Laporan PKL - rekrutmen partai PKS diBali
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam ranah demokrasi, Partai Politik merupakan salah satu institusi
instrumen penting dari pelaksanaan sistem politik demokrasi yang modern.
Demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem yang disebut dengan keterwakilan (representativeness),
baik keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti parlemen (DPD/DPRD)
maupun keterwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartaian. Hal ini
berbeda dengan demokrasi langsung sebagaimana yang dipraktekkan di masa Yunani
Klasik, demokrasi modern sebagai demokrasi tidak langsung membutuhkan media
penyampaian pesan politik kepada negara (pemerintah). Media yang berupa
institusi tersebut biasa kita sebut sebagai partai politik dan keberadaannya
harus diatur dalam konstitusi negara modern.[1]
Mengingat fungsi partai politik yang begitu penting, sering keberadaannya
dan kinerjanya merupakan ukuran mutlak bagaimana demokrasi berkembang di suatu
negara. Meskipun ia bukan merupakan pelaksanaan dari suatu pemerintahan, namun
keberadaannya akan mempengaruhi bagaimana dan kearah mana pelaksanaan
pemerintahan dijalankan.[2]
Posisi dan peranan partai politik dalam proses interaksi yang menjembatani
antara negara dengan masyarakat dalam wujud kebijakan publik, telah menjadi
idealitas terjauh dari identitas partai modern, sebab bila partai politik tidak
dapat beranjak dari fungsi konvensionalnya yang sebatas perebutan kekuasaan
semata, maka dalam konteks dinamika sosial yang ada hal tersebut tidak lagi
menemukan signifikansi yang tinggi. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan
informasi membuat masyarakat semakin banyak tahu akan kehidupan yang
dijalaninya. Masyarakat modern adalah mereka yang memandang politik tidak lagi
sebatas ikatan ideologis dan keyakinan an sich. Masyarakat modern lebih
melihat politik sebagai sebuah proses aktualisasi diri dan kepentingan mereka
yang akan diwujudkan dalam bentuk kepentingan publik.[3]
Partai politik dan parlemen (legislatif) merupakan dua aktor utama
masyarakat politik, yang memperoleh mandat dari masyarakat sipil, berperan mengorganisir kekuasaan dan meraih
kontrol atas negara untuk kepentingan masyarakat. Peran partai politik itu
diletakkan dalam arena pemilihan umum, yang di dalamnya terjadi kompetisi
antarpartai dan partisipasi politik masyarakat sipil untuk memberikan mandat
pada partai atau kandidat pejabat politik yang dipercayainya. Mengikuti logika
demokrasi, para pejabat politik (legislatif dan eksekutif) yang telah
memperoleh mandat melalui partisipasi politik masyarakat dalam pemilu harus
mengelola sumberdaya ekonomi-politik (kekuasaan dan kekayaan) bersandar pada
prinsip transparansi, akuntabilitas dan responsivitas untuk masyarakat. Dengan
kalimat lain, jabatan-jabatan politik yang diperoleh dari mandat masyarakat itu
bukan untuk kepentingan birokrasi, parlemen dan partai politik sendiri,
melainkan harus dikembalikan secara akuntabel dan responsif untuk masyarakat.
Prinsip ini sangat penting untuk diwacanakan dan diperjuangkan karena secara
empirik membuktikan bahwa pemerintah, parlemen dan partai politik menjadi
sebuah lingkaran oligharki yang jauh dari masyarakat.[4]
Sejak berkembangnya reformasi politik sehingga terciptanya revolusi
partisipasi rakyat di Indonesia, maka partai politik semakin menjadi bagian penting
dari sistem partai politik modern. Roy. C. Macridis mengatakan, tidak ada
sistem partai politik yang dapat berlangsung tanpa partai politik. Di dalam
masyarakat modern partai politik menjadi fenomena umum dalam kehidupan politik.
Partai Politik sebagai suatu asosiasi politik yang mengaktifkan, memobilisasi
masyarakat, mewakili kepentingan tertentu dan melakukan pengkaderan yang
kemudian melahirkan pemimpin telah menjadi suatu keharusan. Partai Politik
dengan demikian menjadi salah satu instrumen penting untuk memobilisasi
masyarakat ke dalam kekuasaan negara. Ini berarti parpol pada dasarnya adalah
alat untuk memperoleh kekuasaan dan untuk menjalankan pemerintahan.[5]
Perkembangan negara Indonesia yang memasuki babak baru dengan menjalani
masa transisi serta upaya demokratisasi dalam kehidupan bernegara membutuhkan
sarana atau saluran politik yang koheren dengan kebutuhan masyarakat di suatu
negara. Partai politik adalah salah satu sarana yang dimaksud, yang memiliki
ragam fungsi untuk menghasilkan output kebijakan untuk kepentingan
rakyat atau sebaliknya. Dalam studi Klingemann demokratisasi sebuah negara
tidak hanya bisa dilihat dari peran Partai Politik untuk memasukkan
agenda-genda kebijakan publik yang tidak hanya bermanfaat bagi konstituen
pemilihnya, melainkan juga bermanfaat bagi seluruh komponen bangsa yang ada.
Ukuran demokratis tidaknya partai politik misalnya dapat dilihat dalam kerangka
apakah aspirasi konstituen sebagaimana yang dicerminkan dalam janji-janji
partai politik terwujud dalam impelementasinya. Selain itu masih banyak
parameter yang bisa dijadikan indikator keberhasilan dan kegagalan demokrasi
dalam kaitannya dengan partai politik. Dalam kasus Indonesia misalnya, apakah
fungsi-fungsi parpol seperti sosialisasi, rekrutmen, artikulasi maupun agregasi
parpol sudah dilaksanakan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai
ujung tombak demokrasi sesuai dengan eksistensinya dan bila ini belum terwujud
demokratisasi di suatu negara masih jauh dari tujuan demokrasi yang sebenarnya.[6]
Salah satu prasyarat dari terwujudnya demokrasi adalah adanya partai
politik yang berfungsi maksimal dan efektif sebagai wadah aspirasi politik
masyarakat dan sebagai media untuk melakukan bargaining kebijakan dengan
negara (pemerintah) karena itu sebagian
pihak menilai yang paling penting barangkali bukan mempersoalkan mengenai
keberadaan parpol secara fisik di suatu negara. Demi terwujudnya demokrasi dan
tersalurkannya aspirasi publik, justru yang jauh lebih penting adalah menguak
kinerja dan efektifitas fungsi parpol jelas tidak bisa dilepaskan dari
berdirinya parpol itu sebagai suatu kebutuhan politik masyarakat. Asal usul
secara historis dan berbagai aspek kesejarahan yang lain, terutama perkembangan
politik di Indonesia di masa Orde Lama, Orde Baru dan reformasi perlu mendapat
sorotan agar analisis atas kinerja dan prilaku partai politik bisa didahulukan
secara menyeluruh.
Di Indonesia, kita melihat pertautan antara kebutuhan politik yang
disalurkan melalui partai politik masih sangat erat hubungannya dengan peta
ideologisasi yang menjadi ciri khas pluralitas masyarakat Indonesia.[7] Peta
ideologi yang salah satunya pernah dirumuskan Herbeth Feith dengan baik dalam
melakukan kategorisasi partai politik pada tahun 1955 adalah kenyataan yang
tidak terelakkan dari bangsa ini, sebagaimana masyarakat yang terus berkembang,
ideologi juga turut berkembang sejalan dengan tuntutan perubahan yang ada dalam
diri masyarakat itu sendiri. Persoalan lain yang perlu mendapat perhatian
adalah mengenai kaderisasi di partai yang sangat lemah. Ini dikatakan sebagai
persoalan penting karena sesungguhnya di dalam partai perlu digodok calon-calon
pemimpin baik lokal maupun nasional yang memiliki visi demokrasi dan bermental
jujur.
Partai Politik berproses untuk dapat berkuasa, dan dengan demikian memimpin
proses pengambilan kebijakan publik. Hal ini mengharuskan partai politik untuk
mempersiapkan calon-calon pemimpin yang diharapkan mampu mengatur jalannya
pemerintahan. Dalam proses internal partai itulah, salah satu fungsi partai
politik urgen untuk dibahas, yakni fungsi perkaderan. Proses pematangan kader
untuk mampu memimpin, baik dalam konteks pemerintahan lokal maupun nasional,
itulah yang perlu mendapat sorotan tajam, khususnya mengenai partai-partai di
Indonesia. Dalam kenyataan Indonesia pasca kemerdekaan, dapat diakatakan adanya
kegagalan partai politik dalam melahirkan kepemimpinan yang berkualitas.[8] Pola
kaderisasi yang masih setengah hati, serampangan, dan miskin konsep seolah
menjadi identitas yang tepat bagi keseriusan pembangunan sumber daya manusia
dalam sebuah partai.
Pada masa Orde Baru, pembentukan partai politik yang idealnya menjadi wadah
perjuangan untuk menyalurkan kepentingan rakyat berhak mengalami distorsi. Pada
babak baru perjalanan bangsa dengan lahirnya era reformasi, terutama sejak
dilaksanakan Pemilu 1999, kehidupan demokrasi mengalami perubahan yang cukup
berarti, dimana partai politik mempunyai otonomi yang luas untuk menata dan
mengembangkan dirinya. Para aktivis partai politik berlomba-lomba untuk
menyambut sistem demokrasi di masa ini. Dinamika politik yang turun naik secara
drastis dalam perebutan pengaruh di masyarakat membawa bangsa ini pada euforia
politik. Para ahli mengatakannya sebagai masa transisi menuju demokrasi. Di
masa transisi ini, euforia politik mendorong terjadinya pragmatisme rekrutmen
para pemimpin partai. Partai-partai berpacu untuk mencari figur-figur alternatif
yang mempunyai kemampuan unggul.[9]
Munculnya banyak partai baru menjelang pemilihan umum legislatif 2009 yang
lalu menjadikan arena pertarungan yang begitu ketat antar partai, belum lagi
kalau kita melihat pertarungan yang dilakukan antar partai yang memiliki basis
massa yang sama dikarenakan banyak partai yang memiliki ideologi, platform atau
azas yang sama. Untuk itu setiap partai politik yang ikut menjadi kontestan
pemilu harus mempersiapkan strategi yang jitu dan merekrut orang-orang yang
dianggap layak dan kapabel untuk duduk di lembaga parlemen atau legislatif.
Masalah bagaimana sebuah partai merekrut orang-orang yang akan djadikan calon
legislatif tentunya sedikit banyak mempengaruhi pilihan konstituen, sebab
pastinya konstituen memilih orang-orang yang dianggapnya layak dan pantas untuk
menduduki jabatan publik tersebut.
Kita ketahui bahwa salah satu arus utama rekrutmen adalah kaderisasi dan
seleksi pemimpin dalam sistem kenegaraan yang demokratis melalui partai
politik. Pola rekrutmen pemimpin memang terdapat beberapa perbedaan yang
mendasar, seiring dengan berubahnya sistem politik yang dikembangkan. Tuntutan
adanya suatu sistem yang demokratis menjadi faktor yang penting dan punya
pengaruh besar pada era reformasi. Saat ini beberapa hal penting yang harus
dilakukan oleh partai politik adalah bagaimana mulai menata diri agar proses
seleksi kader / pemimpin mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas.
Peran partai politik dalam merekrut kader partai adalah sangat penting, ini
sesuai dengan salah satu fungsi dari politik itu sendiri yakni rekrutmen
politik. Yang dimaksud dengan rekrutmen politik adalah partai politik berfungsi
dan mencari orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik dan
proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi. Hal ini berarti
partai menjadi wadah rekrutmen politik (kader) dan sekaligus menyiapkan
calon-calon pemimpin baik di level lokal maupun nasional. Rekrutmen politik
tidak saja menjamin kontinuitas dan kelestarian partai. Sekaligus merupakan salah
satu cara untuk menyeleksi calon-calon pemimpin.
Kaderisasi di organisasi manapun merupakan urat nadi bagi sebuah
organisasi. Kaderisasi adalah proses penyimpanan Sumber Daya Manusia (SDM) agar
kelak mereka menjadi para pemimpin yang mampu membangun peran dan fungsi
organisasi secara lebih baik. Dalam pengkaderan, ada dua persoalan yang
penting. Pertama, bagaimana usaha-usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk
peningkatan kemampuan baik keterampilan maupun pengetahuan. Kedua, adalah
kemampuan untuk menyediakan stok kader atau SDM organisasi, dan terutama
dikhususkan pada kaum muda. Ini merupakan bentuk pendidikan politik, dimana
selama ini peran tersebut terabaikan. Namun yang banyak terjadi sekarang ini
adalah proses seleksi yang serampangan tanpa kaedah-kaedah tertentu yang
dilakukan oleh partai politik, dapat dilihat bahwa parpol tidak menseleksi
secara ketat siapa-siapa yang akan dijadikan wakil rakyat nantinya. Para
pemimpin partai politik besar di Indonesia kerap berasal bukan dari kualifikasinya,
melainkan dari unsur “kebangsawanan” tertentu.
Hal inilah yang menjadikan dorongan bagi penulis untuk meneliti dan
mempelajari mekanisme seperti apa yang diterapkan oleh Partai Keadilan Sejahtra
untuk bisa bersaing dalam pemilu legislatif 2014, serta juga mencoba
mendeskripsikan masalah-masalah apa saja
yang dihadapi PKS di lapangan dalam merekrut orang-orang yang menjadi calon
legislatif di Pulau Bali yang mayoritas penduduknya beragama non muslim?
B.
Rumusan Masalah
Masalah ialah sesuatu hal yang
harus di pecahkan masalahnya sebagaimana menurut Andini dan Aditya bahwa
Masalah adalah suatu hal yang harus dipecahkan atau urusan yang harus
dikerjakan[10]
Dengan demikian dapat dimengerti
bahwa masalah adalah kesenjangan yang terjadi antara, seharusnya terjadi dengan
kenyataan yang terjadi untuk dicari jawabanya melalui penelitian.[11]
Dari latar belakang di atas, maka
dapat dirumuskan suatu masalah yaitu :
1.
Apa yang diterapkan oleh
Partai Keadilan Sejahtra untuk bisa bersaing dalam pemilu legislatif 2014?
2.
masalah-masalah apa saja yang dihadapi PKS di lapangan dalam
merekrut orang-orang yang menjadi calon legislatif di Pulau Bali yang mayoritas
penduduknya beragama non muslim?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan PKL ini di bagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.
Tujuan Umum
- Mengetahui pola rekrutmen dan setrategi pemilu legislatif 2014 partai keadilan sejahtra (PKS) di pulai Bali
- Meneliti dan menyelesakan dari permasalahan yang ada.
2.
Tujuan Khusus
Menyelesaikan laporan Praktek
Kuliah Lapangan (PKL)
D.
Manfaat
Penulisan
1.
Sebagai bahan
belajar bagi mahasiswa.
2.
Sebagai wacana
awal bagi penyusunan karya tulis selanjutnya.
3.
Sebagai
literatur untuk lebih memahami apa yang diterapkan oleh
Partai Keadilan Sejahtra untuk bisa bersaing dalam pemilu legislatif 2014 dan masalah-masalah apa saja yang dihadapi PKS di lapangan dalam
merekrut orang-orang yang menjadi calon legislatif di Pulau Bali yang mayoritas
penduduknya beragama non muslim.
E. Metode
Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini, metode yang digunakan adalah :
1.
Metode Wawancara
Metode
wawancara menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar adalah “Tanya jawab
lisan antara dua orang atau lebih secara langsung”[12]
sedangkan menurut Suharsini Arikunto, wawancara adalah “metode pengumpulan data
dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan
berdasarkan pada tujuan penelitian”.[13]
Dari kedua
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah metode Tanya jawab
antara pewawancara sebagai pengumpul data terhadap responden secara langsung
untuk memperoleh informasi atau keterangan yang diperlukan. Adapun wawancara
yang penulis gunakan adalah wawancara terpimpin yaitu Tanya jawab yang terarah
untuk mengumpulkan data-data yang relevan saja”.[14]
Jadi metode
wawancara digunakan penulis dalam penelitian ini merupakan metode pokok untuk
memperoleh data sekunder yang penulis peroleh melalui pimpinan DPW PKS Bali,
untuk mengetahui apa yang diterapkan oleh
Partai Keadilan Sejahtra untuk bisa bersaing dalam pemilu legislatif 2014 dan masalah-masalah apa saja yang dihadapi PKS di lapangan dalam
merekrut orang-orang yang menjadi calon legislatif di Pulau Bali yang mayoritas
penduduknya beragama non muslim.
2.
Metode Observasi
Observasi
adalah : “pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang
diteliti”.[15]
Dalam menggunakan metode ini, penulis menggunakan cara non partisipan yang
maksudnya adalah mengadakan pengamatan terhadap obyek penelitian didalam
melakukan aktifitasnya.
BAB II
LANDASAN
TEORI
A. Pengertian
Rekrutmen Partai Politik
Rekrutmen partai/politik
merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan
pemerintahan melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota
organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian, terutama
dalam rangkaian kehidupan proses sosialisasi dan partisipasi politik dalam
masyarakat.[16]
Berikut ini beberapa pengertian tentang rekruitmen politik yaitu sebagai
berikut:
Secara
sederhana, Mariam Budiarjo mendefenisikan rekuitmen politik sebagai seleksi
kepemimpinan, mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam
kegiatan politik.[17]
Ramlan
Surbakti, mengemukakan bahwa rekruitmen politik adalah seleksi dan pemilihan
atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk
melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah
pada khususnya.[18]
Rush dan
Althof, mendefenisikan rekruitmen politik sebagai proses individu yang menjamin
atau mendaftarkan diri untuk menduduki
suatu jabatan.[19]
Dari pengertian
tersebut, penulis berpendapat bahwa rekrutmen politik adalah proses penempatan
individu-individu pada suatu jabatan politik atau jabatan administratif melalui
seleksi politik yang diselanggarakan oleh lembaga politik, baik secara formal
seperti pemilihan umum maupun secara informal seperti penunjukan.[20]
1.
Prosedur Dalam Rekruitmen Partai Politik
Proses rekrutmen
elit politik pada dasarnya dilakukan melalui prosedur, pemilihan umum, ujian,
training formal, serta sistem giliran. Dalam proses ini Almond dan Powell
berusaha mengklasifikasikan prosedur rekrutmen elit politik kedalam 2 bentuk,
yaitu :
a)
Prosedur Tertutup
Suatu proses
rekrutmen yang ditentukan oleh elit partai, siapa saja yang akan
dicalonkan sebagai anggota legislatif
dan eksekutif.
b)
Prosedur Terbuka
Nama-nama calon
yang diajukan diumumkan secara terbuka dalam bentuk kompetisi murni.
Adapun manfaat yang diharapkan dari rekrutmen terbuka adalah:




Berdasarkan beberapa penjabaran tentang prosedur rekrutmen politik di atas,
maka sistem terbuka mencerminkan partai tersebut betul-betul demokratis dalam
menentukan syarat-syarat dan proses yang ditempuh dalam menjaring calon elit
politik. Sistem yang demokratis akan dapat mencerminkan elit politik yang
demokratis pula. Sedangkan mekanisme rekrutmen politik yang tertutup akan dapat
meminimalkan kompetisi di dalam tubuh partai politik yang bersangkutan, karena
proses yang ditempuh serba tertutup. Sehingga masyarakat kurang mengetahui
latar belakang elit politik yang dicalonkan partai tersebut.[22]
2.
Bentuk dan Pola Rekuitmen Partai Politik
Bentuk perekrutan politik yang paling tertua adalah penyortiran atau
penarikan undian. Cara ini dilakukan untuk mencegah dominasi jabatan dari
posisi-posisi berkuasa oleh orang atau kelompok individu tertentu. Bentuk ini
hamper sama dengan yang disebut rotasi yang bergilir. Selanjutnya terdapat dua
cara khusus dalam system perekrutan politik yaitu: seleksi pemilihan melalui
ujian khusus serta latihan.
Bentuk perekrutan yang lain adalah perebutan kekuasaan dengan jalan
menggunakan kekuasaan. Penggulingan rezim politik yang meliputi diantaranya revolusi,
intervensi militer dari luar, pembunuhan atau kerusuhan rakyat serta coup
detat. Salah satu bentuk lain lagi adalah Ko-opsi (co-option), yaitu
pemilihan anggota-anggota baru atau pemilihan seorang ke dalam suatu badan oleh
anggota-anggota yang telah ada.
Rekrutmen politik setiap partai politik memiliki pola rekrutmen yang
berbeda. Pola perekrutan anggota partai disesuaikan dengan sistem politik yang
dianutnya. Di Indonesia, perekrutan politik berlangsung melalui pemilu setelah
setiap calon peserta yang diusulkan oleh partainya diseleksi secara ketat oleh
suatu badan resmi. Seleksi ini dimulai dari seleksi administratif, penelitian
khusus (litsus) yaitu menyangkut kesetiaan pada ideologi negara. Dalam
perekrutan politik anggota kelompok yang direkrut adalah yang memiliki
suatu kemampuan atau bakat yang sangat dibutuhkan untuk suatu jabatan politik.
Setiap partai juga memiliki pola rekrutmen yang berbeda.[23]
Pola-pola rekrutmen politik juga merupakan indikator yang penting
untuk melihat pembangunan dan perubahan dalam sebuah masyarakat politik.
Pola-pola rekrutmen politik mengungkapkan peroses pergeseran ekonomi,
infrastruktur politik, serta derajat politisasi dan partisipasi politik
masyarakat. Hal ini sangat berguna untuk mengukur perbedaan-perbedaan dalam hal
pembangunan dan perubahan yang berlangsung dalam suatu masyarakat. Pembicaraan
mengenai rekrutmen politik mengharuskan kita memasuki sejumlah isu krusial yang
bukan saja berfungsi menjelaskan tetapi sekaligus mengizinkan untuk melakukan
sejumlah prediksi isu-isu krusial
tersebut menyangkut (1) basis legitimasi elit politik (2) rute yang ditempuh
kearah kekuasaan (3) keterwakilan elit politik
(4) hubungan antara rekrutmen politik dan perubahan politik (5) akibat-akibat
bagi masa depan politik.[24]
B.
Pengertian Setrategi Partai Politik
Menurut Peter
Schorder dalam bukunya yang berjudul Strategi Politik, Strategi politik itu
sendiri merupakan strategi atau tehnik yang digunakan untuk mewujudkan suatu
cita-cita politik. Strategi politik sangat penting untuk sebuah partai politik,
tanpa adanya strategi politik, perubahan jangka panjang sama sekali tidak akan
dapat diwujudkan. Perencanaan strategi suatu proses dan perubahan politik
merupakan analisis yang gamblang dari keadaan kekuasaan, sebuah gambaran yang
jelas mengenai tujuan akhir yang ingin dicapai dan juga segala kekuatan untuk
mencapai tujuan tersebut.[25]
1.
Strategi Pemilihan Umum
Bagi setiap
Partai Politik strategi dalam mengikuti atau memenangkan Pemilihan Umum adalah
sesuatu hal yang harus dimiliki dan ini juga merupakan bagian dari Grand
strategi Partai Politik, yaitu Strategi Politik. Sebuah bentuk strategi politik
yang khusus adalah strategi pemilihan umum, yang diutamakan disini adalah
memperoleh kekuasaan dan sebanyak mungkin pengaruh dengan cara memperoleh hasil
yang baik dalam pemilu, sehingga politik dapat diwujudkan dalam suatu perubahan
dalam masyarakat dapat tercapai.[26]
Dalam
masyarakat demokratis, pemilu yang demokratis dalam berbagai bentuk dan
kemungkinannya dilaksanakan sebelum seseorang dapat mengambil alih kekuasaan
dan mendapat kemungkinan untuk memiliki pengaruh. Oleh karena itu, pihak yang
bersangkutan harus memperoleh suara yang cukup dalam pasar pemilu agar ia dapat
memiliki pengaruh. Oleh sebab itu, pertempuran untuk memperoleh suara, pemilih
harus direncanakan dengan hati-hati dan untuk itu dibutuhkan apa yang disebut
dengan ’Strategi’.
Strategi pemilu
untuk memperoleh kekuasaan seringkali dipandang sebagai hal yang buruk, bahkan
oleh partai yang bersangkutan. Tetapi tanpa adanya kekuasaan ini bagi calon
atau partai terkait, konsep politik lain yang bukan merupakan konsep politik
merekalah yang akan diterapkan. Padahal konsep politik lain itu menurut
pandangan para politisi, suatu partai biasanya lebih buruk daripada konsep
mereka sendiri. Ada beberapa konsep strategi politik dalam upaya pemenangan
pemilu.[27]
C.
Pengertian Pemilu Legislatif
Pemilu
Legislatif, yakni untuk memilih para wakil rakyat (DPR, DPD, dan DPRD provinsi
dan kabupaten/kota).
D.
Pulau Bali
1.
Luas dan Letak Pulau Bali
Luas
Pulau Bali kurang lebih 5.632,86 km2, termasuk Pulau Nusa
Penida, Pulau Nusa Lembangan, dan Pulau Nusa
Cenengan. Provinsi Bali berdiri padatanggal 14 Agustus 1958, berdasar UU No.
84/1958. Pulau Bali beribukota di Denpasar. Pulau Bali disebut juga sebagai Pulau Dewata, karena konon menurut legenda
rakyat Bali dulunya Pulau Bali dan Pulau Jawa merupakan satu daratan. Menurut legenda tersebut, terjadinya Pulau Bali
karena goresan ujung tongkat Brahmana suci yang bernama Sidhi
Marta, yang menyebabkan tanah terbelah dan menganga, sehingga air laut pun
mengalir ke dalamnya, sehingga terjadilah selat yang memisahkan antara Pulau Bali dengan Pulau Jawa.
Batas-batas Pulau Bali adalah sebagai berikut :
Batas
Utara : Laut Jawa
Batas
Timur : Selat Lombok
Batas
Selatan : Samudra Hindia
Batas
Barat : Selat Bali
Pulau
Bali merupakan tempat yang setrategis. Letak Pulau Bali secara Geografis,
Astronomis, Klimatologis, Maritim, dan Ekonomis adalah sebagai berikut :
a)
Letak Geografis
Pulau Bali terletak di antara Pulau Jawa
dan Pulau Nusa Tenggara. Pulau Bali juga dikelilingi oleh laut, sebelah
utara yaitu Laut Jawa, sebelahselatan yaitu Samudera Indonesia, sebelah
barat yaitu Selat Bali, dan sebelah timur
adalah Selat Lombok. Kedaan seperti ini membuat Pulau Bali
menjadi letak yang strategis.
b)
Letak Astronomi
Secara astronomis, Pulau Bali terletak di antara 8,30
– 8,50 LS dan 114,210-115,430 BT, yang
membujur sepanjang Gilimanuk sampai Padang Buy yang panjangnya 145 km dari
barat ke timur. Dan dari Singaraja sampai Nusa Dua terbentang sepanjang 90
km dari utara ke selatan.
c)
Letak Klimatologis
Pulau
Bali terletak di garis lintang 23,5 LU – 23,5 LS, yang mempunyai iklim tropis. Pulau
Bali memiliki curah hujan yang tinggi, mencapai 127 mm/bulan. Musim penghujan
di Bali berlangsung sekitar bulan April – Oktober.
d)
Letak Maritim
Pulau
Bali merupakan daerah kepulauan nusantara bagian tengah dan dikelilingi
oleh laut. Laut tersebut sangat penting bagi Pulau Bali, karena objek wisata di
Bali banyak yang berupa wisata bahari. Banyak penduduk Bali yang
menggantungkan hidupnya untuk mencari rezeki untuk kebutuhan sehari-hari
dari sektor pariwisata ini.
e)
Letak Ekonomis
Pulau
Bali merupakan tempat yang strategis karena diapit oleh lautan dan samudera, yaitu Selat Bali, Selat Lombok, Laut
Jawa, Laut Flores, dan Samudera Hindia. Hal ini membuat keadaan ekonomi di Bali
maju karena sebagai jalur perdangan lokal maupun internasional.
f)
Keadaan Alam dan Kependudukan
Keadaan
alam Pulau Bali memanjang dari barat ke timur yang dikelilingi oleh lautan. Tanah di bagian selatan sering
disebut tanah genting karena tanah tersebut memanjang dan sempit di
anatara laut, sehingga menyerupai ayam kecil. Pantai-pantai di Bali merupakan
dataran rendah yang sempit, kecuali bagian selatan. Pantai-pantai yang terkenal
antara lain : Pantai Sanur, Pantai Kuta, Bedugul, Tanjung Benoa, dan lain-lain.
BAB III
OBJEK KAJIAN
A.
Kondisi Obyektif Partai Keadilan Sejahtra (PKS)
di Pulau Bali
1.
Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtra
(PKS)
Partai Keadilan
Sejahtera atau yang lebih dikenal dengan PKS merupakan salah satu partai
politik di Indonesia. Partai politik ini pertama kali dibentuk pada tanggal 20
April 2002 yang bermula dari sebuah gerakan dakwah yang ada di kampus. Gerakan
ini dimulai dengan berdirinya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) sejak
tahun 1967 yang dipelopori oleh Muhammad Natsir. Pada era Orde Baru tahun 1985,
banyak tokoh Islam yang tidak setuju dengan asas Pancasila yang harus
diterapkan pada seluruh organisasi massa kala itu. Di saat itulah muncullah
Jamaah Tarbiyah yang telah merambah ke kampus-kampus. Selanjutnya didirikanlah
Lembaga Dakwah Kampus yang dibentuk olah para anggota dari Jamaah Tarbiyah.
Organisasi inilah kemudian membentuk unit-unit kegiatan mahasiswa. Selanjutnya
pada tahun 1986 terbentuklah Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK)
seiring dengan anggapan bahwa Lembaga Dakwah Kampus terkait dengan kelompok
Islam radikal seperti Darul Islam.[28]
Kemudian saat
mengadakan pertemuan FSLDK yang diselenggarakan di Malang pada tahun 1998,
tercetuslah sebuah deklarasi yang kemudian disebut sebagai deklarasi Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Organisasi ini muncul dengan mengusung
melawan reformasi dan rezim Soeharto yang dipimpin oleh Fahri Hamzah. KAMMI
kemudian berubah menjadi sebuah partai Islam sejalan dengan lengsernya
kekuasaan Soeharto pada 21 Mei 1998. Para tokoh KAMMI pun mulai mendirikan
sebuah partai yang bernama Partai Keadilan (PK). Kendati lahirnya PK erat
kaitannya dengan KAMMI, namun keduanya tidak memiliki hubungan secara formal.
Partai Keadilan kemudian secara resmi dideklarasikan pada tanggal 20 Juli 1998
di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Pendeklarasian ini bersamaan
dengan pengangkatan Nurmahmudi Ismail sebagai presiden PK yang pertama. Debut
PK dalam pemilihan umum (Pemilu) dilakukan pada Pemilu tahun 1999 dengan
perolehan suara sebesar 1,36%. Namun PK tidak mampu memenuhi ambang batas
parlemen sebesar 2% yang mengharuskan PK untuk berganti nama. Selanjutnya PK
berganti menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dipakai secara resmi
sejak tanggal 2 Juli 2003. PKS kemudian ikut serta dalam Pemilu 2004 dengan
mendapatkan suara sebanyak 7,34%. Dengan ini, PKS menempatkan wakilnya di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) sebanyak 45.[29]
PKS juga
berkembang dengan menaungi beberapa organisasi seperti Garda Keadilan, Gema
Keadilan, Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia (KAPMI), Yayasan Pemuda dan
Pelajar Asia Pasifik (YPPAP), Gugus Tugas Dakwah Sekolah (GTDS) serta beberapa
kelompok publik yang bergabung secara formal maupun tidak formal seperti
Serikat Pekerja Keadilan (SPK) Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia
(PPNSI), Central for Indonesian Reform (CIR), Pusat Advokasi Hukum dan Hak
Asasi Manusia (PAHAM), Institute for Economics Studies (INFES), Institute of
Students and Youth for Democracy (INSYD) dan Yayasan Pengembangan Sumber Daya
Pemuda (CYFIS). Dalam sistem perekrutan kader, PKS menerapkan dua pola utama
yakni pola rekrutmen individual (al-da'wah al-fardhiyyah) serta pinstitusional
(al-da'wah al'amma). Dalam pola pertama, calon kader akan didekati secara
personal dan kemudian diajak berpartisipasi dalam berbagai forum yang diadakan
PKS seperti usrah (keluarga), halaqah (kelompok studi), liqa (pertemuan
mingguan), rihlah (rekreasi), mukhayyam (perkemahan), daurah (pelatihan
intelektual) dan nadwah (seminar). Pola perekrutan seperti ini biasanya
dilakukan oleh gerakan Islam yang ada di Mesir. Sedangkan dalam pola kedua, PKS
akan bergabung dengan beberapa organisasi untuk menarik para calon kader untuk
bergabung dengan partai. Sebagai anggota PKS diwajibkan untuk mengucapkan baiat
secara lengkap dengan membaca dua kalimat syahadat.[30]
Anggota PKS
tercatat tidak hanya dari Indonesia saja, melainkan juga datang dari negara
Timur Tengah lainnya, seperti Mesir dan Palestina dengan kader total sebanyak
7,000 orang yang tersebar di 22 negara di dunia. Pada Pemilu 2009 lalu PKS
telah berhasil meraup suara sebesar 8,204,946 atau sekitar 7,88%. Saat ini PKS
dipimpin oleh Anis Matta.
2.
Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtra
a)
Visi
Terwujudnya
Masyarakat madani yang adil, sejahtera, dan bermartabat
Masyarakat
Madani adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada:
nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan; menghormati
pluralitas; bersikap terbuka dan demokratis; dan bergotong-royong menjaga
kedaulatan Negara. Pengertian genuin dari masyarakat madani itu perlu dipadukan
dengan konteks masyarakat Indonesia di masa kini yang merealisasikan Ukhuwwah
Islamiyyah (ikatan keislaman), Ukhuwwah Wathaniyyah (ikatan kebangsaan) dan
Ukhuwwah Basyariyyah (ikatan kemanusiaan), dalam bingkai NKRI.[31]
Perjuangan
untuk mewujudkan masyarakat madani, baik secara struktural maupun kultural,
sebagai bagian dari dakwah dalam maknanya yang historik, positif dan obyektif
bagi umat Islam dalam bingkai NKRI adalah bagian dari upaya merealisasikan
tujuan didirikannya PK Sejahtera sebagaimana dicantumkan dalam Anggaran Dasar
PK Sejahtera. Masyarakat Madani sebagai warisan Sunnah Nabawiyah adalah
komunitas yang hadir melalui perjuangan yang dipimpin langsung Rasulullah Saw
dengan bingkai Piagam Madinah. Piagam Madinah diakui oleh para para pakar studi
Islam dari kalangan Muslim atau Non-Muslim sebagai konstitusi tertua di dunia
yang sangat modern dan menghadirkan fakta historis tentang pengelolaan negara
berbasiskan pada prinsip hukum, moral, dan gotong-royong menjaga kedaulatan
negara. Piagam itu juga menghormati pluralitas dan merealisasikan Ukhuwwah
Islamiyyah, Ukhuwwah Wathaniyyah dan Ukhuwwah Basyariyyah sekaligus.[32]
Sebagai basis
lain berdirinya Masyarakat Madani, Rasulullah telah menegaskan pentingnya
melaksanakan nilai-nilai fundamental yang disampaikan secara terbuka, ketika
pertama kali menginjakkan kaki di tanah Madinah sesudah hijrah dari kota
Mekkah. Nilai-nilai itu bisa disebut sebagai “Manifesto berdirinya Masyarakat
Madani” yang antara lain menetapkan: prinsip memanusiakan manusia dan
melibatkan mereka secara keseluruhan dalam risalah dakwah, apapun latar
belakangnya; ajakan untuk menyebarluaskan budaya hidup yang aman dan damai;
mengokohkan sikap solidaritas sosial dan menguatkan semangat silaturrahim;
serta mewujudkan manusia yang seutuhnya dengan menguatkan kedekatan kepada
Allah Swt. Aktualisasi nilai-nilai fundamental itu menjadi dasar kehidupan
bermasyarakat dan bernegara sangatlah positif, bahkan terbukti dalam sejarah
Indonesia telah berhasil menggelorakan semangat umat Islam untuk terlibat aktif
menghadirkan kebangkitan nasional dengan puncaknya Proklamasi Kemerdekaan NKRI
(1945) dan selanjutnya hadir gelombang Reformasi (1998).
Islam memang
telah masuk ke Indonesia secara damai sejak abad pertama Hijriyah, dan
berinteraksi secara dinamis, konstruktif dan positif dengan beragam realita
yang sudah ada di Nusantara, baik ideologi, kultural, sosial budaya, profesi
politik dan lainnya, dengan semangat agama dakwahnya yang Rahmatan Lil Alamiin,
jadilah Islam sebagai agama yang menyebar di Seluruh Nusantara bahkan menjadi
agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia pun telah
mencatat berdirinya beragam kerajaan-kerajaan Islam dan hadirnya budaya dan
tradisi ke-Islam-an yang tetap hidup dan bahkan menjadi kontribusi yang cerdas
sampai hari ini sekalipun.
Islamisasi
secara kultural seperti tersebut di atas juga mempunyai pijakan historiknya
dalam konteks Indonesia, seperti hadirnya wayang, batik, maupun ragam budaya
yang diwariskan oleh para Wali Songo. Ia adalah pengejawantahan kongkret dari
Syumuliyyatul Islam dan risalahnya yang Rahmatan Lil Alamin. Karenya agenda ini
tentu tidak dimaksudkan untuk menghadirkan konflik budaya apalagi pembenaran
terhadap stigma Islam yang dihubungkan dengan ke-Arab-an apalagi terorisme.
Sementara itu
Islamisasi secara struktural dilakukan melalui jalur politik. Islam memang
tidak dapat dipisahkan dari politik sebagai bentuk dari pengamalan Syuro, serta
Amar Ma’ruf Nahi Munkar, memperjuangkan keadilan, mengkoreksi kezhaliman dan
mendakwahkan amal sholeh. Politik berguna untuk mendekatkan perjuangan kaum
Muslimin dalam menjalankan kehidupan serta mendakwahkan kebudayaannya serta
solusi-solusi kreatif yang dimilikinya agar mereka dapat mewujudkan nilai-nilai
Islami itu sesudah pada tingkat kehidupan individual, keluarga, agar ajaran
agama dapat terwujud juga pada lingkungan masyarakat, organisasi bahkan pada
penyelenggaraan kehidupan bernegara. Baik melalui aktifitas kontrol, maupun
Legislasi dengan membuat undang-undang, peraturan pemerintah maupun kebijakan
publik lainnya. Dalam konteks ini maka pilihannya bukan negara Islam yang
menerapkan Syariah atau negara sekuler yang menolak Syariah, tapi yang kita inginkan
adalah negara Indonesia yang merealisasikan ajaran agama yang menghadirkan
nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan universal, melalui perjuangan
konstitusional dan demokratis, agar dapat hadirlah Masyarakat Madani yang
dicitakan itu.
Memisahkan umat
Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia dari keterlibatan dalam
kehidupan berpolitik dan bernegara adalah hal yang mustahil dan absurd bahkan
ahistoric, bahkan tidak sesuai dengan prinsip dasar berdemokrasi konstitusional
seperti yang tertera di dalam UUD NRI 1945. Karenanya wajar saja bila pada masa
awal pembentukan NKRI ini, Bung Karno telah dengan tegas mempersilahkan umat
Islam untuk memperjuangkan ideologi dan aspirasinya melalui lembaga Parlemen.
Dan umat pun memang telah dan akan terus secara
rasional-objektif-konstitusional berjuang melalui jalur politik sehingga dapat
turut serta menghadirkan kemerdekaan Republik Indonesia, menggagalkan kudeta
PKI yang akan menggantikan ideologi negara dengan Komunisme, dan kemudian turut
menghadirkan era Reformasi dan lain-lain.
Agar Masyarakat
Madani dapat diwujudkan, dan karenanya umat pun dapat melaksanakan ajaran agama
dan menghadirkan Syariah Islam yang Rahmatan Lil Alamin, sangat penting untuk
merujuk pada faktor-faktor utama yang dulu menjadi pilar kokoh dan telah sukses
menghadirkan Masyarakat Madani seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
yang secara positif dan konstruktif menerima dan menghormati asas pluralitas
baik karena faktor suku, agama, asal-usul maupun profesi untuk disinergikan bagi
hadirnya masyarakat yang saling menghormati, saling menguatkan, gotongroyong
dan bersatu padu bela kedaulatan negara, menegakkan hukum, menjunjung
moralitas, menghadirkan masyarakat yang dinamis dan bersemangat untuk
ber-silaturrahim dan ber-ta’awun untuk mewujudkan Ukhuwwah Islamiyyah, Ukhuwwah
Wathaniyyah dan Ukhuwwah Basyariyyah, kemudian mengaktualisasikannya dalam
konteks Keindonesiaan kontemporer dengan segala peluang dan tantangannya.
Karenanya perjuangan Islamisasi secara struktural tetap harus menghadirkan
alternatif solusi yang lebih baik dan sikap adil dan bijaksana terhadap
non-Muslim maupun yang berbeda latar organisasi politik dengan PK Sejahtera,
serta mengacu pada prinsip konstitusional, proporsional dan demokratis, agar
hadirlah hasil perjuangan yang betul-betul dapat merealisasikan cita-cita
berdirinya NKRI dan hadirnya era Reformasi.
PK Sejahtera
sebagai Partai Dakwah akan berjuang secara konstitusional, baik dalam lingkup
kultural maupun struktural, dengan memaksimalkan peran berpolitiknya demi
terwujudnya Masyarakat Madani dalam bingkai NKRI. Caranya, dengan mempercepat
realisasi target PK Sejahtera dari “partai kader” menjadi “partai kader
berbasis massa yang kokoh”, agar dapat memberdayakan komponen mayoritas bangsa
Indonesia, yaitu kalangan perempuan, generasi muda, petani, buruh, nelayan dan
pedagang. Melalui musyarakah (partisipasi politik) yang aktif seperti itu akan
hadir pemimpin negeri serta wakil rakyat yang betul-betul bersih, peduli dan
profesional, sehingga bangsa dan rakyat Indonesia dapat menikmati karunia Allah
berwujud NKRI yang maju dan makmur. Partisipasi politik secara sinergis dapat
merealisasikan tugas ibadah, fungsi khalifah dan memakmurkan kehidupan,
sehingga tampil kekuatan baru untuk membangun Indonesia menjadi negeri yang
relijius, sejahtera, aman, adil, berdaulat dan bermartabat.
Adil adalah kondisi
dimana entitas dan kualitas kehidupan baik pembangunan politik, ekonomi, hukum,
dan sosial-budaya ditempatkan secara proporsional dalam ukuran yang pas dan
seimbang, tidak melewati batas. Itulah sikap moderat, suatu keseimbangan yang
terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem: mengurangi dan melebihi (ifrath dan
tafrith).
Islam memandang
nilai keadilan dan HAM melekat dengan penciptaan manusia. Keadilan adalah nilai
yang bersifat intrinsik, baik dalam struktur ataupun perilaku manusia. Tuhan Yang
Mahakuasa menciptakan manusia dalam keadaan adil dan seimbang. Semenetara itu,
Islam ditegaskan sebagai agama fitrah kemanusiaan. Situasi-situasi psikis dan
sosiologis manusia, sesuai dengan fitrahnya, memerlukan nilai-nilai keadilan.
Sebab, dengan tegaknya keadilan di tengah-tengah situasi kemanusiaannya, setiap
individu dapat memerankan dirinya sebagai makhluk moral yang merdeka dalam
memilih dan berkehendak. Selain itu, keadilan menjadi tonggak utama bangunan
masyarakat, apapun agama dan keyakinan yang mereka anut.
Wujud konkret
nilai-nilai keadilan pada dalam aspek kemanusiaan adalah sikap
"pertengahan" yang telah menjadi salah satu kekhususan umat Islam dan
telah menjadi karakteristik metodologi Islam dalam menyelesaikan berbagai
persoalan hidup. Para cendekiawan muslim melukiskan sikap itu dengan istilah
moderasi, suatu keseimbangan yang terhindar dari jebakan dua kutub ekstrem.
Keseimbangan hidup merupakan buah dari kemampuan seseorang dalam memenuhi
tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasad). Itulah
pangkal kesejahteraan dalam maknanya yang sejati. Kesejahteraan paripurna akan
melahirkan kebahagiaan hakiki. Itu sebabnya keseimbangan yang sempurna di
antara kualitas-kualitas moral yang tampak bertentangan hanya mungkin diwujudkan
dengan keadilan, sesuai dengan makna asasi keadilan ('adalah) yang berasal dari
akar yang sama dengan kata keseimbangan (i`tidal). Oleh sebab itu, para ulama
menegaskan nilai keadilan sebagai kebaikan yang paling sempurna.
Posisi keadilan
dalam kehidupan manusia dan alam semesta amat fundamental. Sebuah hadits Nabi
Saw menyebutkan: ”Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil itu kelak di sisi
Allah Swt berada di atas mimbar-mimbar cahaya. Yaitu, mereka yang bertindak
adil dalam pemerintahan, terhadap keluarga, dan terhadap bawahan mereka.”
Konsekuensinya, setiap ketidakadilan dan kezaliman harus dipandang sebagai
tindakan dosa dan kejahatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Kezaliman itu
kegelapan, sedangkan keadilan itu cahaya. Maka, kewajiban menegakkan keadilan
dan menumbangkan segala bentuk kezaliman, penindasan, sikap berlebih-lebihan,
merugikan orang lain, kebencian, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan harus
menjadi bagian dari ideologi Islam. Semangat ini harus mewarnai setiap aksi dan
menjadi pola perjuangan otentik manusia sepanjang sejarahnya. Manusia, baik
secara individual maupun kolektif, bertanggungjawab menegakkan keadilan dalam
seluruh dimensi kehidupan.
Sejahtera secara standar
berarti aman dan makmur. Aman adalah situasi kemanusiaan yang terbebas dari
rasa takut, secara psikis sejahtera, sedangkan makmur adalah situasi
kemanusiaan yang terbebas dari rasa lapar, secara fisik sejahtera. Firman Allah
Swt menegaskan, “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah
negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah
ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat
Allah; karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat."[33]
Sejahtera
mengarahkan pembangunan pada pemenuhan kebutuhan lahir dan batin, agar manusia
dapat memfungsikan dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah. Kesejahteraan
tidak mencerminkan jumlah alat pemenuhan kebutuhan, tetapi keseimbangan antara
kebutuhan dan sumber pemenuhannya. Kesejahteraan dalam artinya yang sejati
adalah keseimbangan hidup yang merupakan buah dari kemampuan seseorang memenuhi
tuntutan-tuntutan dasar seluruh dimensi dirinya (ruh, akal, dan jasad).
Kesejahteraan seperti itu yang akan melahirkan kebahagiaan hakiki bagi bangsa
Indonesia.
Kesejahteraan
menuntut pengelolaan ekonomi berbasis sektor riil yang menitikberatkan pada
kesempatan berusaha di sektor riil bukan semata sektor finansial. Prinsip itu
menyetarakan peran kapital (modal) dan usaha (buruh) serta berbasis ekonomi
pasar yang memberi kesempatan berkompetisi secara adil. Ekonomi berkeadilan
yang mencitakan kesejahteraan untuk semua warga akan terlepas dari penyimpangan
moral (moral hazard) akibat tindak kezaliman terhadap sesama manusia maupun
tindakan eksploitatif yang merusak alam. Hanya dengan sistem perekonomian yang
berkeadilan terwujudnya pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
development) yang menjamin kesetaraan sosial (social equity), kelestarian
lingkungan (environmental prudence), dan efisiensi ekonomi (economic
efficiency). Semua itu tidak lain merupakan cita-cita bersama umat manusia
sedunia (Our Common Future, World Comittee for Environment and Development,
United Nation, 1987).
Ekonomi yang
maju ialah kondisi yang dibangun di atas kesadaran adanya misi peradaban untuk
kesejahteraan manusia. Dalam konteks ini, keterpeliharaan moralitas manusia,
baik secara individual maupun kolektif, keseimbangan kemajuan ekonomi,
kemandirian, kesatuan ekonomi nasional, dan kelestarian alam semesta menjadi
patokan utama pembangunan bangsa. Oleh karena itu, di tengah dinamika meraih
kemajuan ekonomi, maka penyimpangan etika, perilaku eksploitatif,
konsumtivisme, dan hedonistik-materialistik harus dapat diminimalisasi. Karena,
pembangunan ditujukan bukan untuk kemajuan materi saja, melainkan juga demi
tetap terpeliharanya sifat asasi dan martabat seluruh manusia. Pada titik itu,
kemajuan ekonomi harus benar-benar dapat dinikmati oleh seluruh komponen bangsa,
bahkan umat manusia, secara adil.
Atas dasar itu
perlu ditegakkan prinsip penyatuan moralitas dan etik dalam seluruh aktivitas
ekonomi guna meminimalisasi, bahkan menghilangkan, berbagai bentuk kezaliman.
Memprioritaskan kepentingan umum dan kemaslahatan bersama harus dilakukan di
atas keuntungan pribadi dan kelompok, guna menjamin hak-hak ekonomi semua pihak
dan menghindari dominasi satu pihak terhadap pihak lain. Pengutamaan ini harus
menjadi kebijakan yang dipatuhi bersama.
Bermartabat menuntut bangsa
Indonesia untuk menempatkan dirinya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang mampu menampilkan dirinya, baik
dalam aspek sosial, politik, ekonomi, maupun budaya secara elegan sehingga
memunculkan penghormatan dan kekaguman dari bangsa lain. Martabat muncul dari
akhlak dan budi pekerti yang baik, mentalitas, etos kerja dan akhirnya bermuara
pada produktivitas dan kreativitas. Kreativitas bangsa yang tinggi dapat
mewujud dalam karya-karya adiluhung dalam berbagai bidang yang tak ternilai.
Dari sana muncul rasa bangga pada diri sendiri dan penghormatan dari bangsa
lain. Martabat memunculkan rasa percaya diri yang memungkinkan kita berdiri
sama tegak, dan tidak didikte oleh bangsa lain.
Untuk itu semua
warga negara dapat mengambil peran dalam membangun negara sehingga menjadi
masyarakat madani berdaya dan berkeadilan, masyarakat yang tidak mudah
dipatronisasi oleh kekuatan manapun. Sebab, kehidupan sosial manusia di muka
bumi akan lebih tertata dengan sistem sosial yang berkeadilan walau masih
disertai suatu perbuatan dosa, daripada dengan sistem tirani yang zalim.
Kewajiban individu untuk menegakkan keadilan harus dipandang sebagai prosedur
regulatif bagi tindakan sosial dan etik, sehingga akhirnya menghasilkan keadilan
sosial yang efek kebaikannya akan dirasakan bersama.
Substansi
keadilan sosial ialah terciptanya suatu masyarakat yang di dalamnya tidak ada
lagi pihak yang dinafikan kebutuhan dasarnya. Setiap individu mendapat hak-hak
sosialnya secara penuh dan utuh, memperoleh jaminan sosial secara proporsional,
serta manfaat dari sumber-sumber daya alam dan kekayaan negara dapat dinikmati
oleh semua elemen masyarakat. Dalam waktu yang sama ia harus melaksanakan
segala sesuatu yang menjadi tanggungjawab sosialnya dalam rangka merealisasikan
keadilan menyeluruh dalam kehidupan. Hak-hak ini merangkumi semua hak-hak
individual dan sosial manusia Indonesia yang bermartabat.
Tegaknya
keadilan sosial akan mewujudkan masyarakat yang egaliter dan menghargai orang
berdasarkan keutamaan dan prestasinya, bukan pada etnisitas, entitas,
keturunan, dan faktor bawaan lainnya. Oleh sebab pluralitas kebudayaan
merupakan realitas yang melekat dalam sebuah bangsa, masyarakat, atau
komunitas, maka perlu kearifan dalam memandang dan menyikapnya. Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk berlaku adil kepada setiap komunitas atau
bangsa dengan cara menghargai kebudayaannya.
Dalam konteks
Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, maka secara budaya dan agama,
Islam dapat tampil memberikan model masyarakat yang bisa mempertemukan
nilai-nilai keislaman dengan pluralitas budaya lokal dan sekaligus aspirasi
kemodernan dalam sebuah rumah besar bernama Indonesia. Hal itu mensyaratkan
pandangan keagamaan yang lebih menekankan aspek substansial yang universal
daripada simbolik, dan tumbuhnya sikap saling menghargai serta kearifan di
kalangan masyarakat. Dalam kerangka itulah kita memandang dan menyikapi
pluralitas kebudayaan hingga pada akhirnya dapat memperkaya kebudayaan nasional
menjadi satu sistem yang indah, efektif, dan saling bersinergi. Pluralitas
sebagai karunia Tuhan, baik itu terkait dengan ras, budaya maupun profesi,
seharusnya dilihat sebagai suatu kekayaan yang patut dikelola dengan penuh
keadilan bagi bangsa yang bermartabat.
Semua itu
adalah kondisi yang kita citakan sekaligus, kondisi kehidupan berdakwah yang
diharapkan, yang bermuara pada terjaminnya manusia dalam memenuhi lima
kebutuhan primer hidupnya, yakni perlindungan atas: agama, jiwa, akal, harta
dan keturunan. Itulah masyarakat Indonesia yang relijius, masyarakat madani,
yang seluruh komponennya bekerja sama dalam kebaikan, tolong-menolong dalam
mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan keimanan. Masyarakat yang adil,
sejahtera dan bermartabat, yang melindungi warganya, mewujudkan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut menjaga ketertiban dunia. Suatu
masyarakat dan bangsa yang dapat berdampingan sejajar dengan bangsa-bangsa lain
di dunia, masyarakat dengan budaya khas takwa. Indonesia yang kita citakan adalah
masyarakat yang hidup penuh dengan kasih-sayang, yang muda menghormati yang
tua, yang tua menghargai yang muda, laki-laki bahu membahu dengan perempuan,
dalam pluralitas kebudayaan.
Masyarakat
madani merupakan model masyarakat berkeadilan, tatkala keragaman menjadi sumber
dinamika bangsa. Para kritikus kreatif-konstruktif memenuhi parlemen, kaum
profesional mengisi kabinet, dan orang-orang bijak yang pemberani menjaga
benteng peradilan. Para pengusaha menjadi berkah bagi negara dan rakyat,
demikian pula para ulama, cendekiawan dan budayawan berdiri di garda depan
peradaban bangsa. Prajurit dan perwira TNI dan Polri menjadi pengawal negara
dan penjaga keamanan yang profesional, sebuah kekuatan yang menyebarkan rasa
aman di hati rakyat tanpa harus kehilangan hak-hak politik yang wajar sebagai
warga negara. Kalangan perempuan menjadi saudara kaum lelaki, yang mempunyai
hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan fitrahnya, dan bekerjasama secara
setara bagi kemajuan bangsa. Kaum muda mempunyai peran strategis sebagai
pelopor peradaban untuk perbaikan. Setiap kelompok mengembangkan budaya
demokrasi produktif, berinteraksi secara positif dengan semangat kebersamaan
dalam kerangka persatuan dan kesatuan bangsa.
Kami mencitakan
Indonesia menjadi negara kuat yang membawa misi rahmat keadilan bagi segenap
umat manusia, agar bangsanya menjadi kontributor peradaban manusia dan buminya
menjelma menjadi taman kehidupan yang tenteram dan damai.
b)
Misi
Misi yang diemban
Partai Keadilan Sejahtera
1)
Mempelopori reformasi sistem politik,
pemerintahan dan birokrasi, peradilan, dan militer untuk berkomitmen terhadap
penguatan demokrasi. Mendorong penyelenggaraan sistem ketatanegaraan yang
sesuai dengan fungsi dan wewenang setiap lembaga agar terjadi proses saling
mengawasi. Menumbuhkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai kemampuan
membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara, yang memiliki keunggulan moral, kepribadian,
dan intelektualitas. Melanjutkan reformasi birokrasi dan lembaga peradilan
dengan memperbaiki sistem rekrutmen dan pemberian sanksi-penghargaan, serta
penataan jumlah pegawai negeri dan memfokuskannya pada posisi fungsional, untuk
membangun birokrasi yang bersih, kredibel, dan efisien. Penegakan hukum yang
diawali dengan membersihkan aparat penegaknya dari perilaku bermasalah dan
koruptif. Mewujudkan kemandirian dan pemberdayaan industri pertahanan nasional.
Mengembangkan otonomi daerah yang terkendali serta berorientasi pada semangat
keadilan dan proporsionalitas melalui musyawarah dalam lembaga-lembaga
kenegaraan di tingkat pusat, provinsi dan daerah. Menegaskan kembali sikap
bebas dan aktif dalam mengupayakan stabilitas kawasan dan perdamaian dunia
berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, saling menguntungkan, dan
penghormatan terhadap martabat kemanusiaan. Menggalang solidaritas dunia demi
mendukung bangsa-bangsa yang tertindas dalam merebut kemerdekaannya.
2)
Mengentaskan kemiskinan, mengurangi
pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui strategi
pemerataan pendapatan, pertumbuhan bernilai tambah tinggi, dan pembangunan
berkelanjutan, yang dilaksanakan melalui langkah-langkah utama berupa
pelipatgandaan produktifitas sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan; peningkatan
dayasaing industri nasional dengan pendalaman struktur & upgrading
kemampuan teknologi; dan pembangunan sektor-sektor yang menjadi sumber
pertumbuhan baru berbasis resources & knowledge. Semua itu dilaksanakan di
atas landasan (filosofi) ekonomi egaliter yang akan menjamin kesetaraan atau
valuasi yang sederajat antara (pemilik) modal dan (pelaku) usaha, dan menjamin
pembatasan tindakan spekulasi, monopoli, dan segala bentuk kriminalitas ekonomi
yang dilakukan oleh penguasa modal dan sumber-sumber ekonomi lain untuk
menjamin terciptanya kesetaraan bagi seluruh pelaku usaha.
3)
Menuju pendidikan yang berkeadilan dengan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
Membangun sistem pendidikan nasional yang terpadu, komprehensif dan bermutu
untuk menumbuhkan SDM yang berdaya saing tinggi serta guru yang professional
dan sejahtera. Menuju sehat paripurna untuk semua kelompok warga, dengan visi
sehat badan, mental spiritual, dan sosial sehingga dapat beribadah kepada Allah
SWT untuk membangun bangsa dan negara; dengan cara mengoptimalkan anggaran
kesehatan dan seluruh potensi untuk mendukung pelayanan kesehatan berkualitas.
Mengembangkan seni dan budaya yang bersifat etis dan relijius sebagai faktor
penentu dalam membentuk karakter bangsa yang tangguh, disiplin kuat, etos kerja
kokoh, serta daya inovasi dan kreativitas tinggi. Terciptanya masyarakat
sejahtera, melalui pemberdayaan masyarakat yang dapat mewadahi dan membantu
proses pembangunan berkelanjutan.
PK Sejahtera
meyakini bahwa pembangunan merupakan hak sekaligus kewajiban masyarakat, bukan
hanya negara. Karenanya pemberdayaan masyarakat, baik dalam aspek politis
maupun ekonomis, akan mengantarkan rakyat pada posisi sejajar sebagai mitra
pemerintah, yang duduk satu meja bersama-sama untuk mencapai situasi saling
menguntungkan. PK Sejahtera memandang partisipasi total masyarakat madani,
pengusaha, pemerintah serta kerjasama internasional, yang merupakan lintas
komponen dan aktor, adalah sebuah keniscayaan dalam mengelola pembangunan. Semua
itu dilaksanakan dalam kerangka yang bersifat integral, global dan universal
menuju keadilan dan kesejahteraan.
Sektor swasta
adalah operator pembangunan utama, sementara pemerintah mengambil peran
regulasi. Berbagai kekurangan di antara kedua sektor itu ditutupi oleh peran
sektor ketiga, kelompok masyarakat madani yang berbasis kompetensi. Ketiga
komponen negara ini adalah actor pembangunan nasional yang mesti bekerjasama
secara egaliter tanpa ada upaya saling mendominasi.
Dalam bingkai egalitarianisme,
pemerintah sedapat mungkin mengambil fungsi minimalis menjadi fasilitator dan
dinamisator melalui berbagai regulasi strategis. Pemerintah yang berkuasa
sebagai entitas politik adalah produk dari amanat rakyat, karena itu tidak
boleh menciderai amanat untuk melayani semua warga dari manapun afiliasi
sosial-politiknya. Agar roda pembangunan yang digerakkan rakyat (sektor swasta
dan sektor ketiga) dapat terlaksana dengan baik, maka pemerintah menyusun
regulasi melalui seperangkat peraturan perundangan yang non-diskriminatif.
Berbagai upaya, program dan kebijakan pemerintah secara prinsip adalah cerminan
dari platform partai yang memenangkan Pemilu secara demokratis.[34]
Sebagai wujud
dari rasa tanggung-jawab politik PK Sejahtera bagi kehidupan bangsa dan negara,
untuk turut serta berperan aktif sebagai bagian dari penyelesaian masalah
bangsa, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang adil, sejahtera dan bermartabat,
sebagaimana yang dicitakan PK Sejahtera, maka disusunlah Platform Kebijakan
Pembangunan PK Sejahtera sebagai arah dan pedoman perjuangan bagi kader dan
sekaligus komitmen politik partai. Komitmen politik ini adalah konsepsi
kebijakan pembangunan yang akan diperjuangkan PK Sejahtera. Dengan demikian
menjadi jelas posisi Platform Kebijakan Pembangunan PK Sejahtera ini dengan
peran sektor pemerintah dalam pembangunan melalui berbagai regulasi yang
digulirkannya. Platform ini terdiri dari tiga bidang besar, yakni politik,
perekonomian dan sosial-budaya yang saling terkait satu sama lain.[35]
B.
Pola Rekrutmen PKS di Pulau Bali
Pola rekrutmen
yang di lakukan PKS di Pulau Bali tetap sama seperti yang dilakukan PKS di
pulau-pulau lain nya, hanya ada sedikit perbedaan. Perbedaan itu terletak pada
kader yang dicalonkan untuk wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD ataupun DPR
RI, kalau di pulau-pulau lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia yang di
calonkan adalah kader atau anggota yang beragama Islam, tapi di pulau bali
justru ada yang non Islam (Hindu).
Meskipun yang
di calonkan bukan kader yang beragama Islam tapi nilai-nilai Islam tetap di
terapkan, dengan landasan kader PKS harus bisa menjadi kader yang Rahmatan
lil Alamin.[36]
C.
Strategi Komunikasi Politik
PKS pada Pemilu Legislatif 2014
Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) merupakan partai yang mengklaim dirinya sebagai partai dakwah.
Pencitraan diri PKS sebagai partai dakwah merupakan bentuk perwujudan dari partai
yang berasaskan dan berideologikan Islam. Karena itu, maka strategi komunikasi politik PKS dalam
menghadapi pemilu legislatif 2014 adalah bercorak
dakwah.
Dilihat dari sisi proses, dakwah pada dasarnya merupakan usaha transformasi
sosial yang bergerak di antara keharusan ajaran dan kenyataan masyarakat yang
menjadi obyek utamanya. Karena itu, dakwah sejatinya dilakukan dengan
senantiasa mempertimbangkan aspek-aspek kultural, selain aspek ajaran yang
menjadi substansi informasi dalam proses tersebut. Dimensi politik, baik
menyangkut pesan maupun lingkungan di mana dakwah dijalankan, juga merupakan
bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan dakwah.[37] Pendekatan dakwah dalam strategi komunikasi politik PKS ini dapat dipahami
mengingat fungsi dakwah sebagai saluran akulturasi ajaran agama dalam tataran
kehidupan masyarakat, senantiasa bersentuhan dan bergumul dengan gerak
masyarakat yang mengitarinya.
Strategi
komunikasi politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam pemilu 2014 selain
berazaskan dakwah, juga
didasarkan pada hasil musyawarah nasional (munas) PKS tahun
2005. Hasil munas ini diperkuat dengan agenda ketiga dari hasil
musyawarah kerja nasional (mukernas) PKS di Bali tahun 2008 yang terkait
dengan Pemilu 2014. Dalam agenda ketiga
tersebut dikatakan bahwa PKS akan terus meneguhkan target perolehan
suara pada pemilu 2014 minimal 20
persen. Sedangkan target lainnya, secara nasional PKS harus bisa menempati
posisi tiga besar partai politik dalam pemilu 2014.
Guna mencapai tujuan jangka panjang dan menengah, partai politik
membutuhkan strategi yang bersifat jangka panjang maupun jangka menengah.
Begitu juga dengan PKS, mempunyai strategi jangka panjang dan menengah. Menurut
Firmanzah[38]
strategi partai dapat dibedakan dalam beberapa hal. Pertama, strategi yang terkait dengan penggalangan dan mobilisasi
massa dalam pembentukan opini publik ataupun selama periode pemilihan umum.
Strategi ini penting dilakukan untuk memenangkan perolehan suara yang mendukung
kemenangan suatu partai politik. Kedua,
strategi partai politik untuk berkoalisi dengan partai lain. Ketiga, strategi partai politik dalam
mengembangkan dan memberdayakan organisasi politik secara keseluruhan.
Strategi-strategi tersebut merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Kebijakan umum partai yang
telah ditetapkan pada munas PKS tahun 2005 kemudian di breakdown menjadi program-program tahunan. Program-program tahunan dalam satu periode ini bisa dianggap sebagai
strategi jangka panjang sebagaimana konsep yang dikemukakan oleh Firmanzah di
atas. Adapun program tahunan tersebut selanjutnya di bagi menjadi empat item
dalam satu periode: (1) Tahun konsolidasi partai; (2) Tahun pembinaan; (3)
Tahun perluasan jaringan dan penokohan; (4) Tahun pemenangan pemilu; (5) Tahun
evaluasi.
Kemudian menyikapi tahun keempat sebagai tahun pemenangan pemilu, PKS
membagi satu tahun ini menjadi empat tahapan aksi pemenangan pemilu. Empat
tahapan aksi dalam tahun pemenangan pemilu ini bisa dikatakan sebagai strategi
jangka pendek sebagai kelanjutan strategi jangka panjang partai dalam satu
periode kepengurusan. Adapun program-program dalam tahun pemenangan pemilu
adalah pertama, PKS mendengar, yaitu kader PKS
turun ke bawah dalam artian terjun langsung ke masyarakat untuk mendengar
aspirasi, apa yang dikeluhkan dan diinginkan oleh masyarakat.
PKS mendengar
ini merupakan sarana komunikasi partai dengan masyarakat atau konstituen
langsung dari rumah ke rumah atau disebut komunikasi door to door.
Kedua, PKS mengajak.
Karena PKS tidak mungkin menangani semua permasalahan dan tuntutan yang ada di
masyarakat, maka PKS mengajak orang-orang atau pihak-pihak yang bisa diajak
bekerja sama untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada di tengah
masyarakat. Ketiga, PKS berbicara.
Berbicara kepada masyarakat dengan berdasarkan platform partai sebagai tindak lanjut dari PKS mengajak. Keempat, PKS menang.
Artinya dari program-program yang telah dilakukan oleh kader PKS di
tengah-tengah masyarakat, maka diharapkan terwujudnya simpati masyarakat.
Bentuk dari simpati masyarakat inilah yang diharapkan membantu tercapainya
target PKS dalam memenangi pemilu 2014.
Dalam menjalankan empat tahapan aksi pemenangan pemilu tersebut di atas,
PKS menggunakan tiga strategi komunikasi politik. Pertama adalah komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi langsung kader PKS dengan
masyarakat dari rumah ke rumah atau istilah lainnya door to door. Kedua yaitu komunikasi publik, yang dilakukan
oleh calon legislatif (caleg) dengan warga masyarakat atau khalayak umum di tempat terbuka. Dan ketiga adalah komunikasi massa melalui
media dalam rangka membangun opini publik.
Strategi komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh para kader PKS
merupakan bentuk komunikasi langsung kepada masyarakat dengan cara door to door. Komunikasi interpersonal
merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau
lebih dalam sebuah kelompok kecil dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika.[39]
Adapun fungsi-fungsi komunikasi antarpribadi adalah fungsi
sosial dan fungsi pengambilan keputusan. Sebagai fungsi sosial, komunikasi
antarpribadi ini mencakup tiga aspek yaitu: Pertama, manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis dan psikologis; kedua, manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial; ketiga, manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan
timbal balik; keempat, manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat kualitas diri
sendiri.[40]
Dengan pendekatan komunikasi personal, kader-kader PKS bisa langsung
mengetahui respon balik dari masyarakat. Menurut Aubrey Fisher[41] umumnya
konseptualisasi tentang umpan balik adalah pesan balik yang disampaikan
penerima kepada sumber, respons penerima kepada pesan sumber yang semula. Umpan
balik, katanya, merupakan perbedaan antara komunikasi satu arah dan dua arah,
perbedaan yang akan terus dipandang tidak penting dalam memahami fenomena
komunikasi manusia. Keberhasilan komunikasi ini akan tercermin pada jenis-jenis
pesan atau respon nonverbal dari masyarakat. Komunikasi antarpribadi sangat
potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena dalam komunikasi
baik komunikator maupun komunikan dapat menggunakan kelima alat indera untuk
mempertinggi daya persuasif pesan yang disampaikannya.
Dalam konteks Indonesia dan khusunya PKS, komunikasi politik dalam bentuk
komunikasi interpersonal masih dianggap penting dan efektif. Hal ini berbeda
dengan beberapa kalangan Ilmuwan Komunikasi politik di dunia[42] yang
mengatakan adanya semacam kesepakatan bahwa dalam dua dekade terakhir ini
terdapat perubahan mendasar dalam cara-cara politik dikomunikasikan, khususnya
dalam campaign communication, di
negara-negara demokrasi maju. Stanyer (2003) menambahkan, salah satu
bentuk perubahan itu adalah ditinggalkannya kampanye dalam bentuk komunikasi
interpersonal langsung (direct-campaign)
dan digantikan dengan bentuk kampanye di media (mediated-campaign).
Strategi komunikasi politik yang kedua adalah komunikasi publik yang
dilakukan oleh caleg PKS dalam bentuk pidato kampanye di lapangan terbuka atau
dialog dengan masyarakat yang diikuti sekitar 200 sampai 300 orang. Bentuk
dialog ini bisa dikategorikan sebagai bentuk komunikasi publik atau penyebaran
informasi dari satu orang kepada banyak orang. Menurut Richard West dan Lynn H.
Turner[43] dalam
berbicara di depan publik, para pembicara biasanya memiliki tiga tujuan utama
dalam benak mereka: pertama, memberi
informasi; kedua, menghibur; dan ketiga, membujuk. Kegiatan para calon
anggota legislatif dari PKS ketika berdialog dengan warga yang jumlahnya
relatif banyak bertujuan untuk memberi informasi dan membujuk. Para caleg
memberi informasi tentang visi misi dan program-program partai kepada masyarakat
agar masyarakat mengenal dan selanjutnya bisa dibujuk atau dipersuasi agar pada
pemilu legislatif 2009 dengan kesadarannya mau memilih PKS.
Ketiga, strategi komunikasi politik pada masa kampanye oleh PKS adalah
membangun opini publik (pendapat umum) melalui media massa. Menurut Hafied
Cangara[44]
pendapat umum adalah gabungan pendapat perseorangan mengenai suatu isu yang
dapat memengaruhi orang lain, serta memungkinkan seseorang dapat mempengaruhi
pendapat-pendapat tersebut. Ini berarti pendapat umum hanya terbentuk kalau
menjadi pembicaraan umum, atau jika banyak orang penting (elite) mengemukakan
pendapat mereka tentang suatu isu sehingga bisa menimbulkan pro atau kontra
dikalangan masyarakat.
Media massa merupakan wahana komunikasi yang dapat menembus batas ruang dan
waktu. Bahkan Marshall McLuhan[45]
mengatakan bahwa media komunikasi modern ini memungkinkan jutaan orang di
seluruh dunia untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia.
Penggunaan media massa ini mampu menyampaikan dan mengenalkan visi-misi dan
program kepartaian PKS kepada masyarakat umum secara luas.
Penggunaan komunikasi massa oleh partai politik karena bentuk komunikasi
ini mempunyai fungsi persuasif. Menurut Joseph A. Devito[46] fungsi
persuasi dianggap sebagai fungsi paling penting dari komunikasi massa. Persuasi
bisa datang dalam berbagai bentuk; pertama,
mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; kedua, mengubah sikap, kepercayaan, atau
nilai seseorang; ketiga, menggerakkan
seseorang untuk melakukan sesuatu; dan keempat,
memperkenalkan etika, atau menawarkan sistem nilai tertentu. Fungsi
persuasif dari komunikasi massa tersebut diharapkan oleh PKS untuk dapat
mengukuhkan dan memperkuat sikap dan pandangan partai agar bisa mengubah sikap
masyarakat terhadap PKS untuk selanjutnya menggerakkan masyarakat umum memilih
PKS dalam pemilu 2009.
Proses komunikasi politik PKS yang diuraikan di atas selanjutnya dapat
dilihat dengan pendekatan Model Transaksi Simultan (Simultaneous transactions Model) dari Melvin L. DeFleur[47] dengan
karakternya yang nonlinear. Model ini menggambarkan sekurang-kurangnya tiga
faktor yang berpengaruh dalam proses komunikasi politik dari Partai Keadilan
Sejahtera (PKS). Pertama, faktor
lingkungan fisik (physical surroundings),
yakni lingkungan masyarakat di mana PKS berada, turut mempengaruhi terhadap
pola komunikasi itu berlangsung dengan menekankan pada aspek what dan how pesan-pesan komunikasi politik partai dipertukarkan. Kedua, faktor situasi sosio-kultural (sociocultural situations), yakni bahwa
proses komunikasi politik PKS merupakan bagian dari situasi sosial yang di
dalamnya terkandung makna kultural tertentu, sekaligus menjadi identitas dari
para pelaku komunikasi yang terlibat di dalamnya. Ketiga, faktor hubungan sosial (social
relationships), yakni bahwa status hubungan antar pelaku komunikasi, yakni
antara pengurus, kader, dan caleg PKS dengan masyarakat umum sangat
berpengaruh, baik terhadap isi pesan itu sendiri ataupun terhadap proses
bagaimana pesan-pesan itu dikirim dan diterima.[48]
BAB
IV
HASIL/ANALISA
Rekrutmen partai politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk kegiatan politik dan jabatan pemerintahan
melalui penampilan dalam media komunikasi, menjadi anggota organisasi,
mencalonkan diri untuk jabatan tertentu, pendidikan, dan ujian, terutama
dalam rangkaian kehidupan proses sosialisasi dan partisipasi politik dalam
masyarakat.
Berkaitan dengan rekrutmen partai politik,
Partai Keadilan Sejahtra (PKS) merupakan partai Islam yang melakukan
pengkaderan melalui dakwah-dakwah islamiah. Yang mana kader-kader ketika masuk
dalam anggota partai ada jenjang-jenjang pendidikan yang harus dilalui dan itu
merupakan proses pengkaderan yang baik dan ideal menurut penulis, yang akan
menghasilkan plitisi-politisi yang siap menjadi pemimpin rakyat dan benar-benar
mensuarakan aspirasi rakyat dan akan mengurangi yang namanya politik praktis
yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak di harapkan.
Walaupn d Pulau Bali mayoritas mesyarakatnya
beragama non muslim tetapi proses pengkaderan dan rekrutmen tetap dilakukan
sesuai dengan pola pengkaderan dalam PKS, dengan prinsippenerapan nilai-nilai
keislaman yang rahmatan lil alamin.
Plola rekrutmen yang baik akan mempengaruhi eksistensi
Paratai Keadilan Sejahtra (PKS) dalam pemili legislative dan untuk pemenangan
pemilu tidak terlepas dari yang namanya setrategi pemenangan. Ada beberapa
strategi yang dilakukan Partai Kwadilan Sejahtra (PKS) di Pulau Bali yang
merupakan stategi yang evektif menurut penulis, untuk pemenangan pemilu.
Diantara strategi yang digunakan adalah dengan mengajukan wakil rakyat dari
yang beragama non muslim apabila basil daerah pilihannya non muslim, dengan
prinsip nilai-nilai islam yang diterapkan yang pro dengan masyarakat dan
mewakili aspirasi rakyat, selain itu juga menggunakan sosialisasi di
pasar-pasar dengan tukar botol dengan sayuran, bakti social dan lain-lain.
Strategi dan pola rekrutmen diatas dianggap
sangat evektif menurut penulis, karena Paetai Keadilan Sejahtra (PKS) mampu
bersaing dan tetap eksis di Pulau Bali yang mayoritas penduduknya non muslim
sedangkan Partai Keadilan Sejahtra (PKS) adalah partai yang berideologi Islam
dan merupakan partai dakwah.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan yang penulis uraikan dari bab I-IV maka penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
Pola
rekrutmen yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtra (PKS) di Pulau Bali sama
seperti yang dilakukan di pulau-pulau lainnya yaitu dengan cara dakwah
islamiah, tetapi di Pulau Bali yang menjadi kader Partai Keadilan Sejahtra
(PKS) bukan hanya yang muslim tetapi juga yang non muslim dengan prinsip
penerapan nilai-nilai Islam.
Pola
pengkaderan Partai Keadilan Sejahtra (PKS) pun sudah tersusun rapih dari
sekolah menengah pertama dan atas ada yang namanya rohis yang terhimpun dalam
Forum Komunikasi Dakwah Pelajar, dan dalam kampus ada yang namanya lembaga
dakwah kampus itu semua adalah polo rekrutmen Partai Keadilan Sejahtra (PKS)
yang sudah tersusun secara sistematis.
Adapun program-program dalam tahun pemenangan pemilu adalah pertama, PKS mendengar, yaitu kader PKS
turun ke bawah dalam artian terjun langsung ke masyarakat untuk mendengar
aspirasi, apa yang dikeluhkan dan diinginkan oleh masyarakat.
PKS mendengar
ini merupakan sarana komunikasi partai dengan masyarakat atau konstituen
langsung dari rumah ke rumah atau disebut komunikasi door to door.
Kedua, PKS mengajak.
Karena PKS tidak mungkin menangani semua permasalahan dan tuntutan yang ada di
masyarakat, maka PKS mengajak orang-orang atau pihak-pihak yang bisa diajak
bekerja sama untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada di tengah
masyarakat. Ketiga, PKS berbicara.
Berbicara kepada masyarakat dengan berdasarkan platform partai sebagai tindak lanjut dari PKS mengajak. Keempat, PKS menang.
Artinya dari program-program yang telah dilakukan oleh kader PKS di
tengah-tengah masyarakat, maka diharapkan terwujudnya simpati masyarakat.
Bentuk dari simpati masyarakat inilah yang diharapkan membantu tercapainya
target PKS dalam memenangi pemilu 2014.
B.
Saran
1.
Saya
berharap dengan adanya tugas laporan PKL ini pembaca dapat lebih memahami mengenai pola
rekrutmen dan strategi pemilu legislative 2014 Partai Keadilan Sejahtra (PKS)
di Pulau Bali.
2. Apabila dalam pembuatan laporan ini
ada yang kurang berkenan Mohon kiranya kritik dan sarannya yang dapat membangun
pembuatan laporan berikutnya agar dapat lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Andini T, 2003, Nirmala dan Aditia, A Pertama, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
Masa Kini, Surabaya, Prima Media.
Almond, Gabriel A. dan Sidney Verba, 1990, Budaya
Politik Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara, Bumi Aksara.
Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi
Politik; Konsep, Teori, dan strategi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Danial, Akhmad, 2009, Iklan Politik
TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, Yogyakarta, LkiS.
Devito, Joseph A., 1997, Komunikasi Antara Manusia. (Edisi terjemahan oleh Agus Maulana), Profesional Books, Jakarta.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan
Terjemah, Diponegoro, CV Penerbit.
DeFleur, Melvin L., Patricia Kearney, Plax, Timothy, 1993, Fundamentals of Human Communication,
Mayfield Publishing Company, California.
Firmanzah, 2008, Marketing politik;
Antara Pemahaman dan Realitas, yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi, (Edisi terjemahan oleh Soejono Trimo),
Remadja Karya, Bandung.
Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar,
2001, Metode Penelitian Sosial, Jakarta, Bumi Aksara.
Koiruddin, 2004, Parpol dan
Agenda Transisi Demokrasi, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.
Liliweri, Alo, 1994, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Muhtadi, Asep Saiful, 2008, Komunikasi
politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca Orde Baru, Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Pawito, 2009, Komunikasi Politik: Media
Massa dan Kampanye Pemilihan, Yogyakarta, Kalasutra.
Putra Fadilah, 2002, Partai
Politik Dan Kebijakan Politik, Bandung, CV. Pustaka Setia.
Said Gatara & Dzulkiah Said, 2007, Sosiologi Politik (Konsep
dan Dinamika Perkembangan Kajian), Bandung, CV. Pustaka Setia.
Sendjaja, Sasa Djuarsa, 2004. Teori Komunikasi,
Pusat Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta.
Suharsini Arikunto, 1989, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Aksara.
West, Richard dan Lynn H. Turner, 2009, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Edisi terjemahan
oleh Maria Natalia Damayanti Maer), Penerbit Salemba Humanika, Jakarta.
http://ari-barata.blogspot.com/15/07/2014/strategi-politik.html
http://profil.merdeka.com/indonesia/p/partai-keadilan-sejahtera/13/062014
[1]Miriam Budiardjo, 2008, Dasar-Dasar Politik, Jakarta, Gramedia,
hlm. 405
[2]Ibid.
[4]Ibid.
[6]Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi
Politik; Konsep, Teori, dan strategi, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hlm. 42
[7]Koiruddin, 2004, Parpol dan Agenda Transisi Demokrasi,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 5
[10]Andini T, 2003, Nirmala dan Aditia, A
Pertama, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, Surabaya, Prima
Media, hlm. 263
[11]Ibid.
[12]Suharsini Arikunto, 1989, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis, Jakarta, Aksara, hlm. 107
[14]Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, 2001, Metode Penelitian
Sosial, Jakarta, Bumi Aksara, hlm. 26
[15]Suharsini Arikunto, Op. Cit., hlm. 54
[16]Said
Gatara & Dzulkiah Said, 2007, Sosiologi Politik (Konsep dan Dinamika
Perkembangan Kajian), Bandung, CV. Pustaka Setia, hlm.114
[18]Ibid.
[19]Said Gatara
& Dzulkiah Said, Op.Cit.,hlm.115
[20]Danial, Akhmad, 2009, Iklan Politik
TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, Yogyakarta, LkiS, Hlm.
76
[22]Ibid.
[24]Ibid.
[25]http://ari-barata.blogspot.com/15/07/2014/strategi-politik.html
[27]Ibid.
[28]http://profil.merdeka.com/indonesia/p/partai-keadilan-sejahtera/13/062014
[29]Ibid.
[30]Ibid.
[32]Ibid.
[33]Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Diponegoro, CV
Penerbit, hlm. 214
[36]Wawancara di DPW PKS Bali, 19-06-14 dengan ketua DPW PKS pulau Bali H.
Mujiono, S,Pd
[37]Muhtadi, Asep Saiful, 2008, Komunikasi
politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca Orde Baru, Remaja
Rosdakarya, Bandung. Hlm. 119
[39]Devito, Joseph A., 1997, Komunikasi Antara Manusia. (Edisi terjemahan oleh Agus Maulana), Profesional Books, Jakarta. Hlm. 4
[40]Liliweri, Alo, 1994, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung. Hlm. 23-27
[41]Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-teori
Komunikasi, (Edisi terjemahan oleh Soejono Trimo), Remadja Karya, Bandung. Hlm. 390
[42]Danial, Akhmad, 2009, Iklan Politik
TV: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, LkiS, Yogyakarta. Hlm. 35
[43]West, Richard
dan Lynn H. Turner, 2009, Pengantar Teori
Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Edisi terjemahan oleh Maria Natalia
Damayanti Maer), Penerbit Salemba Humanika, Jakarta. Hlm. 40
[44]Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi
Politik; Konsep, Teori, dan strategi, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hlm. 158
[47]DeFleur, Melvin L., Patricia Kearney, Plax, Timothy, 1993, Fundamentals of Human Communication,
Mayfield Publishing Company, California. Hlm. 21-25
0 komentar :