual, keluarga, agar ajaran agama dapat terwujud juga pada lingkungan masyarakat, organisasi bahkan pada penyelenggaraan kehidupan bernegara. Baik melalui aktifitas kontrol, maupun Legislasi dengan membuat undang-undang, peraturan pemerintah maupun kebijakan publik lainnya. Dalam konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam yang menerapkan Syariah atau negara sekuler yang menolak Syariah, tapi yang kita inginkan adalah negara Indonesia yang merealisasikan ajaran agama yang menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan universal, melalui perjuangan konstitusional dan demokratis, agar dapat hadirlah Masyarakat Madani yang dicitakan itu.
Memisahkan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia dari keterlibatan dalam kehidupan berpolitik dan bernegara adalah hal yang mustahil dan absurd bahkan ahistoric, bahkan tidak sesuai dengan prinsip dasar berdemokrasi konstitusional seperti yang tertera di dalam UUD NRI 1945. Karenanya wajar saja bila pada masa awal pembentukan NKRI ini, Bung Karno telah dengan tegas mempersilahkan umat Islam untuk memperjuangkan ideologi dan aspirasinya melalui lembaga Parlemen. Dan umat pun memang telah dan akan terus secara rasional-objektif-konstitusional berjuang melalui jalur politik sehingga dapat turut serta menghadirkan kemerdekaan Republik Indonesia, menggagalkan kudeta PKI yang akan menggantikan ideologi negara dengan Komunisme, dan kemudian turut menghadirkan era Reformasi dan lain-lain.
Agar Masyarakat Madani dapat diwujudkan, dan karenanya umat pun dapat melaksanakan ajaran agama dan menghadirkan Syariah Islam yang Rahmatan Lil Alamin, sangat penting untuk merujuk pada faktor-faktor utama yang dulu menjadi pilar kokoh dan telah sukses menghadirkan Masyarakat Madani seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang secara positif dan konstruktif menerima dan menghormati asas pluralitas baik karena faktor suku, agama, asal-usul maupun profesi untuk disinergikan bagi hadirnya masyarakat yang saling menghormati, saling menguatkan, gotongroyong dan bersatu padu bela kedaulatan negara, menegakkan hukum, menjunjung moralitas, menghadirkan masyarakat yang dinamis dan bersemangat untuk ber-silaturrahim dan ber-ta’awun untuk mewujudkan Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah Basyariyyah, kemudian mengaktualisasikannya dalam konteks Keindonesiaan kontemporer dengan segala peluang dan tantangannya. Karenanya perjuangan Islamisasi secara struktural tetap harus menghadirkan alternatif solusi yang lebih baik dan sikap adil dan bijaksana terhadap non-Muslim maupun yang berbeda latar organisasi politik dengan PK Sejahtera, serta mengacu pada prinsip konstitusional, proporsional dan demokratis, agar hadirlah hasil perjuangan yang betul-betul dapat merealisasikan cita-cita berdirinya NKRI dan hadirnya era Reformasi.
PK Sejahtera sebagai Partai Dakwah akan berjuang secara konstitusional, baik dalam lingkup kultural maupun struktural, dengan memaksimalkan peran berpolitiknya demi terwujudnya Masyarakat Madani dalam bingkai NKRI. Caranya, dengan mempercepat realisasi target PK Sejahtera dari “partai kader” menjadi “partai kader berbasis massa yang kokoh”, agar dapat memberdayakan komponen mayoritas bangsa Indonesia, yaitu kalangan perempuan, generasi muda, petani, buruh, nelayan dan pedagang. Melalui musyarakah (partisipasi politik) yang aktif seperti itu akan hadir pemimpin negeri serta wakil rakyat yang betul-betul bersih, peduli dan profesional, sehingga bangsa dan rakyat Indonesia dapat menikmati karunia Allah berwujud NKRI yang maju dan makmur. Partisipasi politik secara sinergis dapat merealisasikan tugas ibadah, fungsi khalifah dan memakmurkan kehidupan, sehingga tampil kekuatan baru untuk membangun Indonesia menjadi negeri yang relijius, sejahtera, aman, adil, berdaulat dan bermartabat.
Adil adalah kondisi dimana entitas dan kualitas kehidupan baik pembangunan politik, ekonomi, hukum, dan sosial-budaya ditempatkan secara proporsional dalam ukuran yang pas dan seimbang, tidak melewati batas. Itulah sikap moderat, suatu keseimbangan yang terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem: mengurangi dan melebihi (ifrath dan tafrith).
Islam memandang nilai keadilan dan HAM melekat dengan penciptaan manusia. Keadilan adalah nilai yang bersifat intrinsik, baik dalam struktur ataupun perilaku manusia. Tuhan Yang Mahakuasa menciptakan manusia dalam keadaan adil dan seimbang. Semenetara itu, Islam ditegaskan sebagai agama fitrah kemanusiaan. Situasi-situasi psikis dan sosiologis manusia, sesuai dengan fitrahnya, memerlukan nilai-nilai keadilan. Sebab, dengan tegaknya keadilan di tengah-tengah situasi kemanusiaannya, setiap individu dapat memerankan dirinya sebagai makhluk moral yang merdeka dalam memilih dan berkehendak. Selain itu, keadilan menjadi tonggak utama bangunan masyarakat, apapun agama dan keyakinan yang mereka anut.
Wujud konkret nilai-nilai keadilan pada dalam aspek kemanusiaan adalah sikap "pertengahan" yang telah menjadi salah satu kekhususan umat Islam dan telah menjadi karakteristik metodologi Islam dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Para cendekiawan muslim melukiskan sikap itu dengan istilah moderasi, suatu keseimbangan yang terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem. Keseimbangan hidup merupakan buah dari kemampuan seseorang dalam memenuhi tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasad). Itulah pangkal kesejahteraan dalam maknanya yang sejati. Kesejahteraan paripurna akan melahirkan kebahagiaan hakiki. Itu sebabnya keseimbangan yang sempurna di antara kualitas-kualitas moral yang tampak bertentangan hanya mungkin diwujudkan dengan keadilan, sesuai dengan makna asasi keadilan ('adalah) yang berasal dari akar yang sama dengan kata keseimbangan (i`tidal). Oleh sebab itu, para ulama menegaskan nilai keadilan sebagai kebaikan yang paling sempurna.
Posisi keadilan dalam kehidupan manusia dan alam semesta amat fundamental. Sebuah hadits Nabi Saw menyebutkan: ”Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil itu kelak di sisi Allah Swt berada di atas mimbar-mimbar cahaya. Yaitu, mereka yang bertindak adil dalam pemerintahan, terhadap keluarga, dan terhadap bawahan mereka.” Konsekuensinya, setiap ketidakadilan dan kezaliman harus dipandang sebagai tindakan dosa dan kejahatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Kezaliman itu kegelapan, sedangkan keadilan itu cahaya. Maka, kewajiban menegakkan keadilan dan menumbangkan segala bentuk kezaliman, penindasan, sikap berlebih-lebihan, merugikan orang lain, kebencian, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan harus menjadi bagian dari ideologi Islam. Semangat ini harus mewarnai setiap aksi dan menjadi pola perjuangan otentik manusia sepanjang sejarahnya. Manusia, baik secara individual maupun kolektif, bertanggungjawab menegakkan keadilan dalam seluruh dimensi kehidupan.
Sejahtera secara standar berarti aman dan makmur. Aman adalah situasi kemanusiaan yang terbebas dari rasa takut, secara psikis sejahtera, sedangkan makmur adalah situasi kemanusiaan yang terbebas dari rasa lapar, secara fisik sejahtera. Firman Allah Swt menegaskan, “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat."[33]
Sejahtera mengarahkan pembangunan pada pemenuhan kebutuhan lahir dan batin, agar manusia dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah. Kesejahteraan tidak mencerminkan jumlah alat pemenuhan kebutuhan, tetapi keseimbangan antara kebutuhan dan sumber pemenuhannya. Kesejahteraan dalam artinya yang sejati adalah keseimbangan hidup yang merupakan buah dari kemampuan seseorang memenuhi tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasad). Kesejahteraan seperti itu yang akan melahirkan kebahagiaan hakiki bagi bangsa Indonesia.
Kesejahteraan menuntut pengelolaan ekonomi berbasis sektor riil yang menitikberatkan pada kesempatan berusaha di sektor riil bukan semata sektor finansial. Prinsip itu menyetarakan peran kapital (modal) dan usaha (buruh) serta berbasis ekonomi pasar yang memberi kesempatan berkompetisi secara adil. Ekonomi berkeadilan yang mencitakan kesejahteraan untuk semua warga akan terlepas dari penyimpangan moral (moral hazard) akibat tindak kezaliman terhadap sesama manusia maupun tindakan eksploitatif yang merusak alam. Hanya dengan sistem perekonomian yang berkeadilan terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development) yang menjamin kesetaraan sosial (social equity), kelestarian lingkungan (environmental prudence), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency). Semua itu tidak lain merupakan cita-cita bersama umat manusia sedunia (Our Common Future, World Comittee for Environment and Development, United Nation, 1987).
Ekonomi yang maju ialah kondisi yang dibangun di atas kesadaran adanya misi peradaban untuk kesejahteraan manusia. Dalam konteks ini, keterpeliharaan moralitas manusia, baik secara individual maupun kolektif, keseimbangan kemajuan ekonomi, kemandirian, kesatuan ekonomi nasional, dan kelestarian alam semesta menjadi patokan utama pembangunan bangsa. Oleh karena itu, di tengah dinamika meraih kemajuan ekonomi, maka penyimpangan etika, perilaku eksploitatif, konsumtivisme, dan hedonistik-materialistik harus dapat diminimalisasi. Karena, pembangunan ditujukan bukan untuk kemajuan materi saja, melainkan juga demi tetap terpeliharanya sifat asasi dan martabat seluruh manusia. Pada titik itu, kemajuan ekonomi harus benar-benar dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa, bahkan umat manusia, secara adil.
Atas dasar itu perlu ditegakkan prinsip penyatuan moralitas dan etik dalam seluruh aktivitas ekonomi guna meminimalisasi, bahkan menghilangkan, berbagai bentuk kezaliman. Memprioritaskan kepentingan umum dan kemaslahatan bersama harus dilakukan di atas keuntungan pribadi dan kelompok, guna menjamin hak-hak ekonomi semua pihak dan menghindari dominasi satu pihak terhadap pihak lain. Pengutamaan ini harus menjadi kebijakan yang dipatuhi bersama.
Bermartabat menuntut bangsa Indonesia untuk menempatkan dirinya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang mampu menampilkan dirinya, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, maupun budaya secara elegan sehingga memunculkan penghormatan dan kekaguman dari bangsa lain. Martabat muncul dari akhlak dan budi pekerti yang baik, mentalitas, etos kerja dan akhirnya bermuara pada produktivitas dan kreativitas. Kreativitas bangsa yang tinggi dapat mewujud dalam karya-karya adiluhung dalam berbagai bidang yang tak ternilai. Dari sana muncul rasa bangga pada diri sendiri dan penghormatan dari bangsa lain. Martabat memunculkan rasa percaya diri yang memungkinkan kita berdiri sama tegak, dan tidak didikte oleh bangsa lain.
Untuk itu semua warga negara dapat mengambil peran dalam membangun negara sehingga menjadi masyarakat madani berdaya dan berkeadilan, masyarakat yang tidak mudah dipatronisasi oleh kekuatan manapun. Sebab, kehidupan sosial manusia di muka bumi akan lebih tertata dengan sistem sosial yang berkeadilan walau masih disertai suatu perbuatan dosa, daripada dengan sistem tirani yang zalim. Kewajiban individu untuk menegakkan keadilan harus dipandang sebagai prosedur regulatif bagi tindakan sosial dan etik, sehingga akhirnya menghasilkan keadilan sosial yang efek kebaikannya akan dirasakan bersama.
Substansi keadilan sosial ialah terciptanya suatu masyarakat yang di dalamnya tidak ada lagi pihak yang dinafikan kebutuhan dasarnya. Setiap individu mendapat hak-hak sosialnya secara penuh dan utuh, memperoleh jaminan sosial secara proporsional, serta manfaat dari sumber-sumber daya alam dan kekayaan negara dapat dinikmati oleh semua elemen masyarakat. Dalam waktu yang sama ia harus melaksanakan segala sesuatu yang menjadi tanggungjawab sosialnya dalam rangka merealisasikan keadilan menyeluruh dalam kehidupan. Hak-hak ini merangkumi semua hak-hak individual dan sosial manusia Indonesia yang bermartabat.
Tegaknya keadilan sosial akan mewujudkan masyarakat yang egaliter dan menghargai orang berdasarkan keutamaan dan prestasinya, bukan pada etnisitas, entitas, keturunan, dan faktor bawaan lainnya. Oleh sebab pluralitas kebudayaan merupakan realitas yang melekat dalam sebuah bangsa, masyarakat, atau komunitas, maka perlu kearifan dalam memandang dan menyikapnya. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berlaku adil kepada setiap komunitas atau bangsa dengan cara menghargai kebudayaannya.
Dalam konteks Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, maka secara budaya dan agama, Islam dapat tampil memberikan model masyarakat yang bisa mempertemukan nilai-nilai keislaman dengan pluralitas budaya lokal dan sekaligus aspirasi kemodernan dalam sebuah rumah besar bernama Indonesia. Hal itu mensyaratkan pandangan keagamaan yang lebih menekankan aspek substansial yang universal daripada simbolik, dan tumbuhnya sikap saling menghargai serta kearifan di kalangan masyarakat. Dalam kerangka itulah kita memandang dan menyikapi pluralitas kebudayaan hingga pada akhirnya dapat memperkaya kebudayaan nasional menjadi satu sistem yang indah, efektif, dan saling bersinergi. Pluralitas sebagai karunia Tuhan, baik itu terkait dengan ras, budaya maupun profesi, seharusnya dilihat sebagai suatu kekayaan yang patut dikelola dengan penuh keadilan bagi bangsa yang bermartabat.
Semua itu adalah kondisi yang kita citakan sekaligus, kondisi kehidupan berdakwah yang diharapkan, yang bermuara pada terjaminnya manusia dalam memenuhi lima kebutuhan primer hidupnya, yakni perlindungan atas: agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Itulah masyarakat Indonesia yang relijius, masyarakat madani, yang seluruh komponennya bekerja sama dalam kebaikan, tolong-menolong dalam mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan keimanan. Masyarakat yang adil, sejahtera dan bermartabat, yang melindungi warganya, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut menjaga ketertiban dunia. Suatu masyarakat dan bangsa yang dapat berdampingan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, masyarakat dengan budaya khas takwa. Indonesia yang kita citakan adalah masyarakat yang hidup penuh dengan kasih-sayang, yang muda menghormati yang tua, yang tua menghargai yang muda, laki-laki bahu membahu dengan perempuan, dalam pluralitas kebudayaan.
Masyarakat madani merupakan model masyarakat berkeadilan, tatkala keragaman menjadi sumber dinamika bangsa. Para kritikus kreatif-konstruktif memenuhi parlemen, kaum profesional mengisi kabinet, dan orang-orang bijak yang pemberani menjaga benteng peradilan. Para pengusaha menjadi berkah bagi negara dan rakyat, demikian pula para ulama, cendekiawan dan budayawan berdiri di garda depan peradaban bangsa. Prajurit dan perwira TNI dan Polri menjadi pengawal negara dan penjaga keamanan yang profesional, sebuah kekuatan yang menyebarkan rasa aman di hati rakyat tanpa harus kehilangan hak-hak politik yang wajar sebagai warga negara. Kalangan perempuan menjadi saudara kaum lelaki, yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan fitrahnya, dan bekerjasama secara setara bagi kemajuan bangsa. Kaum muda mempunyai peran strategis sebagai pelopor peradaban untuk perbaikan. Setiap kelompok mengembangkan budaya demokrasi produktif, berinteraksi secara positif dengan semangat kebersamaan dalam kerangka persatuan dan kesatuan bangsa.
Kami mencitakan Indonesia menjadi negara kuat yang membawa misi rahmat keadilan bagi segenap umat manusia, agar bangsanya menjadi kontributor peradaban manusia dan buminya menjelma menjadi taman kehidupan yang tenteram dan damai.
b)        Misi
Misi yang diemban Partai Keadilan Sejahtera
1)      Mempelopori reformasi sistem politik, pemerintahan dan birokrasi, peradilan, dan militer untuk berkomitmen terhadap penguatan demokrasi. Mendorong penyelenggaraan sistem ketatanegaraan yang sesuai dengan fungsi dan wewenang setiap lembaga agar terjadi proses saling mengawasi. Menumbuhkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan intelektualitas. Melanjutkan reformasi birokrasi dan lembaga peradilan dengan memperbaiki sistem rekrutmen dan pemberian sanksi-penghargaan, serta penataan jumlah pegawai negeri dan memfokuskannya pada posisi fungsional, untuk membangun birokrasi yang bersih, kredibel, dan efisien. Penegakan hukum yang diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari perilaku bermasalah dan koruptif. Mewujudkan kemandirian dan pemberdayaan industri pertahanan nasional. Mengembangkan otonomi daerah yang terkendali serta berorientasi pada semangat keadilan dan proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga kenegaraan di tingkat pusat, provinsi dan daerah. Menegaskan kembali sikap bebas dan aktif dalam mengupayakan stabilitas kawasan dan perdamaian dunia berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, saling menguntungkan, dan penghormatan terhadap martabat kemanusiaan. Menggalang solidaritas dunia demi mendukung bangsa-bangsa yang tertindas dalam merebut kemerdekaannya.
2)      Mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui strategi pemerataan pendapatan, pertumbuhan bernilai tambah tinggi, dan pembangunan berkelanjutan, yang dilaksanakan melalui langkah-langkah utama berupa pelipatgandaan produktifitas sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan; peningkatan dayasaing industri nasional dengan pendalaman struktur & upgrading kemampuan teknologi; dan pembangunan sektor-sektor yang menjadi sumber pertumbuhan baru berbasis resources & knowledge. Semua itu dilaksanakan di atas landasan (filosofi) ekonomi egaliter yang akan menjamin kesetaraan atau valuasi yang sederajat antara (pemilik) modal dan (pelaku) usaha, dan menjamin pembatasan tindakan spekulasi, monopoli, dan segala bentuk kriminalitas ekonomi yang dilakukan oleh penguasa modal dan sumber-sumber ekonomi lain untuk menjamin terciptanya kesetaraan bagi seluruh pelaku usaha.
3)      Menuju pendidikan yang berkeadilan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Membangun sistem pendidikan nasional yang terpadu, komprehensif dan bermutu untuk menumbuhkan SDM yang berdaya saing tinggi serta guru yang professional dan sejahtera. Menuju sehat paripurna untuk semua kelompok warga, dengan visi sehat badan, mental spiritual, dan sosial sehingga dapat beribadah kepada Allah SWT untuk membangun bangsa dan negara; dengan cara mengoptimalkan anggaran kesehatan dan seluruh potensi untuk mendukung pelayanan kesehatan berkualitas. Mengembangkan seni dan budaya yang bersifat etis dan relijius sebagai faktor penentu dalam membentuk karakter bangsa yang tangguh, disiplin kuat, etos kerja kokoh, serta daya inovasi dan kreativitas tinggi. Terciptanya masyarakat sejahtera, melalui pemberdayaan masyarakat yang dapat mewadahi dan membantu proses pembangunan berkelanjutan.
PK Sejahtera meyakini bahwa pembangunan merupakan hak sekaligus kewajiban masyarakat, bukan hanya negara. Karenanya pemberdayaan masyarakat, baik dalam aspek politis maupun ekonomis, akan mengantarkan rakyat pada posisi sejajar sebagai mitra pemerintah, yang duduk satu meja bersama-sama untuk mencapai situasi saling menguntungkan. PK Sejahtera memandang partisipasi total masyarakat madani, pengusaha, pemerintah serta kerjasama internasional, yang merupakan lintas komponen dan aktor, adalah sebuah keniscayaan dalam mengelola pembangunan. Semua itu dilaksanakan dalam kerangka yang bersifat integral, global dan universal menuju keadilan dan kesejahteraan.
Sektor swasta adalah operator pembangunan utama, sementara pemerintah mengambil peran regulasi. Berbagai kekurangan di antara kedua sektor itu ditutupi oleh peran sektor ketiga, kelompok masyarakat madani yang berbasis kompetensi. Ketiga komponen negara ini adalah actor pembangunan nasional yang mesti bekerjasama secara egaliter tanpa ada upaya saling mendominasi.
Dalam bingkai egalitarianisme, pemerintah sedapat mungkin mengambil fungsi minimalis menjadi fasilitator dan dinamisator melalui berbagai regulasi strategis. Pemerintah yang berkuasa sebagai entitas politik adalah produk dari amanat rakyat, karena itu tidak boleh menciderai amanat untuk melayani semua warga dari manapun afiliasi sosial-politiknya. Agar roda pembangunan yang digerakkan rakyat (sektor swasta dan sektor ketiga) dapat terlaksana dengan baik, maka pemerintah menyusun regulasi melalui seperangkat peraturan perundangan yang non-diskriminatif. Berbagai upaya, program dan kebijakan pemerintah secara prinsip adalah cerminan dari platform partai yang memenangkan Pemilu secara demokratis.[34]
Sebagai wujud dari rasa tanggung-jawab politik PK Sejahtera bagi kehidupan bangsa dan negara, untuk turut serta berperan aktif sebagai bagian dari penyelesaian masalah bangsa, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang adil, sejahtera dan bermartabat, sebagaimana yang dicitakan PK Sejahtera, maka disusunlah Platform Kebijakan Pembangunan PK Sejahtera sebagai arah dan pedoman perjuangan bagi kader dan sekaligus komitmen politik partai. Komitmen politik ini adalah konsepsi kebijakan pembangunan yang akan diperjuangkan PK Sejahtera. Dengan demikian menjadi jelas posisi Platform Kebijakan Pembangunan PK Sejahtera ini dengan peran sektor pemerintah dalam pembangunan melalui berbagai regulasi yang digulirkannya. Platform ini terdiri dari tiga bidang besar, yakni politik, perekonomian dan sosial-budaya yang saling terkait satu sama lain.[35]
B.       Pola Rekrutmen PKS di Pulau Bali
Pola rekrutmen yang di lakukan PKS di Pulau Bali tetap sama seperti yang dilakukan PKS di pulau-pulau lain nya, hanya ada sedikit perbedaan. Perbedaan itu terletak pada kader yang dicalonkan untuk wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD ataupun DPR RI, kalau di pulau-pulau lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia yang di calonkan adalah kader atau anggota yang beragama Islam, tapi di pulau bali justru ada yang non Islam (Hindu).
Meskipun yang di calonkan bukan kader yang beragama Islam tapi nilai-nilai Islam tetap di terapkan, dengan landasan kader PKS harus bisa menjadi kader yang Rahmatan lil Alamin.[36]
C.      Strategi Komunikasi Politik PKS pada Pemilu Legislatif 2014
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang mengklaim dirinya sebagai partai dakwah. Pencitraan diri PKS sebagai partai dakwah merupakan bentuk perwujudan dari partai yang berasaskan dan berideologikan Islam. Karena itu, maka strategi komunikasi politik PKS dalam menghadapi pemilu legislatif 2014 adalah bercorak dakwah.
Dilihat dari sisi proses, dakwah pada dasarnya merupakan usaha transformasi sosial yang bergerak di antara keharusan ajaran dan kenyataan masyarakat yang menjadi obyek utamanya. Karena itu, dakwah sejatinya dilakukan dengan senantiasa mempertimbangkan aspek-aspek kultural, selain aspek ajaran yang menjadi substansi informasi dalam proses tersebut. Dimensi politik, baik menyangkut pesan maupun lingkungan di mana dakwah dijalankan, juga merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan dakwah.[37] Pendekatan dakwah dalam strategi komunikasi politik PKS ini dapat dipahami mengingat fungsi dakwah sebagai saluran akulturasi ajaran agama dalam tataran kehidupan masyarakat, senantiasa bersentuhan dan bergumul dengan gerak masyarakat yang mengitarinya. 
Strategi komunikasi politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam pemilu 2014 selain berazaskan dakwah, juga didasarkan pada hasil musyawarah nasional (munas) PKS tahun 2005. Hasil munas ini diperkuat dengan agenda ketiga dari hasil musyawarah kerja nasional (mukernas) PKS di Bali tahun 2008 yang terkait dengan Pemilu 2014. Dalam agenda ketiga tersebut dikatakan bahwa PKS akan terus meneguhkan target perolehan suara pada pemilu 2014 minimal 20 persen. Sedangkan target lainnya, secara nasional PKS harus bisa menempati posisi tiga besar partai politik dalam pemilu 2014.
Guna mencapai tujuan jangka panjang dan menengah, partai politik membutuhkan strategi yang bersifat jangka panjang maupun jangka menengah. Begitu juga dengan PKS, mempunyai strategi jangka panjang dan menengah. Menurut Firmanzah[38] strategi partai dapat dibedakan dalam beberapa hal. Pertama, strategi yang terkait dengan penggalangan dan mobilisasi massa dalam pembentukan opini publik ataupun selama periode pemilihan umum. Strategi ini penting dilakukan untuk memenangkan perolehan suara yang mendukung kemenangan suatu partai politik. Kedua, strategi partai politik untuk berkoalisi dengan partai lain. Ketiga, strategi partai politik dalam mengembangkan dan memberdayakan organisasi politik secara keseluruhan. Strategi-strategi tersebut merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kebijakan umum partai yang telah ditetapkan pada munas PKS tahun 2005 kemudian di breakdown menjadi program-program tahunan. Program-program tahunan dalam satu periode ini bisa dianggap sebagai strategi jangka panjang sebagaimana konsep yang dikemukakan oleh Firmanzah di atas. Adapun program tahunan tersebut selanjutnya di bagi menjadi empat item dalam satu periode: (1) Tahun konsolidasi partai; (2) Tahun pembinaan; (3) Tahun perluasan jaringan dan penokohan; (4) Tahun pemenangan pemilu; (5) Tahun evaluasi.
Kemudian menyikapi tahun keempat sebagai tahun pemenangan pemilu, PKS membagi satu tahun ini menjadi empat tahapan aksi pemenangan pemilu. Empat tahapan aksi dalam tahun pemenangan pemilu ini bisa dikatakan sebagai strategi jangka pendek sebagai kelanjutan strategi jangka panjang partai dalam satu periode kepengurusan. Adapun program-program dalam tahun pemenangan pemilu adalah pertama, PKS mendengar, yaitu kader PKS turun ke bawah dalam artian terjun langsung ke masyarakat untuk mendengar aspirasi, apa yang dikeluhkan dan diinginkan oleh masyarakat. PKS mendengar ini merupakan sarana komunikasi partai dengan masyarakat atau konstituen langsung dari rumah ke rumah atau disebut komunikasi door to door.
Kedua, PKS mengajak. Karena PKS tidak mungkin menangani semua permasalahan dan tuntutan yang ada di masyarakat, maka PKS mengajak orang-orang atau pihak-pihak yang bisa diajak bekerja sama untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Ketiga, PKS berbicara. Berbicara kepada masyarakat dengan berdasarkan platform partai sebagai tindak lanjut dari PKS mengajak. Keempat, PKS menang. Artinya dari program-program yang telah dilakukan oleh kader PKS di tengah-tengah masyarakat, maka diharapkan terwujudnya simpati masyarakat. Bentuk dari simpati masyarakat inilah yang diharapkan membantu tercapainya target PKS dalam memenangi pemilu 2014.
Dalam menjalankan empat tahapan aksi pemenangan pemilu tersebut di atas, PKS menggunakan tiga strategi komunikasi politik. Pertama adalah komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi langsung kader PKS dengan masyarakat dari rumah ke rumah atau istilah lainnya door to door. Kedua yaitu komunikasi publik, yang dilakukan oleh calon legislatif (caleg) dengan warga masyarakat atau khalayak umum di tempat terbuka. Dan ketiga adalah komunikasi massa melalui media dalam rangka membangun opini publik.
Strategi komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh para kader PKS merupakan bentuk komunikasi langsung kepada masyarakat dengan cara door to door. Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau lebih dalam sebuah kelompok kecil dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.[39] Adapun fungsi-fungsi komunikasi antarpribadi adalah fungsi sosial dan fungsi pengambilan keputusan. Sebagai fungsi sosial, komunikasi antarpribadi ini mencakup tiga aspek yaitu: Pertama, manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis dan psikologis; kedua, manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial; ketiga, manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik; keempat, manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat kualitas diri sendiri.[40]
Dengan pendekatan komunikasi personal, kader-kader PKS bisa langsung mengetahui respon balik dari masyarakat. Menurut Aubrey Fisher[41] umumnya konseptualisasi tentang umpan balik adalah pesan balik yang disampaikan penerima kepada sumber, respons penerima kepada pesan sumber yang semula. Umpan balik, katanya, merupakan perbedaan antara komunikasi satu arah dan dua arah, perbedaan yang akan terus dipandang tidak penting dalam memahami fenomena komunikasi manusia. Keberhasilan komunikasi ini akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon nonverbal dari masyarakat. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena dalam komunikasi baik komunikator maupun komunikan dapat menggunakan kelima alat indera untuk mempertinggi daya persuasif pesan yang disampaikannya.
Dalam konteks Indonesia dan khusunya PKS, komunikasi politik dalam bentuk komunikasi interpersonal masih dianggap penting dan efektif. Hal ini berbeda dengan beberapa kalangan Ilmuwan Komunikasi politik di dunia[42] yang mengatakan adanya semacam kesepakatan bahwa dalam dua dekade terakhir ini terdapat perubahan mendasar dalam cara-cara politik dikomunikasikan, khususnya dalam campaign communication, di negara-negara demokrasi maju. Stanyer  (2003) menambahkan, salah satu bentuk perubahan itu adalah ditinggalkannya kampanye dalam bentuk komunikasi interpersonal langsung (direct-campaign) dan digantikan dengan bentuk kampanye di media (mediated-campaign).
Strategi komunikasi politik yang kedua adalah komunikasi publik yang dilakukan oleh caleg PKS dalam bentuk pidato kampanye di lapangan terbuka atau dialog dengan masyarakat yang diikuti sekitar 200 sampai 300 orang. Bentuk dialog ini bisa dikategorikan sebagai bentuk komunikasi publik atau penyebaran informasi dari satu orang kepada banyak orang. Menurut Richard West dan Lynn H. Turner[43] dalam berbicara di depan publik, para pembicara biasanya memiliki tiga tujuan utama dalam benak mereka: pertama, memberi informasi; kedua, menghibur; dan ketiga, membujuk. Kegiatan para calon anggota legislatif dari PKS ketika berdialog dengan warga yang jumlahnya relatif banyak bertujuan untuk memberi informasi dan membujuk. Para caleg memberi informasi tentang visi misi dan program-program partai kepada masyarakat agar masyarakat mengenal dan selanjutnya bisa dibujuk atau dipersuasi agar pada pemilu legislatif 2009 dengan kesadarannya mau memilih PKS.
Ketiga, strategi komunikasi politik pada masa kampanye oleh PKS adalah membangun opini publik (pendapat umum) melalui media massa. Menurut Hafied Cangara[44] pendapat umum adalah gabungan pendapat perseorangan mengenai suatu isu yang dapat memengaruhi orang lain, serta memungkinkan seseorang dapat mempengaruhi pendapat-pendapat tersebut. Ini berarti pendapat umum hanya terbentuk kalau menjadi pembicaraan umum, atau jika banyak orang penting (elite) mengemukakan pendapat mereka tentang suatu isu sehingga bisa menimbulkan pro atau kontra dikalangan masyarakat.
Media massa merupakan wahana komunikasi yang dapat menembus batas ruang dan waktu. Bahkan Marshall McLuhan[45] mengatakan bahwa media komunikasi modern ini memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Penggunaan media massa ini mampu menyampaikan dan mengenalkan visi-misi dan program kepartaian PKS kepada masyarakat umum secara luas.
Penggunaan komunikasi massa oleh partai politik karena bentuk komunikasi ini mempunyai fungsi persuasif. Menurut Joseph A. Devito[46] fungsi persuasi dianggap sebagai fungsi paling penting dari komunikasi massa. Persuasi bisa datang dalam berbagai bentuk; pertama, mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; kedua, mengubah sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; ketiga, menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu; dan keempat, memperkenalkan etika, atau menawarkan sistem nilai tertentu.  Fungsi persuasif dari komunikasi massa tersebut diharapkan oleh PKS untuk dapat mengukuhkan dan memperkuat sikap dan pandangan partai agar bisa mengubah sikap masyarakat terhadap PKS untuk selanjutnya menggerakkan masyarakat umum memilih PKS dalam pemilu 2009.
Proses komunikasi politik PKS yang diuraikan di atas selanjutnya dapat dilihat dengan pendekatan Model Transaksi Simultan (Simultaneous transactions Model) dari Melvin L. DeFleur[47] dengan karakternya yang nonlinear. Model ini menggambarkan sekurang-kurangnya tiga faktor yang berpengaruh dalam proses komunikasi politik dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pertama, faktor lingkungan fisik (physical surroundings), yakni lingkungan masyarakat di mana PKS berada, turut mempengaruhi terhadap pola komunikasi itu berlangsung dengan menekankan pada aspek what  dan how pesan-pesan komunikasi politik partai dipertukarkan. Kedua, faktor situasi sosio-kultural (sociocultural situations), yakni bahwa proses komunikasi politik PKS merupakan bagian dari situasi sosial yang di dalamnya terkandung makna kultural tertentu, sekaligus menjadi identitas dari para pelaku komunikasi yang terlibat di dalamnya. Ketiga, faktor hubungan sosial (social relationships), yakni bahwa status hubungan antar pelaku komunikasi, yakni antara pengurus, kader, dan caleg PKS dengan masyarakat umum sangat berpengaruh, baik terhadap isi pesan itu sendiri ataupun terhadap proses bagaimana pesan-pesan itu dikirim dan diterima.[48]
                                                     









BAB IV
HASIL/ANALISA

Rekrutmen partai politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian, terutama dalam rangkaian kehidupan proses sosialisasi dan partisipasi politik dalam masyarakat.
Berkaitan dengan rekrutmen partai politik, Partai Keadilan Sejahtra (PKS) merupakan partai Islam yang melakukan pengkaderan melalui dakwah-dakwah islamiah. Yang mana kader-kader ketika masuk dalam anggota partai ada jenjang-jenjang pendidikan yang harus dilalui dan itu merupakan proses pengkaderan yang baik dan ideal menurut penulis, yang akan menghasilkan plitisi-politisi yang siap menjadi pemimpin rakyat dan benar-benar mensuarakan aspirasi rakyat dan akan mengurangi yang namanya politik praktis yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak di harapkan.
Walaupn d Pulau Bali mayoritas mesyarakatnya beragama non muslim tetapi proses pengkaderan dan rekrutmen tetap dilakukan sesuai dengan pola pengkaderan dalam PKS, dengan prinsippenerapan nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil alamin.
Plola rekrutmen yang baik akan mempengaruhi eksistensi Paratai Keadilan Sejahtra (PKS) dalam pemili legislative dan untuk pemenangan pemilu tidak terlepas dari yang namanya setrategi pemenangan. Ada beberapa strategi yang dilakukan Partai Kwadilan Sejahtra (PKS) di Pulau Bali yang merupakan stategi yang evektif menurut penulis, untuk pemenangan pemilu. Diantara strategi yang digunakan adalah dengan mengajukan wakil rakyat dari yang beragama non muslim apabila basil daerah pilihannya non muslim, dengan prinsip nilai-nilai islam yang diterapkan yang pro dengan masyarakat dan mewakili aspirasi rakyat, selain itu juga menggunakan sosialisasi di pasar-pasar dengan tukar botol dengan sayuran, bakti social dan lain-lain.
Strategi dan pola rekrutmen diatas dianggap sangat evektif menurut penulis, karena Paetai Keadilan Sejahtra (PKS) mampu bersaing dan tetap eksis di Pulau Bali yang mayoritas penduduknya non muslim sedangkan Partai Keadilan Sejahtra (PKS) adalah partai yang berideologi Islam dan merupakan partai dakwah.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang penulis uraikan dari bab I-IV maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
Pola rekrutmen yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtra (PKS) di Pulau Bali sama seperti yang dilakukan di pulau-pulau lainnya yaitu dengan cara dakwah islamiah, tetapi di Pulau Bali yang menjadi kader Partai Keadilan Sejahtra (PKS) bukan hanya yang muslim tetapi juga yang non muslim dengan prinsip penerapan nilai-nilai Islam.
Pola pengkaderan Partai Keadilan Sejahtra (PKS) pun sudah tersusun rapih dari sekolah menengah pertama dan atas ada yang namanya rohis yang terhimpun dalam Forum Komunikasi Dakwah Pelajar, dan dalam kampus ada yang namanya lembaga dakwah kampus itu semua adalah polo rekrutmen Partai Keadilan Sejahtra (PKS) yang sudah tersusun secara sistematis.
Adapun program-program dalam tahun pemenangan pemilu adalah pertama, PKS mendengar, yaitu kader PKS turun ke bawah dalam artian terjun langsung ke masyarakat untuk mendengar aspirasi, apa yang dikeluhkan dan diinginkan oleh masyarakat. PKS mendengar ini merupakan sarana komunikasi partai dengan masyarakat atau konstituen langsung dari rumah ke rumah atau disebut komunikasi door to door.
Kedua, PKS mengajak. Karena PKS tidak mungkin menangani semua permasalahan dan tuntutan yang ada di masyarakat, maka PKS mengajak orang-orang atau pihak-pihak yang bisa diajak bekerja sama untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Ketiga, PKS berbicara. Berbicara kepada masyarakat dengan berdasarkan platform partai sebagai tindak lanjut dari PKS mengajak. Keempat, PKS menang. Artinya dari program-program yang telah dilakukan oleh kader PKS di tengah-tengah masyarakat, maka diharapkan terwujudnya simpati masyarakat. Bentuk dari simpati masyarakat inilah yang diharapkan membantu tercapainya target PKS dalam memenangi pemilu 2014.
B.       Saran
1.      Saya berharap dengan adanya tugas laporan PKL ini pembaca dapat lebih memahami mengenai pola rekrutmen dan strategi pemilu legislative 2014 Partai Keadilan Sejahtra (PKS) di Pulau Bali.
2.      Apabila dalam pembuatan laporan ini ada yang kurang berkenan Mohon kiranya kritik dan sarannya yang dapat membangun pembuatan laporan berikutnya agar dapat lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA

Andini T, 2003, Nirmala dan Aditia, A Pertama, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, Surabaya, Prima Media.

Almond, Gabriel A. dan Sidney Verba, 1990, Budaya Politik Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara, Bumi Aksara.

Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi Politik; Konsep, Teori, dan strategi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Danial, Akhmad, 2009, Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, Yogyakarta, LkiS.

Devito, Joseph A., 1997, Komunikasi Antara Manusia. (Edisi terjemahan oleh Agus Maulana), Profesional Books, Jakarta.

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Diponegoro, CV Penerbit.

DeFleur, Melvin L., Patricia Kearney, Plax, Timothy, 1993, Fundamentals of Human Communication, Mayfield Publishing Company, California.

Firmanzah, 2008, Marketing politik; Antara Pemahaman dan Realitas, yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi, (Edisi terjemahan oleh Soejono Trimo), Remadja Karya, Bandung.
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, 2001, Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Bumi Aksara.

Koiruddin, 2004,  Parpol dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta,  Pustaka Pelajar.

Liliweri, Alo, 1994, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.

Muhtadi, Asep Saiful, 2008, Komunikasi politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca Orde Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Pawito, 2009, Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan, Yogyakarta, Kalasutra.

Putra Fadilah, 2002,  Partai Politik Dan Kebijakan Politik, Bandung, CV. Pustaka Setia.

Said Gatara & Dzulkiah Said, 2007, Sosiologi Politik (Konsep dan Dinamika Perkembangan Kajian), Bandung, CV. Pustaka Setia.

Sendjaja, Sasa Djuarsa, 2004. Teori Komunikasi, Pusat Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta.

Suharsini Arikunto, 1989, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Aksara.

West, Richard dan Lynn H. Turner, 2009, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Edisi terjemahan oleh Maria Natalia Damayanti Maer), Penerbit Salemba Humanika, Jakarta.




http://ari-barata.blogspot.com/15/07/2014/strategi-politik.html
http://profil.merdeka.com/indonesia/p/partai-keadilan-sejahtera/13/062014


[1]Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Politik, Jakarta, Gramedia, hlm. 405
[2]Ibid.
                [3]Almond, Gabriel A. dan Sidney Verba, 1990, Budaya Politik Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara, Bumi Aksara, Jakarta. Hlm. 76
[4]Ibid.
[5]Ibid. hlm. 406-408
[6]Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi Politik; Konsep, Teori, dan strategi, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hlm. 42
[7]Koiruddin, 2004,  Parpol dan Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta,  Pustaka Pelajar, hal. 5
[8]Ibid., hal, 105
[9]Ibid., hal, 109
[10]Andini T, 2003, Nirmala dan Aditia, A Pertama, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, Surabaya, Prima Media, hlm. 263
[11]Ibid.
[12]Suharsini Arikunto, 1989, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Aksara, hlm. 107
[13]Ibid. hlm. 132
[14]Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, 2001, Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Bumi Aksara, hlm. 26
[15]Suharsini Arikunto, Op. Cit., hlm. 54
[16]Said Gatara & Dzulkiah Said, 2007, Sosiologi Politik (Konsep dan Dinamika Perkembangan Kajian), Bandung, CV. Pustaka Setia, hlm.114
[17]Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 25
[18]Ibid.
[19]Said Gatara & Dzulkiah Said, Op.Cit.,hlm.115
[20]Danial, Akhmad, 2009, Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, Yogyakarta, LkiS, Hlm. 76
[21]Putra Fadilah, 2002,  Partai Politik Dan Kebijakan Politik, Bandung, CV. Pustaka Setia, hlm.15
[22]Ibid.
[24]Ibid.
[25]http://ari-barata.blogspot.com/15/07/2014/strategi-politik.html
                [26]Pawito, 2009, Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan, Yogyakarta, Kalasutra. Hlm. 32
[27]Ibid.
[28]http://profil.merdeka.com/indonesia/p/partai-keadilan-sejahtera/13/062014
[29]Ibid.
[30]Ibid.
[32]Ibid.
[33]Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Diponegoro, CV Penerbit, hlm. 214
[36]Wawancara di DPW PKS Bali, 19-06-14 dengan ketua DPW PKS pulau Bali H. Mujiono, S,Pd
[37]Muhtadi, Asep Saiful, 2008, Komunikasi politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca Orde Baru, Remaja Rosdakarya, Bandung. Hlm. 119
                [38]Firmanzah, 2008, Marketing politik; Antara Pemahaman dan Realitas, yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hlm. 109
[39]Devito, Joseph A., 1997, Komunikasi Antara Manusia. (Edisi terjemahan oleh Agus Maulana), Profesional Books, Jakarta. Hlm. 4
[40]Liliweri, Alo, 1994, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung. Hlm. 23-27
[41]Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi, (Edisi terjemahan oleh Soejono Trimo), Remadja Karya, Bandung. Hlm. 390
[42]Danial, Akhmad, 2009, Iklan Politik TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, LkiS, Yogyakarta. Hlm. 35
[43]West, Richard dan Lynn H. Turner, 2009, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Edisi terjemahan oleh Maria Natalia Damayanti Maer), Penerbit Salemba Humanika, Jakarta. Hlm. 40
[44]Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi Politik; Konsep, Teori, dan strategi, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hlm. 158
                [45]Sendjaja, Sasa Djuarsa, 2004. Teori Komunikasi, Pusat Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta. Hlm. 51
                [46]Devito, Joseph A., 1997, Komunikasi Antara Manusia. (Edisi terjemahan oleh Agus Maulana), Profesional Books, Jakarta. Hlm. 123
[47]DeFleur, Melvin L., Patricia Kearney, Plax, Timothy, 1993, Fundamentals of Human Communication, Mayfield Publishing Company, California. Hlm. 21-25
[48] Ibid.

0 komentar :