contoh proposal skripsi - kinerja aparatur pemerintah desa dalam memberikan pelayanan masyarakat.
18:19:00
By
Unknown
Politik
4
komentar
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan masyarakat
yang dinamis dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, pengetahuan dan
ketrampilan menuntut profesionalitas dari aparat pemerintahan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat. Aparatur pemerintah desa
merupakan alat pemerintah sebagai pelaksana pemerintah terendah. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya harus mampu menunjukkan kualitasnya sebagai
abdi masyarakat dan abdi Negara. Sebagai abdi masyarakat aparatur pemerintah
desa adalah wakil dari masyarakat. Dengan, fungsi gandanya tersebut diharapkan
aparatur pemerintah desa mampu mewakili masyarakat yang dipimpinnya.
Pemerintah Desa di bawah
pimpinan Kepala Desa memiliki tugas yaitu: 1) menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan secara efisien dan akuntabel, 2) melaksanakan
urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati. Dengan demikian Pemerintah
Desa menjalankan fungsi administrasi pemerintahan, pemberdayaan masyarakat,
pelayanan masyarakat, penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum,
pemeliharaan prasarana dan fasilitas umum, dan pembinaan lembaga masyarakat.
Namun demikian yang terjadi di tingkat pemerintahan terendah yaitu desa atau
kelurahan justru banyak terjadi kejadian-kejadian yang menyangkut rendahnya
pelayanan pemerintahan kepada masyarakat baik secara kualitas maupun kuantitas.
Masyarakat secara umum masih sering mengeluhkan para aparatur pemerintah desa
yang kurang pengertian pada kebutuhan warga. Untuk memperoleh pelayanan yang
sederhana saja masyarakat sering dihadapkan pada kesulitan, misalnya prosedur
yang berbelit-belit. Aparat pemerintah desa kurang merasa terpanggil untuk
meningkatkan efisiensi dan memperbaiki prosedur kerja.
Ada kecenderungan aparat
pemerintah desa mempertahankan status quo, sehingga menimbulkan persepsi
masyarakat bahwa berhubungan dengan pemerinta desa (birokrasi) berarti
berhadapan dengan proses yang berbelit-belit disamping itu prosedur yang sulit
ditumpangi oleh kepentingan pribadi dan dijadikan komoditas yang diperdagangkan
untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Gaya manajemen yang telah berorientasi
kepada tugas (Task Oriented) juga membawa pengaruh tidak terpacunya pegawai
kepada hasil dan kualitas pelayanan umum.[1]
Idealnya, aparatur Pemerintah Desa memberikan pelayanan pada masyarakat
sesuai kebutuhan masyarakat. Kenyataannya, aparatur Pemerintah Desa belum mampu
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dengan baik. Disamping karena kualitas
aparaturnya, juga karena tidak semua warga masyarakat mengetahui kebutuhan
dirinya sehingga masyarakat begitu saja percaya kepada aparat desa. Misalnya
dalam urusan pemenuhan kebutuhan pokok dan layanan yang bersifat administsratif
kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK), KTP, kelahiran, pernikahan, kematian.
Hal ini terjadi karena berbagai faktor, di antaranya adalah: pertama, masyarakat
sendiri tidak memiliki akses terhadap informasi, khususnya berkaitan dengan
peran dan fungsi Pemerintah Desa serta program-programnya. Kedua, masyarakat
merasa segan berhubungan dengan birokrasi pemerintahan karena image yang
muncul masih menempatkan Pemerintah Desa sebagai suatu institusi yang
birokratis prosedural.
Kurangnya pengetahuan warga masyarakat tentang peran dan fungsi
Pemerintah Desa, ketidaktahuan tentang program Pemerintah Desa, dan
ketidaktahuan tentang kebutuhan mereka berkaitan dengan Pemerintah telah
menjadikan warga masyarakat tidak memiliki cukup kontrol terhadap tugas-tugas
yang dijalankan oleh Pemerintah Desa. Hal ini tampak jelas ketika masyarakat di
desa Way Kerap Kecamatan Semaka Kabupaten Tanggamus dihadapkan pada kebutuhan
untuk memperoleh bantuan bagi korban Banjir Bandang dan Longsor pada 4 Oktober 2009 yang lalu. Setelah
pendataan jumlah korban dan besarnya jumlah rumah yang rusak berat, rusak sedang
dan rusak ringan, masyarakat merasakan adanya kebutuhan yang besar untuk
melengkapi dokumen-dokumen kependudukannya mulai dari KTP, KK, kartu kelahiran,
dan sebagainya. Warga yang ingin mendapatkan pelayanan ada yang dengan sukarela
atau terpaksa mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan pelayanan yang cepat
dan mudah. Hal ini dialami oleh masyarakat di Desa Waykerap untuk
mendapatkan dana rekonstruksi
(dakon) tahap I. Untuk pembuatan letter C, biaya pemberkasan, dan biaya IMB.
Kebutuhan masyarakat terhadap
dokumen kependudukan di atas membuat Pemerintah Desa harus melaksanakan
tugas-tugas kepemerintahan lebih berat daripada sebelumnya. Apalagi, di
internal masyarakat terjadi perbedaan persepsi dan kepentingan mengenai bantuan
berupa dana rekonstruksi (dakon) hingga memunculkan konflik horisontal
di masyarakat. Pemerintah Desa dinilai sebagai pihak yang seharusnya mampu
mencegah terjadinya konflik serta mampu mencegah terjadinya penyimpangan
administrasi yang berujung pada dakon yang salah sasaran. Kondisi ini
kemudian memunculkan pandangan kritis terhadap kinerja Pemerintah Desa dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah Desa dipandang kurang
aspiratif, kurang responsif, kurang akuntabel, dan pandangan negatif lainnya
yang berujung pada rendahnya kepercayaan masyarakat kepada aparatur Pemerintah
Desa. Sementara, masyarakat tidak mungkin menolak keharusan berhubungan dengan
Pemerintah Desa sebagai organisasi pemerintahan di tingkat paling bawah.
Kritikan masyarakat pada umumnya bermuara pada penilaian bahwa aparatur
Pemerintah Desa tidak mampu menjalankan tugas dengan baik. Sikap kritis
masyarakat ini semakin kuat seiring dengan munculnya kecurigaan, kecemburuan
sosial, konflik horisontal, dan protes masyarakat terhadap ketidakadilan dalam pembagian
dakon. Upaya untuk mengendalikan konflik berkaitan dengan pembagian dakon
ini telah dilakukan dengan upaya-upaya hukum maupun rekonsiliasi antar warga.
Berbagai persoalan di atas sedikit banyak telah mempengaruhi masyarakat untuk
menuntut pemerintah agar menciptakan pemerintahan yang baik (good government)
agar aparatur pemerintah desa dapat menjalankan tugas pelayanan kepada
masyarakat dengan lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian di atas, permasalahan yang diteliti adalah: Bagaimana kinerja Aparatur
Pemerintah Desa di Desa Waykerap dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
pasca banjir bandang dan longsor pada tahun 2009 ?
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Memberikan gambaran kinerja aparatur
pemerintah desa dalam memberikan pelayanan masyarakat.
b. Mengetahui upaya yang dilakukan
aparatur pemerintah desa dan hambatan yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja
aparatur pemerintah desa dalam memberikan pelayanan masyarakat.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat teoritis penelitian ini yaitu
dapat memberikan wacana tentang kinerja aparatur pemerintah desa dalam
memberikan pelayanan masyarakat.
b. Manfaat praktis penelitian ini yaitu
memberikan konstribusi pemikiran kepada pemerintah desa mengenai peningkatan
kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
D. Kerangka Dasar Teori
Kerangka dasar teori yang
dimaksudkan adalah teori-teori yang dimaksudkan di dalam melakuan penelitian
sehingga kegiatan menjadi jelas, sistematis, dan ilmiah. Teori adalah
serangkaian asumsi, konsep, abstrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena
sosial atau suatu fenomena alami yang menjadi pusat perhatian.[2]
Kerangka dasar teori
digunakan untuk memastikan hal-hal yang meragukan dalam pelaksanaan suatu
penelitian, sehingga dengan adanya kerangka dasar teori penelitian dapat
berjalan sesuai dengan rencana dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami
dan mengartikan konsep-konsep yang berhubungan dengan penelitian. Sebelum
penelitian dilakukan, penyusun terlebih dahulu menjelaskan teori-teori sebagai
berikut:
1. Pemerintah Desa
Pemerintah
Desa berfungsi untuk mengatur dan menyelenggarakan Pemerintahan di Desa, segala
kegiatan yang dilakukan di Desa tersebut di koordinir oleh Kepala Desa atau
KADES. Menurut Bayu Suryaningrat Pemerintah Desa adalah suatu kegiatan dalam
penyelenggaraan Pemerintahan yang di laksanakan oleh organisasi Pemerintahan
yang terendah langsung di bawah Camat, yaitu Pemerintahan Desa dan Pemerintahan
Kelurahan.[3]
Dalam
undang-undang No.32 Th 2004 pasal 200, disebutkan:
Dalam
pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari
pemerintah desa dan badan permusyawatan desa.[4]
(1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan
perangkat desa. (2) perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat
desa lainnya.
(3) Sekretaris
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari Pegawai negeri sipil yang
memenuhi persyaratan.[5]
Desa
merupakan organisasi Pemerintahan terendah yang langsung di bawah Camat dan
merupakan organisasi pertama yang langsung bcrhubungan dengan masyarakat.
Dengan demikian Desa menjadi sumber utama dan pertama dari berbagai data dan
keterangan yang diperlukan oleh pemerintah dalam rangka dasar penyusunan
rencana pembangunan Daerah maupun Nasional.
Desa memberikan pelayanan, bantuan dan melaksanakan
berbagai urusan pada tahap masyarakat. Oleh karena itu administrasi desa harus
disesuaikan dengan kebutuhan semua perangkat pemerintahan yang lebih tinggi.
Sejumlah register harus dikelola oleh desa selama masih mengenai hal yang umum,
misalnya penduduk, luas tanah dan sebagainya.
Dari
pengertian yang dijelaskan dengan uraian tersebut di atas maka dapat
disimpulkan bahwa, ada beberapa unsur yang harus dimiliki oleh sebuah desa,
unsur tersebut yaitu: Wilayah, Penduduk dan Pemerintahan Desa. Ketiga unsur
tersebut harus ditunjang dengan adanya sarana bagi desa yang cukup memadai.
2. Aparatur Pemerintah Desa
Aparatur
pemerintah desa adalah bagian integral dari aparatur pemerintahan Indonesia.[6]
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa aparatur atau aparat
adalah keseluruhan pejabat Negara yang bekerja pada instansi pemerintah. Di
dalam menjalankan peran dan fungsinya pemerintah desa, Kepala Desa dibantu
staf-staf yang berfungsi membimbing dan mengendalikan pemerintahan desa.
Kehadiran aparatur desa di dalam masyarakat dimaksudkan untuk menumbuhkan
gairah, prakarsa serta gagasan baru dalam rangka memperbaiki kehidupan desanya.
Sedangkan
pemerintah adalah alat-alat atau organ-organ yang menjalankan tugas dan
kewajiban dalam pemerintahan sesuai dengan peraturan yang ditentukan demi
terciptanya suatu tujuan. Sedangkan yang dimaksud dengan pemerintahan adalah
kegiatan pelaksanaan pemerintah yang dilakukan oleh alat-alat atau organ-organ
yang sudah ditentukan demi terciptanya suatu tujuan. Berdasarkan kedua
pengertian di atas dapat dikatakan bahwa aparatur pemerintah desa merupakan
lembaga yang melaksanakan seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaran
pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa.
Menurut
peraturan pemerintah, tugas pokok pemerintah desa adalah melaksanakan sebagian
tugas pemerintah daerah berdasarkan pelimpahan wewenang dari
Camat. Untuk melaksanakan tugas tersebut pemerintah desa mempunyai fungsi :
1) Penyelenggaraan pelayanan di bidang
pemerintahan, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
2)
Meningkatkan partisipasi masyarakat dari anggota
masyarakat.
3) Membina kerukunan, ketentraman dan
ketertiban bagi seluruh anggota masyarakat.
4) Melaksanakan tugas lain yang diberikan
oleh camat sesuai tugas dan fungsinya.
Tujuan yang ingin dicapai
oleh pemerintahan desa yakni mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi
baik dalam bidang politik maupun pembangunan secara umum.
a. Struktur Organisasi Pemerintah Desa.
Susunan
organisasi pemerintah desa merupakan sebuah efisiensi dan efektifitas
kelembagaan pemerintah desa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.
Dalam pelaksanaan suatu pemerintahan desa terdapat struktur atau susunan
organisasi desa. Struktur organisasi yang jelas dalam pemerintahan desa akan
dapat mempermudah kinerjanya dalam melaksanakan tugasnya. Maka pelaksanaan
suatu pemerintahan desa diperlukan adanya kinerja yang jelas untuk mempermudah
pelaksanaan tugasnya..[7]
Hal
senada juga dikatakan bahwa dalam menjalankan tugas-tugasnya pemerintah desa
harus memilki struktur organisasi sehingga dapat mempermudah dalam menjalankan
peran dan fungsinya untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Dalam
pelaksanaan suatu pemerintahan desa disebutkan bahwa struktur
pemerintah desa meliputi:
1) Pemerintah Desa terdiri dari Kepala
Desa dan perangkat Desa. Perangkat Desa terdiri dari unsur staf, unsur
pelaksana dan unsur wilayah.
2) Struktur Pemerintahan Desa ini adalah
merupakan lampiran peraturan daerah dan merupakan satu kesatuan dengan
peraturan daerah tersebut. Peraturan lebih lanjut mengenai susunan organisasi
Pemerintah Desa ditetapkan dalam keputusan Bupati.
b. Tugas Pemerintah Desa
Penyelenggaraan
pemerintah desa merupakan unsur-unsur dari pada fungsi pemerintahan umum yang
merupakan tugas pokok pemerintahan desa di samping fungsi-fungsi lain guna
melengkapi tugas, kewajiban, wewenang serta tanggung jawab pemerintah desa yang
bersangkutan.
1) Tugas Kepala Desa.
Tugas dan kewajiban kepala desa adalah sebagai
berikut:
(a) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa.
(b) Membina kehidupan masyarakat desa.
(c) Membina perekonomian desa.
(d) Memelihara ketentraman dan keterlibatan masyarakat
desa.
(f) Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan dan
dapat menunjuk kuasa hukum.
2) Tugas Aparatur Pemerintah Desa.
Aparatur
pemerintah desa bertugas membantu kepala desa, aparatur pemerintah desa terdiri
dari unsur-unsur yang masing-masing bertugas sebagai berikut:
(a) Unsur staf memberikan pelayanan administrasi.
(b) Unsur pelaksana merupakan pelaksana teknis di
lapangan.
(c) Unsur wilayah membantu kepala desa di
wilayah bagian desa yang disebut kepala lingkungan.
Jumlah
dan susunan staf, unsur pelaksana dan unsur wilayah tersebut di atas disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat.
3) Tata Kerja
Dalam
melaksanakan tugasnya, kepala desa dan perangkat desa wajib menyelenggarakan
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik dalam lingkungannya maupun dengan
organisasi lainnya sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing
Dengan
adanya struktur dan fungsi pemerintahan desa diharapkan mampu memberikan
pelayanan dan melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai abdi masyarakat dan abdi
Negara. Sehingga terdapat koordinasi dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut. Artinya bahwa aparatur desa
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat melakukan kerjasama. Para aparatur
desa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya akan dikontrol oleh lembaga-lembaga
yang ada di pemerintahan desa maupun oleh masyarakat setempat.
Manusia
merupakan unsur dinamis dalam bertindak/berfungsi sebagai subyek penggerak roda
dalam pemerintahan daerah. Oleh karena itu, untuk dapat mewujudkan pelaksanaan
Otonomi Daerah di pemerintahan daerah faktor utama adalah manusia. Manusia
sebagai pelaksana pemerintahan dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok
masing-masing adalah :
a. Pemerintah daerah terdiri kepada daerah
b. Alat-alat pelengkap terdiri dari aparatur
c. Rakyat biasa
Komponen
tersebut merupakan komponen yang sangat penting dalam mewujudkan pemerintah
daerah yang kuat dan efektif dalam pengembangan di daerah.[8] Dengan
adanya Otonomi Daerah pemerintah daerah dapat membuktikan kesanggupannya dalam
melaksanakan urusan-urusan pemerintah lokal sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan masyarakat setempat.
Menurut
Bambang Yudoyono[9] aparatur
Pemerintah Daerah adalah pelaksana kebijakan publik. Dalam bentuk dan susunan
pemerintahan daerah, terdapat pembagian kekuasaan antara birokrasi publik
dengan institusi politik. Birokrasi politik dalam hal ini adalah Pemerintah
Daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah otonom sebagai
lembaga eksekutif daerah. Sedangkan institusi politik adalah DPRD sebagai
lembaga perwakilan rakyat (legislatif) daerah yang keanggotaannya dipilih
melalui pemilihan umum
Pemerintahan
di masa mendatang adalah pemerintahan yang cerdas, mampu menerjemahkan
kebijakan publik ke dalam langkah-langkah operasional yang kreatif dan inovatif
dengan orientasi pada kepentingan masyarakat. Pemerintahan yang cerdas hanya
bisa diwujudkan jika aparaturnya cerdas.[10] Bambang
menambahkan kalau di bandingkan dengan negara Singapura, Malaysia, Thailand,
Jepang dan Amerika Serikat jumlah PNS di Indonesia relatif lebih kecil. Tetapi
yang menjadi permasalahan adalah tingkat produktifitas dari kinerja yang
ditampilkan. Bukan saja secara kuantitas masih memprihatinkan, tetapi juga
kualitas dari produk yang dihasilkan masih belum bisa memenuhi harapan semua
pihak.
Ada
dua orientasi cara pandang yang berbeda di antara para aparatur Pemerintah
Daerah dalam menghadapi pelaksanaan Otonomi Daerah.
Pertama, "memperoleh uang yang besar" sebagai faktor terpenting yang
harus didahulukan sekaligus dijadikan dasar pijak, Kedua, perlunya memiliki dan
mengoptimalkan kewenangan yang besar" sebagai faktor yang lebih penting
dibanding mendahulukan uang yang besar.[11]
Pengembangan
SDM aparatur Pemerintah Daerah dilihat dari sisi perbaikan kualitas aparatur
pemerintah yang harus dimulai dari sejak rekrutmen dengan menggunakan suatu sistem
yang benar-benar menjamin diperolehnya sumber daya yang memang mempunyai
kualitas dasar yang baik, pembinaan melalui penugasan yang mendidik,
pengembangan program pelatihan yang memungkinkan tersedianya tenaga-tenaga siap
pakai, peningkatan kesejahteraan yang memadai, dan pemberian jaminan hari tua
secara nyata.
Mengingat
besarnya tugas pemerintah daerah maka kualitas SDM di Indonesia terutama
Birokrasi di daerah harus ditingkatkan, karena saat ini kita sudah cukup jauh
tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunai
Darussalam. Daerah-daerah yang saat ini berjuang membutuhkan sumber daya
manusia yang bisa diandalkan sebagai organisasi pemerintahan sekaligus
instrumen pemerintah daerah sebagai lembaga pelayanan masyarakat. Sementara
itu, kendala birokrasi masih cukup sulit untuk dihilangkan seperti, kesadaran
anggota birokrasi pada tugas pelayanan, tumpang tindihnya tugas dan fungsi,
rendahnya produktifitas dan lan sebagainya.
3. Kinerja Pemerintah
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance. As’ad[12] mengutip
istilah job performance dari Meier (1965), yang diartikan sebagai
kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Dari pengertian
tersebut job performance ialah hasil yang dicapai seseorang menurut
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Tingkat keberhasilan
seseorang dalam melaksanakan suatu tugas akan menunjukkan tingkat
produktivitasnya. Dengan demikian orang yang kinerjanya tinggi berarti tingkat
produktivitas kerjanya juga tinggi.
Lexie M. Giroth[13] menjelaskan
bahwa kinerja adalah fungsi dari kemampuan (ability), motivasi (motivation)
dan peluang (opportunity). Mangkunegara,[14] mengemukakan
bahwa motivasi kerja merupakan kondisi yang membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Hubungan
ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut. Suatu kemampuan, baik kemampuan
mental, fisik, pengetahuan maupun keterampilan tidak akan berarti tanpa adanya
dorongan atau motivasi individu untuk menjalankannya. Meskipun sudah ada
kemampuan dan motivasi, jika tidak ada kesempatan maka tidak akan terjadi suatu
unjuk kerja yang dapat menunjukkan kinerja seseorang.
Menurut Ryaas Rasyid[15]
pemerintahan dimaknai sebagai organ dalam negara yang mempunyai fungsi
pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment) dan pembangunan (development).
Berangkat dari pengertian ini, kinerja pemerintah mencakup dalam hal pelayanan,
pemberdayaan dan pembangunan. Pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan kepada publik
sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh masing-masing instansi. Dalam hal
ini, pelayanan oleh instansi Pemerintah Desa adalah pelayanan kepada masyarakat
di desanya.
Kinerja pemerintah dalam
pelayanan kepada masyarakat sangat dipengaruhi oleh keahlian dan kecakapan
aparatnya, terutama mengenai kecakapan kerja yang dimilikinya selama mereka
menempati posisi sebagai lembaga pelayanan. Hal tersebut tidak terlepas dari
kinerja yang ada di dalam lingkungan lembaga pemerintah yang bersangkutan.
Kinerja sendiri pada dasarnya adalah gambaran mengenai tingkatan, pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.
Beberapa konsep indikator
lagi tentang penilaian terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah sebagai
berikut: konsistensi pencapaian tujuan, produktifitas, kualitas pelayanan,
responsivitas, responbilitas, akuntabilitas dan kualitas perlindungan
masyarakat[16]
4. Pelayanan Masyarakat
Dalam konteks pelayanan kepada publik, menurut Rasyid
di atas, brokrasi dibentuk untuk
mengabdi atau melayani
kebutuhan publik. Konsep kepentingan publik didefinisikan
melalui pemahaman dibawah ini:
Something in which the
public, the community at large, has some pecuniary interest, or some interestby
which their legal rights or liabilities are affected. It does not mean anything
so narrow as mere curiosity, or as the interest of particular localities (Campbell, dalam ICW, 2000).[17]
Perwujudan public interest itu muncul dalam
kaitannya dengan sumber daya dan alokasinya. Proses pengalokasian itu
terwujud dalam jasa pelayanan publik demi terciptanya pemenuhan kebutuhan masyarakat sehingga public service didefinisikan sebagai
berikut :
Enterprises of certain kinds of corporations, which specially serve
the needs of the general public or conduce to comfort and convenience of an
entire community… A public service or quasi-publik corporation is one private
in its ownership, but which has an appropriate franchise from the state to
provide necessity or convenience of the general public…owe a duty to the public
which they may be complled to perform (Campbell, dalam ICW, 2000).[18]
Karena pelayanan publik terkait erat dengan jasa dan
barang dipertukarkan maka penting pula untuk memasukkan definisi dari public utilities sebagai pelayanan atas komoditi berupa barang atau
jasa dengan mempergunakan sarana milik umum yang dapat dilakukan oleh orang/badan
keperdataan. Pihak yang mengelola alokasi sumber daya bagi kepentingan publik dapat dilakukan oleh badan
birokrasi baik oleh negara maupun swasta melalui kedudukan dan wewenang public
office dimana kedudukan tersebut merupakan bentuk pendelegasian kekuasaan
pemerintahan negara kepada pejabat publik (public official) tertentu.
Sementara yang dimaksud dengan pejabat publik (public official) adalah
orang yang menjalankan kedudukan pada jabatan umum tersebut dengan posisinya
sebagai bagian dari penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara.
Di Indonesia, banyak dari kantor-kantor pelayanan
publik masih berada di bawah birokrasi pemerintahan sehingga dalam situasi yang
demikian birokrasi yang diacu lebih kepada birokrasi pemerintahan20.
Pelayanan publik yang bersifat tradisional ditandai dengan pelayanan yang bersifat
kolektif, tersentralisasi dan tertutup. Sedangkan pelayanan publik yang modern
ditandai dengan pelayanan yang bersifat desentralistik, terbuka, partisipatif,
tidak dilakukan secara kolektif21.
Tidak efektif
dan efisiennya fungsi-fungsi birokrasi dalam memberikan pelayanan publik lebih
disebabkan oleh perilaku para birokrat di dalamnya yang dengan mudah
dipengaruhi oleh faktor internal berupa interest pribadi atau kelompok di dalam
jajaran birokrasi dan faktor eksternal berupa lingkungan birokrasi, kondisi
sosial ekonomi masyarakat,
20 Ibid,
21 Halligan, J., The Australian Civil
Service, Paper prepared for presentation
at Civil Service
Systems in Comparative Perspective, School of Public and Environmental
Affairs, Indiana University, 5-8 April, 1997
lembaga-lembaga swadaya
masyarakat, partai-partai politik dan perusahaan-perusahaan swasta yang ingin
memanfaatkan birokrasi demi kepentingan dirinya.
Hasil
penelitian Nuh22 tentang pelayanan birokrasi
mengemukakan bahwa birokrasi pemerintah masih mendominasi pelayanan publik.
Birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan masih bersikap otoriter, tidak
transparan, dan menimbulkan kekecewaan. Salah satu kekecewaan bersumber dari
buruknya kinerja birokrasi. Berbeda dengan birokrasi pemerintah, pelayanan yang
diberikan pihak swasta lebih cepat dan profesional.
Birokrasi yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan
dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas sehingga kebutuhan
masyarakat (publik) dapat terpenuhi. Sinambela23 memberikan pengertian pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara
negara. Menurut Muhadjir24
pelayanan publik erat kaitannya dengan kebijakan publik karena kebijakan publik
selalu berorientasi pada bagaimana memberikan pelayanan kepada publik sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan rata-rata warga negara.
22 Muhammad Nuh, Mewujudkan Pelayanan
Publik yang Demokratis, dalam Faturachman, Wicaksana, Setiadi, & Latief
(2004), Dinamika Kependudukan dan Kebijakan, Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan UGM, Yogyakarta.
23 Sinambela L.P, Reformasi Pelayanan Publik.
Jakarta: Bumi Aksara, 2006. hal 4
24 Muhadjir, N., Metodologi Penelitian
Kebijakan dan Evaluasi Research: Integrasi Penelitian, Kebijakan dan
Perencanaan, Yogyakarta: Rake Sarasin, 2003, Hal 59
Pelayanan pemerintah
harus berorientasi pada kepentingan rakyat dan berkeadilan sosial. Agar dapat
menjangkau seluruh lapisan masyarakat dengan adil, pelayanan harus dilakukan
dengan cara-cara nondiskriminasi, transpran, obyektif dan tegas.25
Dwiyanto26 mengemukakan empat kriteria yang
dapat digunakan untuk menilai kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan
publik yaitu sebagai berikut:
a. Akuntabilitas publik
Akuntabilitas
publik, yaitu dengan melihat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan publik dengan
nilai-nilai yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh stakeholders.
Penyelenggaraan pelayanan dapat diketahui dengan melihat acuan pelayanan yang
digunakan, tindakan dalam memberikan pelayanan, sejauhmana kepentingan penerima
layanan diprioritaskan.
b. Responsivitas
Responsivitas, yaitu
menilai kinerja birokrasi dengan melihat kemampuan birokrasi dalam mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda berdasarkan prioritas pelayanan, serta
25 Damanhuri, D.S. Korupsi, Reformasi
Birokrasi dan Masa Depan Ekonomi Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2006, hal13
26 Agus Dwiyanto, dkk, Reformasi
Birokrasi Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (2006), hal,
47-76
mengembangkan program-program sesuai
kebutuhan dan aspirasi
masyarakat.
c. Orientasi Pelayanan
Orientasi pada pelayanan,
yaitu dengan melihat seberapa banyak energi birokrasi digunakan untuk
memberikan pelayanan kepada publik.
d. Efisiensi pelayanan, yaitu dengan
membandingkan antara input dan output pelayanan.
Pelayanan
publik erat kaitannya dengan budaya birokrasi. Budaya birokrasi dapat
digambarkan sebagai seperangkat nilai yang memiliki simbol, orientasi nilai,
keyakinan, pengetahuan, pengalaman hidup yang terinternalisasi ke dalam pikiran27. Budaya birokrasi tidak lepas dari
budaya masyarakatnya karena birokrasi diciptakan atau ada untuk melayani
masyarakat itu sendiri. Budaya birokrasi tersebut ditunjukkan dalam sikap dan
tingkah laku orang-orang yang ada di dalam birokrasi.
Dwiyanto28 mengemukakan bahwa budaya paternalistik dalam
birokrasi di Indonesia merupakan warisan birokrasi kerajaan yang diadopsi oleh
Pemerintah Hindia Belanda. Birokrasi merasa dirinya dalam posisi yang lebih
tinggi daripada masyarakat. Sistem nilai dan norma yang dianut dalam
birokrasipun bersifat mendua, antara ingin dilayani sebagai
27 Ibid, hal 91
28 Ibid, hal 92-93
penguasa dan keharusan
untuk melayani masyarakat. Berkaitan dengan pelayanan publik, birokrasi
cenderung mengutamakan untuk mempertahankan kekuasaan daripada kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Kondisi di atas menjadi salah satu tantangan yang
harus dihadapi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Berkaitan
dengan pelayanan publik oleh pemerintah desa, pelayanan dimengerti sebagai
usaha untuk memenuhi suatu kepentingan yang seringkali tidak dapat dilakukan
sendiri sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain29. Dari definisi tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa pelayanan masyarakat adalah usaha untuk memenuhi suatu
kepentingan masyarakat yang dilakukan oleh pihak pemerintah desa.
Pemerintah
Desa dalam tugas pelayanan harus dapat mementingkan kepentingan masyarakat dari
pada kepentingan pribadi, sebab tugas pelayanan yang diemban oleh para
penyelenggara pemerintahan desa adalah memberikan kemudahan bagi masyarakat
yang membutuhkan jasa pelayanan. Dengan adanya pelayanan yang memadai dan baik
dari aparatur pemerintah desa maka masyarakat akan menilai sendiri kinerja dari
aparatur pemerintah desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tugas
yang dilakukan pemerintah desa antara lain adalah30:
29 HAS Moenir, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia,
PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2002, hal.
21.
30 Sumber Sapirin, Tata Pemerintahan
dan Administrasi Pemerintah Desa, Ghalia Indonesia, Jakarta.
a. Pemberian macam-macam izin antara
lain, izin tempat tinggal, izin keramaiaan, izin mendirikan bangunan, izin
usaha dan sebagainya.
b. Sebagai eselon bawah pemerintah desa
berwenang untuk memberikan macam-macam surat keterangan guna kelengkapan
kepentingan, antara lain, surat keterangan nikah/lahir/talak/rujuk, kartu
penduduk, kclakuan baik dan sebagainya.
c. Menyampaikan surat-surat pos dari
kecamatan atau panggilan dari instansi bagi penduduk wilayah kelurahan dan lain
sebagainya.
Aparatur
pemerintah desa merupakan abdi masyarakat, harus memberikan pelayanan bagi
masyarakat. Sebab masyarakat membutuhkan pelayanan yang cepat dan tidak
berbelit-belit. Dengan adanya pelayanan yang memadai dan baik, maka masyarakat
akan menilai kualitas aparatur desa apakah baik atau tidak. Pelayanan umum (public
service) yang didambakan atau diharapkan adalah31:
a. Adanya kemudahan dalam pengurusan
kepentingan, dengan pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadang
kala dibuat-buat. Hambatan tersebut dapat diatasi jika petugas disiplin baik disiplin
waktu maupun disiplin dalam pelaksanan pekerjaan.
b. Mendapatkan pelayanan wajar, tanpa
adanya nada yang mengarah pada permintaan sesuatu. Di sini memang kedudukan
orang yang berkepentingan adalah lemah, sehingga kelemahan itu sering
31 HAS Moenir, Op. Cit, hal 41-44.
dimanfaatkan oleh petugas pelayanan,
walaupun memberikan pelayanan itu adalah tugasnya.
c. Mendapatkan perlakuan yang sama,
artinya kalau memang harus antri hendaknya semua diwajibkan antri. Budaya antri
di samping melatih kita sabar juga perlu keberanian dan ketegasan dari petugas
secara konsisten.
d. Mendapatkan perlakuan yang jujur dan
terus terang, apa artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak
dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak perlu menunggu sesuatu
yang tidak menentu.
E. Definisi Konseptual
1.
Kinerja adalah kemampuan aparatur pemerintah desa dalam
melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Kinerja aparatur
pemerintah desa diukur dengan melihat pada akuntabilitas, responsibilitas, dan
kualitas pelayanan dalam melayani masyarakat dalam mendapatkan administrasi
kependudukan, kemampuan dalam memberdayakan masyarakat dan kemampuannya dalam
melindungi masyarakat.
2. Aparatur pemerintah desa adalah seluruh
perangkat desa mulai dari Kepala Desa dan staf-stafnya hingga Kepala Dusun.
3. Pelayanan masyarakat adalah pelayanan
oleh perangkat desa dalam rangka memberdayakan masyarakat dan pembangunan yang
dibutuhkan oleh masyarakat di desanya, baik dalam hal administrasi
kependudukan,
kesejahteraan, keamanan, penyediaan
sarana umum, dan perlindungan bagi warga desa.
F. Definisi Operasional
1. Kinerja aparatur pemerintah desa
adalah kinerja aparatur pemerintah desa di Desa Way kerap Kecamatan Semaka dalam
memberikan pelayanan kepada warga masyarakatnya. Kinerja ini diukur berdasarkan
indikator berikut:
a. Akuntabilitas dalam memberikan
pelayanan kepada penduduk Way Kerap Kecamatan Semaka, dilihat pada pelayanan
yang bercirikan:
-
Kesesuaian dengan
nilai-nilai budaya
-
Kesesuaian dengan
aturan hukum yang berlaku
-
Kesesuaian dengan
prosedur pelayanan
-
Kesesuaian dengan
pemerintah yang di atasnya
b. Responsivitas, dilihat berdasarkan pelayanan yang
bercirikan:
-
memberikan
prioritas pada pelayanan
-
pelayanan yang
sesuai kebutuhan warga
-
aspiratif pada
masukan warga
c. Orientasi pada pelayanan, dilihat
berdasarkan pelayanan yang bercirikan:
-
adil
-
transparan
-
berusaha
memuaskan warga
-
tidak memihak
d. Efisiensi pelayanan dilihat berdasarkan pelayanan yang
-
Tepat waktu
-
Cepat
-
Mudah
-
Murah
2. Pelayanan adalah pelayanan yang
diberikan oleh aparat pemerintah desa kepada warganya dalam hal administrasi
kependudukan, sarana umum, keamanan, kesejahteraan, dan kesehatan. Pelayanan
diukur dari:
a. Kemudahan pelayanan
b. Kecepatan pelayanan
c. Biaya yang murah
d. Persamaan dalam mendapatkan pelayanan
e. Kejujuran aparat dalam memberikan pelayanan.
G. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode deskriptif analisis, dimana metode deskriptif adalah
pencatatan fakta dengan interpretasi yang tepat. Sedangkan menurut Singarimbun
dan Effendi32, metode deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi,
suatu pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
32 Singarimbun, M. & Effendi, S. Metode penelitian
survei. Jakarta: LP3ES, 1989. hal 4
2. Unit Analisa
Unit
analisa adalah obyek dan sekaligus subyek penelitian sebagai suatu kesatuan
(unit) yang akan diteliti. Dalam penelitian ini analisanya adalah aparatur
pemerintah Desa. Obyek penelitian ini berkaitan dengan variabel-variabel yang
akan diteliti, yaitu kinerja aparatur pemerintah desa dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan subyek penelitian ini adalah aparatur
pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan warga masyarakat yang menerima
pelayanan. Di dalam penelitian ini penulis menentukan yang menjadi unit
analisisnya adalah Pemerintah Desa Way Kerap Kecamatan Semaka.
3. Populasi dan Teknik Sampling
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Way Kerap,
Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus dengan populasi seluruh aparatur
pemerintah desa yang berjumlah 25 orang. Sampel merupakan himpunan bagian dari
populasi yang menjadi sumber data. Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling
frame 33
yaitu pengambilan sample dengan cara mengambil sample dari semua
unsur yang terkait dalam kerangka (frame) kinerja pelayanan. Sampel
berasal dari warga masyarakat dan tokoh masyarakat dengan jumlah seluruhnya
adalah 50 orang. Jumlah ini dipandang sudah mewakili populasi karena penduduk
desa relatif homogen dilihat dari kebutuhan terhadap pelayanan oleh pemerintah
desa.
33 Mantra, I.B & Kasto. Penentuan
sampel. Dalam Singarimbun, M. & Effendi, S. (1989) Metode Penelitian
Survei. LP3ES. Jakarta, 1989, hal 152-154
4. Data yang Dibutuhkan
Data penelitian yang dibutuhkan adalah:
a. Sumber Data langsung (primer)
Yaitu
data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, yakni informan penelitian
yang terdiri dari warga masyarakat, para aparatur Pemerintah Desa dan tokoh
masyarakat Desa Way Kerap Kecamatan Semaka.
b. Sumber Data tidak langsung (sekunder)
Yaitu
data yang digunakan sebagai alat penunjang dalam penelitian yang diperoleh secara
tidak langsung dari sumbernya serta diperoleh melalui data yang telah diteliti
dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian
ini.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data dan informasi, Data yang
dipakai adalah data primer, yang diperoleh dari hasil interview dan data
sekunder, yang diambil dari data-data, catatan-catatan dan laporan-laporan
serta literatur.
Selain kedua data
tersebut, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang
memberikan jawaban atas
pertanyan itu.34 Metode ini digunakan untuk
mengetahui informasi yang lebih luas dari orang lain atau informan. Dengan
menggunakan metode interview guide yaitu panduan wawancara untuk
mengajukan pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan tema penelitian kepada
informan. Panduan wawancara ini digunakan oleh penyusun untuk menghindari
meluasnya cara pembicaraan wawancara. Dalam penelitian ini penyusun melakukan
wawancara dengan informan, yaitu aparatur pemerintah desa, terdiri dari Bapak
Sudiyanto ( Kepala Desa), Heru Handoyo ( Sekretaris Desa ), Mulyadi ( Kabag.
Pemerintahan ), H. Rohadi, BA. ( Kabag Kes. Sos ), Suharno ( Kabag Pelayanan ),
Azhari Muhammad, BA. ( anggota BPD ), Drs. Murtidjan ( Ketua BPD ), Sofyan
Purwoko ( Kadus Bejen ), Ponidi ( Tokoh masyarakat Dukuh Grujugan ), Ibu
Iswandari ( Tokoh masyarakat Dukuh Nyangkringan ), serta beberapa warga yaitu
Bayudi, Nurwakhid, Rusbani, Tumidjan, dan Chabib.
b. Kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”35. Lebih lanjut dijelaskan
34 Robert K. Yin, Studi Kasus: Metode
dan Desain Penelitian (terjemahan), PT Rajawali, Jakarta. 2002. Hal 108-109
35 Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. 1998 hal 139
bahwa kuesioner adalah
cara pengumpulan data, dimana responden menjawab pertanyaan pada lembar
pertanyaan yang telah disusun sebelumnya, dengan menggunakan alat yang berupa
daftar pertanyaan atau kuesioner”. Jadi yang dimaksud dengan angket atau
kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dibuat peneliti dan diajukan kepada
responden/informan yang menjawabnya dengan tertulis pula.
c. Observasi
Adalah
melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau
fenomena yang dihadapi. Peneliti melakukan pengamatan terhadap pelayanan
masyarakat yang diberikan oleh aparatur pemerintah Desa Way Kerap, Kecamatan
Semaka, Kabupaten Tanggamus. Observasi dilakukan di kantor Desa Way Kerap Kecamatan
Semaka antara tanggal 20 sampai 25 Maret 2009 sekaligus pada saat peneliti
melakukan wawancara dengan aparat desa.
d. Dokumentasi
Adalah
metode pengumpulan data dengan melihat dan mencatat data yang sudah ada. Data
yang dikumpulkan merupakan data yang telah disimpan sebagai arsip atau dokumen.
Data tersebut merupakan informasi yang hasilnya lebih dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya. Data-data yang diambil oleh penyusun adalah data
monografi Kelurahan Way Kerap, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, serta
data-data yang mendukung penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Analisa
data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang mudah dibaca dan
diinterprestasikan. Dalam penelitian ini data yang akan didapat berupa data
kualitatif dari data kuantitatif. Namun analisa untuk kedua jenis data tersebut
dilakukan secara deskriptif.36
Data
yang diperlukan dalam penelitian ini sebagian besar bersifat kualitatif,
sehingga data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode analisis
diskriptif kualitatif yaitu menggambarkan keadaan obyek penelitian apa adanya.
Dengan analisa diskriptif kualitatif, temuan-temuan dari kasus yang terjadi di
lapangan dapat dikaji lebih mendalam dan fenomena yang ada dapat digolongkan
secara terperinci.
Langkah pertama, mengumpulkan dan menelaah data yang
diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi. Langkah selanjutnya
mengorganisasikan data dalam hal ini yakni mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikannya. Data yang telah tersusun
kemudian diinterprestasikan. Interprestasi data, fakta, dan informasi yang
telah dikumpulkan dilakukan melalui pemahaman intelektual yang memperhatikan
asas rasionalitas. Dalam hal ini penyusun berupaya melakukan analisis dan
interprestasi terhadap gambaran hubungan sebab akibat yang berkaitan dengan
masalah pokok yang diteliti pada pola pikir induktif, yaitu dari fakta atau
data menuju tingkat abstraksi yang lebih tinggi atau kesimpulan. Dari
kesimpulan-kesimpulan tersebut kemudian ditarik pola-pola yang dominan.
36 Robert K. Yin, Ibid, hal 135
2 “Di
Srimartani, Total Potongan Dakon I Mencapai Lebih dari Rp 800 Juta”,
www.mediacenter-ajiyogya.com , diakses tanggal 22 November 2008
[1] Wahyudi Komoroditomo, Etika Administrasi Negara,
Rajawali Press, Jakarta, 2001, hal. 131
[2] Masri Singarimbun, Sofyan Effendi, (EF), Metode
Penelitian Survei, LP3ES, 1989Yogyakarta, hal 37
[3] Bayu Suryaningrat, Pemerintah
Administrasi Desa dan Kelurahan, Akasara Baru, Jakarta, 1970
[4] Undang-Undang No.32 Th 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
[5] Ibid
[6] Talizidhuhu Ndraha, Pembangunan Masyarakat,
Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas,
Rineka Cipta, Jakarta,
1983, hal. 50
[7] H.A.W Widjaja, Pemerintahan Desa / Marga, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal 65
[8] Josep Riwu Kaho, Prospek Otonomi
Daerah di Di Negara Republik Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, 1991: 24
[9] Bambang Yudoyono, Desentralisasi dan
Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta. 2001, hlm 61
[10] Ibid, hlm 62
[11] Ibid, hlm 120
[12] As’ad, M., Psikologi Industri, Seri Ilmu Sumber Daya
Manusia, Edisi Keempat, Liberty, Yogyakarta. 1998, hlm 45
[13] Lexie M. Giroth dan Jacson F.R. Giroth
Reformasi dan Performansi Pamong Praja, CV. Indra Prahasta, Bandun, 2004, hlm
100
[14] Mangkunegara, Anwar Prabu, A.A., Manajemen
Sumber Daya Manusia, Rosda Karya, Bandung. 2003, hlm 47
[15] Ryaas Rasyid, Pembangunan Pemerintahan
Indonesia Memasuki Abad 21, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Politik
pada Institut Ilmu Pemerintahan , Jakarta: IIP, 1997, hlm 71
[16] Opcit, Bambang Yudoyono, 2001: 168
[17] Indonesia Corruption Watch (ICW), Hasil Survei
Korupsi di Pelayanan Publik, Studi Kasus di Lima Kota. Jakarta. 2000
[18] Ibid,
mohon izin gan, terima kasih banyak dech.
ReplyDeletemohon izin saudaraku, Hanya bab 1 aja ya saudara
ReplyDeleteMohon izin bang..bab 1 dan bab 2
ReplyDeletesalam hormat, Abang bab 1 bab 2 dan 3
ReplyDelete