Makalah peran dan fungsi agama dalam kehidupan berpolitik
22:50:00
By
Unknown
Politik
0
komentar
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama
dan politik sejatinya tidak bisa dipisahkan karena agama secara hakiki berhungan dengan
politik. Kepercayaan agama dapat mempengaruhi hukum dan seringakali agamalah
yang memberi legitimasi kepada pemerintahan, agama
sangat melekat dalam kehidupan rakyat dalam masyarakat industri maupun
nonindustri sehingga kehadirannya tidak mungkin tidak terasa di bidang politik.
sejumlah pemerintahan di seluruh dunia juga menggunakan agama untuk memberi
legitimasi pada kekuasaan politik,dapat dikatakan bahwa politik berbuah dari
hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan tentram dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan oleh sikap dan keyakinan
bahwa seluruh aktifitas manusia tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh
ajaran-ajaran agama,fakta lain bahwa kegiatan manusia yang paling banyak
membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang
dipercayai mampu memberikan legitimasi yang paling meyakinkan karena sifat dan
sumbernya pada akal manusia,tidak benar dikatakan bahwa agama merupakan bentuk
kekerasan bila dikaitkan dengan perpolitikan.agama dalam kehidupan bernegara diwujudkan dalam bentuk
adopsi lembaga-lembaga keagamaan tertentu dalam negara serta adopsi nilai-nilai
dan norma-norma agama dalam sistem nasional dan kebijakan publik secara umum
.Dalam kondisi demikian ini, hubungan antara agama dan politik tetap merupakan hubungan yang bersifat intersectionalyang berarti hubungan persinggungan antara agama dan politik,tidak sepenuhnya terintegrasi dan tidak pula sepenuh-nya terpisah.Bahkan legitimasi agama tetap diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan negara.Di sisi lain, modernisasi politik yang demokratis di era reformasi berimplikasi kepada meningkatnya partisipasi rakyat serta munculnya partai-partai politik baru, termasuk partai-partai agama (Islam).Di masa-masa awal reformasi, dukungan umat kepada partai-partai Islam cukup besar, dan yang lebih penting adalah adanya keteladanan dari para pemimpin politik dalam mempraktikkan nilai-nilai Pancasila di lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga politik.Sejalan dengan hal ini, faktor-faktor yang memengaruhi munculnya konflik antar warga tentu saja perlu diatasi atau dihilangkan.
.Dalam kondisi demikian ini, hubungan antara agama dan politik tetap merupakan hubungan yang bersifat intersectionalyang berarti hubungan persinggungan antara agama dan politik,tidak sepenuhnya terintegrasi dan tidak pula sepenuh-nya terpisah.Bahkan legitimasi agama tetap diperlukan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan negara.Di sisi lain, modernisasi politik yang demokratis di era reformasi berimplikasi kepada meningkatnya partisipasi rakyat serta munculnya partai-partai politik baru, termasuk partai-partai agama (Islam).Di masa-masa awal reformasi, dukungan umat kepada partai-partai Islam cukup besar, dan yang lebih penting adalah adanya keteladanan dari para pemimpin politik dalam mempraktikkan nilai-nilai Pancasila di lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga politik.Sejalan dengan hal ini, faktor-faktor yang memengaruhi munculnya konflik antar warga tentu saja perlu diatasi atau dihilangkan.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimana
peran dan fungsi agama dalam kehidupan berpolitik
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui bagaimana peran dan fungsi agama dalam menjalankan kehidupan politik
BAB
II
KAJIAN
TEORI
A.
AGAMA
Agama dari segi bahasa, yang dimaksud di dalam “Kamus Besar
Bahasa Indonesia”adalah sesuatu yang berhubungan dengan ajaran, sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan), dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia
serta lingkungannya.[1] Menurut Kamus sosiologi, pengertian
Agama (religion) mencangkup tiga aspek pendekatan yakni:
1. Menyangkut kepercayaan terhadap
hal-hal yang bersifat spiritual.
2.
Merupakan
seperangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai
tujuan tersendiri.
3.
Ideologi
mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.
Dengan mengacu pada beberapa pengertian di atas maka, dapat
dicermati bahwa, agama yang dipercaya sebagai sebuah sistem kepercayaan dan
praktik memiliki potensi untuk membentuk sebuah masyarakat yang etis,yang
diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang dianut bersama.
B.
PERAN AGAMA
Peran
Perubahan. Artinya ajaran-ajaran agama dapat merubah umatnya kearah yang lebih
baik. Dampak dari perubahan tersebut diharapkan mampu dirasakan oleh masyarakat
luas. Agama harus membuka peluang agar umat dengan keputusan sendiri melakukan
perubahan sekaligus mengubah masyarakat. Walaupun demikian, agama tidak boleh
salah kaprah menilai bahwa semua hal dalam masyarakat [misalnya unsur-unsur
budaya, tatanan dan interaksi sosial, cara hidup warisan nenek moyang, dan
lain-lain] sebagai kebiasaan lama yang harus dirubah karena tidak sesuai dengan
ajaran agama. Jika agama menemukan hal-hal dalam masyarakat yang mungkin saja
bertantangan dengan ajaran keagamaan, maka tidak perlu melakukan pemaksaan agar
meninggalkannya. Agama hanya memberikan pertimbangan agar umat dengan suka rela
meninggalkan hal-hal tersebut.
C. POLITIK
Politik dalam bahasa Arabnya disebut “Siyasah” atau dalam
bahasa Inggrisnya “Politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik atau
bijaksana.[2] Memang dalam pembicaraan
sehari-hari, kita seakan-akan mengartikan politik sebagai suatu cara yang
dipakai untuk mewujudkan tujuan, tetapi sebenarnya para ahli ilmu politik
sendiri mengakui bahwa sangat sulit memberikan definisi tentang politik. Ilmu
politik pada dasarnya mempunyai ruang lingkup negara. Membicarakan politik pada
galibnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara
sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat. Selain itu, ilmu
politikjuga menyelidiki ide-ide, issue, asas-asas, sejarah pembentukan negara, hakikat
negara serta bentuk dan tujuan negara, disamping menyelidiki hal-hal seperti pressure group, interst group, elit
politik, pendapat umum (public opinion )peranan
partai politik dan pemilihan umum.[3]
Ilmu politik adalah ilmu yang
mempelajari asal mula, bentuk-bentuk, proses negara-negara dan
pemerintahan-pemerintahan. Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari bahasa
Yunani, kata “Polis” yang berarti “Negara Kota” dengan politik berarti ada
hubungan itu khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu
timbul aturan, kewenangan, dan akhirnya kekuasaan.[4]
D. AGAMA
DAN PERILAKU POLITIK
Agama sebagai pengatur hubungan antar manusia dan juga
hubungannya dengan tuhan, pada dasarnya sudah berbekas pada seseorang/individu,
bagaimanapun dalam masyarakat yang sudah mapan atau belum, agama merupakan
salah satu struktur institusional mempunyai nilai dan norma penting yang
melengkapi keseluruhan sistem sosial. Agama yang menyangkut
kepercayaan
beserta dengan ritual-ritualnya yang menjadi pengalaman dalam masyarakat
sehingga menimbulkan kekuatan tersendiri.
Ada beberapa unsur-unsur pokok tujuan politik untuk
mendapatkan kekuasaan. Yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antar manusia
ataupun antara kelompok: Pertama,
adanya unsur rasa takut. Kedua,
adanya unsur rasa cinta. Ketiga,
adanya unsur pemujaan. Keempat,
adanya unsur kepercayaan.[5]
Dari keempat unsur inilah yang mendasari berbagai tindak
perilaku politik seseorang atau suatu kelompok untuk mencapai tujuannya yaitu
“kekuasaan’. Jadi perilaku politik adalah tingkah laku yang terorganisir dalam
upaya mencapai tujuan politik dengan unsur-unsur yang sistematis, bagi David
Easton, perilaku politik pertama-tama terdiri dari alokasi nilai-nilai yang
kemudian pengalikasiannya tersebut bersifat mengikat/paksaan terhadap kelompok
masyarakat secara keseluruhan.Identifikasi perilaku politik yang menyangkut
proses penentuan tujuan-tujuan adalah sebagai berikut:
1. Pengambilan Keputusan
2.
Skala
Prioritas dalam menentukan kebijakan-kebijakan umum.
3.
Pengaturan
dan pembagian alokasi sumber-sumber yang ada.[6]
E. KETERLIBATAN
LEMBAGA – LEMBAGA MASYARAKAT
Lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat,terutama
kelompok-kelompok kepentingan,(termasuk lembaga keagamaan) merupakan kekuatan
tersendiri untuk mempengaruhi kebijakan publik atau keluarnya suatu peraturan.
Lembaga-lembaga yang ada itu dapat mendengar dan menyalurkan pelbagai
keprihatinan dan aspirasi yang ada di tengah tengahsekelompok masyarakat untuk
menekan penguasa memberi perhatian atau mengeluarkankebijakan pada tuntutan
masyarakat tersebut. Keterlibatan politik secara kritis (critical
engagement )dari lembaga-lembaga atau kelompok-kelompok kepentingan dalam
masyarakat akan menjadi sarana dan alat yang sangat efektif untuk
mengontrol segala tingkah pongah penguasa dan dengan itu batas-batas
etiskekuasaan yang layak tetap terjaga. Upaya-upaya melakukan kritik, menekan
pemerintahdan melakukan kontrol, jika dilakukan secara berkesinambungan dan
terhormat, tentu saja akan membiasakan suatu bangsa atau negara hidup dalam
keseimbangan yang terukur. Juga, pemerintah akan dididik untuk tunduk pada yang
seharusnya. Perubahan-perubahan yang dilakukan penguasa terhadap kebijakannya
yang salah atas desakan masyarakat merupakan pendidikan politik yang paling
baik. Dengan itu akan lahirkebiasaan-kebiasaan positif yang pada akhirnya akan
berujung pada suatu karakter politikyang terbuka serta mau berubah ke arah yang
lebih baik dan maju. Namun, satu hal yangharus disadari adalah bahwa semua itu
tidak akan berjalan dan tercapai dengan sendirinya. Sangat diperlukan proses
yang terus-menerus untuk membuka kesadaran bersama dalampengelolaan politik.Salah
satu poin yang terpenting dalam hal itu adalah persoalanperspektif pilihan
sadar dan sengaja dari tiap insan politik alias manusia itu sendiri yang sejatinya
merupakan mahluk politik.
BAB
III
PEMBAHASAN
Agama sangat penting disegala aspek kehidupan umat
manusia,selain itu agama juga berperan untuk menenangkan jiwa dan raga. Dengan agama yang kita yakini hidup
akan lebih baik dan indah. Dengan agama kita
akan lebih bijak menyikapi sesuatu.Oleh karena itu agama itu dibutuhkan oleh
setiap umat manusia.
Seperti kita ketahui agama di
indonesia banyak beragam antaranya islam, kristen khatolik, hindu, budha
dan konghucu ini merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan bernegara.
Dengan adanya agama membuat hidup manusia menjadi teratur dan terarah. Agama
dalam hal ini salah satunya agama Islam mengatur kehidupan umatnya di berbagai
aspek seperti ekonomi, sosial, bidaya, politik, pendidikan, akhlak, ilmu
pengetahuan dan lain sebagainya.
Islam merupakan
agama Allah SWT sekaligus
agama yang terakhir yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat jibril dengan tujuan untuk mengubah akhlak manusia ke arah yang lebih
baik di sisi Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam di kalangan umatnya tidak
menggunakan cara yang sembarang. Tapi dengan menggunakan startegi-strategi yang
disesuaikan dengan masyarakat di zaman itu. Startegi-strategi dakwah tersebut
tanpa disadari berupa sesuatu yang bersifat politik.
Politik adalah hal-hal yang
berkenaan dengan tata Negara, urusan yang mencakup siasat dalam pemerintahan
Negara atau terhadap Negara lain. Dengan menilik ke pengertian politik tersebut
startegi-startegi dakwah yang digunakan Rasulullah SAW adalah politik Islam. Peran ulama sepanjang
masa kehidupan kaum Muslim, khususnya dalam kehidupan politik, sangatlah
penting. Bahkan pada masa-masa kemunduran umat Islam sekalipun, peran penting
ulama dalam kehidupan politik tetap tidak tergantikan.Pasalnya, Islam memang
tidak memisahkan antara kehidupan politik dan spiritual, bahkan saat umat jatuh
dalam kubangan sekularisme (yang menjauhkan agama dari urusan
sosial-politik-kenegaraan) saat ini, yang berdampak pada terpinggirkannya para
ulama. Ulama masih memiliki tempat tersendiri dalam pribadi umat dengan
berbagai alasan. Karena itu, para penguasa atau calon penguasa selalu berusaha
untuk meraih dukungan mereka.
A. AGAMA
ISLAM DAN POLITIK
Ada sebagian ulama mengatakan politik tidak terlepas dari
nilai- nilai agama,seperti hal nya pada pemilu tahun 1955 sebagian partai
peserta pemilu didominasi partai berbasis agama seperti masyumi,NU,PSI,Partai
katolik dan lain sebagainya itu menunjukan bahwa partisipasi partai politik berbasis
agama sangat kental pada sistem politik indonesia dari zaman – ke zaman.
Menyelamatkan agama sejatinya adalah dengan menegakkan
akidah dan syariah Islam dalam semua aspek kehidupan mereka, baik di ranah
pribadi maupun ranah sosial-politik-kenegaraan.Semua ini tentu tidak bisa
diwujudkan dalam sistem politk sekular saat ini. Sebaliknya, keselamatan agama
menuntut adanya institusi negara yang menerapkan syariah Islam secara total
dalam seluruh aspek kehidupan.masalah kepemimpinan sesungguhnya terkait dengan
dua faktor: sosok pemimpin dan sistem kepemimpinan yang digunakannya. Jika
panduan untuk memilih pemimpin ini hanya terkait dengan sosok pemimpinnya saja,
tentu hal demikian telah mengabaikan sama sekali sistemnya(yakni sistem
sekular) yang justru gagal menyelamatkan agama dari sekadar sebatas penjaga
moral belaka. Dalam sistem sekular saat ini, peran agama sebagai solusi atas
seluruh problem kehidupan malah disingkirkan jauh-jauh. Jika hal ini tidak
dilakukan, siapapun pemimpin yang terpilih, yakinlah, mereka hanya akan semakin
mengokohkan sistem sekular ini. Akibatnya, harapan untuk menyelamatkan agama
sekaligus menjauhkan liberalisme akan menjadi tinggal harapan, tidak akan pernah
mewujud dalam kenyataan.
Melihat sejarah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW beliau
melaksanakan politik kenegaraan mengirim dan menerima duta, memutuskan perang
dan membuat perjanjian dan musyawarah. Dalam saah satu bukunya Prof. Ar-Rais ( diterjemahkan
kedalam B.Indonesia oleh Prof. T. M.Hasbi Ash- Shiddieqy ) menyatakan hal
sebagai berikut. Orang mengakui bahwa semua taat aturan yang Rosullulloh
tegakan bersama para mukmin di madinah,apabila ditinjau dari segi kenyataan dan
dibandingkan dengan ukuran politik.dalam pada itu tidak ada halangan untuk
menyatakan bahwa aturan itu bercirikan agama[7]
Oleh karena itu, keterlibatan agama dalam percaturan politik
itu merupakan salah satu proses penting yang berjalan cepat dalam percaturan
politik di kalangan masyarakat-masyarakat transisional. Barangkali penting
untuk di kemukakan di sini tentang hakikat dua lembaga Islam yang disebutkan di
atas. Syari’ah, yang mengalami perkembangan selama berabad-abad, berdiri tegas
sebagai inti pemerintahan Islam tradisional, tetapi sekarang dengan cepat
sedang digeser kedudukannya oleh hukum sekuler. Sesuatu yang mencerminkan
kebangkitan gagasan-gagasan dan nilai-nilai Islam adalah munculnya partai
politik, dan semua partai politik berdiri dalam kondisi yang tidak menentu dan
tidak stabil. Pendek kata, bentuk-bentuk tradisional yang krusial dan stabil
itu punah atau sedang menuju ke arah kepunahan; sedangkan unsur-unsur
neo-tradisional berada dalam kondisi yang benar-benar ringkih.[8]
B.
AGAMA KRISTEN DAN POLITIK
Upaya berteologia politik telah lama ada dalam khasanah
keristenan di Indonesia. Sebagai suatu proses yang tidak pernah berhenti,
eksperemintasi berteologia politik itu telah dicatatsejarah pada masa
penjajahan. Bahkan dapat dikatakan unik, sebab upaya itu tidakberangkat dari
laboratorium intelektual, tetapi justru dari kalangan publicans,
sepertiPattimura yang melakukan gerakan politik dengan mengangkat senjata di
Maluku danManullang dan kawan-kawan di tanah Batak yang melakukan bentuk-bentuk
penyadarandan pengorganisasian yang mengusung tema-tema kemandirian dan kerja
keras.Pada masa-masa pembebasan diri dari penjajahan, orang-orang kristen juga
telahmelakukan bentuk-bentuk teologia yang operasional dengan mendirikan
organisasi-organisasi kemasyarakatan dan sebagain merubah diri menjadi partai
politik. Kita dapatmencatat perkumpulan sosail Mardi Pratojo yang kemudian
menjadi Partai Perserikatan Kaum Kristen (PKC) atau Christelijke Ambonche
Volksbond (CAV), dll. Hal yang sama jugaterjadi pada saat Indonesia merdeka.
Partai Kristen Indonesia (Parkindo) hadir sebagaibagian dari upaya dan proses
berteologia politik secara operasional.Hanya saja, proses-proses tersebut
mengalami pasang surut disebabkan faktor internal dansituasi politik negara.
Muatan atau tema-tema yang diusung dan dikomunikasikan kepadaorang-orang
kristen adalah dari dan demi kepentingan orang kristen. Sesuatu yangseringkali
dikatakan orang sebagai lebih berpolitik teknis ketimbang berpolitik etis. Disadari
atau tidak, telah terjadi pembiaran yang berkepanjangan dalam tataran
konseptual teologia politik kristen di Indonesia. Dasar berpijak dalam tabung
independensi gererja, dalam realitasnya seringkali diterjemahkan sebagai
netralitas dan sterilisasi politik dalam semua ruang gereja. Tidaklah
mengherankan bila kekristenan mengalami kegamangan demikegamangan menghadapi
berbagai realitas politik di Indonesia.Sesungguhnya, independensi tidak dapat
dilepaskan dari keterlibatan dan tanggung jawab politik gereja. Perumusan menyangkut
keterlibatan dalam konteks independensi harus dirumuskan batasan-batasannya
secara teologis. Berangkat dari pemahaman dan kesadaran yang demikian,
gereja-gereja akan terdorong dan dimampukan melahirkan teologia politiknya yang
otentik.
C.
AGAMA BUDHA DAN POLITIK
Dalam Buddhisme, umat Buddha perumah tangga dapat berpartisipasi dalam
semua aspek kehidupan politik, termasuk menguasai dan mempergunakan kekuasaan
politik. Hal seperti ini bukanlah merupakan persoalan yang kontroversi.
Kontroversi baru muncul pada saat para biarawan hendak berpartisipasi dalam
politik. Kontroversi ini bukan karena tidak adanya nasihat yang jelas tercantum
dalam Kitab Suci tentang hal ini, melainkan karena gagasan awal dan penafsiran
terhadap makna politik serta partisipasi seseorang di dalamnya. Misalnya,
wawancara saya yang diterbitkan dalam satu majalah Buddhis dikutip oleh Kwong
Min Poh sebagai tidak ada kerugian bagi para biarawan untuk berpartisipasi
dalam politik dan dikutip oleh penulis majalah lain sebagai tidak ada keberatan
bagi para biarawan berpartisipasi dalam politik.
Dalam Buddhisme
belakangan ini, ada beberapa biarawan yang terlibat dalam politik, tetapi
kebanyakan terbatas pada aspek pendidikan dan bagaimana mereka membantu para
pemimpin politik menyelesaikan berbagai perselisihan. Bagaimanapun juga, para
biarawan adalah pekerja full-time yang sepenuhnya terlibat dalam peningkatan
kualitas diri serta pengajaran Dhamma. Mereka hampir tidak ada waktu dan tenaga
untuk urusan – urusan keduniawian. Dalam konteks terminologi moderen, politik
adalah suatu profesi, demikian juga kebiarawanan. Sesungguhnya adalah hal yang
sulit dipikirkan bila seseorang secara bersamaan terlibat dalam dua profesi
yang berbeda tujuannya.
Zaman sekarang
sesekali kita melihat para biarawan bergabung dengan partai-partai politik,
ikut serta dalam pemilihan umum ataupun memegang jabatan-jabatan politik. Namun
hal ini bukan berarti bahwa perbuatan mereka diperkuat oleh Kitab Suci. Menurut
analisa saya, tingkah laku orang-orang ini disebabkan adanya alasan-alasan
berikut:
Hal itu disebabkan oleh sejarah politik
sosial seperti dalam kasus para Dalai Lama di Tibet. Mereka yang tidak
mempunyai pilihan lain karena lingkungan politik tempat mereka berada.
Misalnya, apabila mereka dipilih oleh pihak-pihak yang berwenang untuk menjabat
sebagai menteri,wakil rakyat, anggota badan legislatif, dll.Sejak dulu hingga sekarang tetap
saja ada sejumlah biksu politisi yang berpengaruh besar terhadap tatanan
demokrasi di suatu negara. Artinya peran biksu disini sangatlah penting bagi
agama untuk menjalankan suatu sistem pemerintahan[9]
D.
AGAMA HINDU DAN POLITIK
Bila kita perhatikan tujuan hidup umat hindu dan tujuan
negara Republik Indonesia, mempunyai arah yang sama yaitu ingin mensejahterakan
warganegaranya. Hanya saja negara mempunyai tujuan mensejahterakan warganya
secara kolektif, sedangkan pada umat Hindu
terliat tujuan tersebut merupakan tujuan peribadi. Karena bila dikaitkan dengan
hak dan kewajiban dalam masyarakat Hindu lebih banyak merupakan tanggung jawab
pribadi masing-masing. Ini berarti umtt Hindu dalam mecapai tujuan hidupnya
terutaka jagadhita, menjadi bagian yang membantu negara Republik Indonesia,
mencapai tujuan negara menhantarkan masyarakat Indoonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan dengan membangun masyarakat yang berkeadilan sosial diantaranya,
terutama diri merea sendiri dan lingkunagnya
dalam mewujudkan jagadhita tersebut.
Umat hindu juga melaksanakan kewajibannya sebgai warganegara
dalam mewujudkan tujuan negara. Salah satu marga yang dapat ditempuh dalam
mewujudkan caturpurusa arta itu adalah Jnana Marga, Bhakti Marga terutama
bhakti terhadap negara disamping berbakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Lebih
jauh kita perhatikan melalui sejarah panjang kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, Hindu telah pernah membawa pengaruh yang sangat kuat sejak
kerajaan-kerajaan Hindu daerah Berjaya, sampai kerajaan Hindu Nusantara, yaitu
Kerajaan Majapahit, telah memberikan cirri untuk perjuangan dan budaya kita
termasuk budaya politik di Indonesia.Sejatinya pengaruh politik Hindu dalam
Politik Indonesia, sudah melebur bersama budaya Indonesia, yang terus
berkembang sejak perkembangan kerajaan Hindu pertama di Indonesia, masa
perjuangan dampai masa pembangunan, maupun masa reformasi yang ditandai dengan
lebih suburnya kebebasan Hidup beragama di Indonesia.
E. AGAMA KONGHUCU DAN POLITIK
Agama
konghucu berasal dari china daratan dan yang dibawa oleh para pedagang tionghoa dan imigran.Diperkirakan pada abad
ketiga masehi,orang tionghoa tiba di kepulauan Nusantara.Berbeda dengan agama
yang lain,Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang
individual.Di zaman Orde Baru,
pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan
tradisi tionghoa,di indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan
tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5
agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh sebagai Atheis
dan Komunis ), pemeluk kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk
memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Kristen
atau Buddha. Klenteng
yang merupakan tempat ibadah kepercayaan tradisional
Tionghoa juga terpaksa merubah nama dan menaungkan diri menjadi Vihara yang
merupakan tempat ibadah agama Buddha.
Dizaman reformasi sendiri Seusai Orde Baru, pemeluk
kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mencari kembali pengakuan atas identitas
mereka. Untuk memenuhi syarat sebagai agama yang diakui menurut hukum
Indonesia, maka beberapa lokalisasi dilancarkan menimbulkan perbedaan
pengertian agama Khonghucu di Indonesia dengan Konfusianisme di luar
negeri.jadi peran politik yang dilakukan oleh kaum tionghoa pada masa sulit
dimana kaum tionghoa ditolak keberadaannya di zaman orde baru.
a.
Pokok Agama
Konghucu
Seperti halnya ajaran pokok agama lain, dalam agama Konghucu
dikenal hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik dan hubungan
horizontal antara sesama manusia. Dalam kosa kata Agama Konghucu disebut
sebagai Zhong Shu, Satya kepada (Firman) Tuhan, dan Tepasalira (tenggang rasa)
kepada sesama manusia. Prinsip Tepasalira ini kemudian ditegaskan dalam
beberapa sabdanya yang terkenal, “Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan
diberikan kepada orang lain” dan “Bila diri sendiri ingin tegak (maju),
berusahalah agar orang lain tegak (maju)”. Kedua sabda ini dikenal sebagai
“Golden Rule” (Hukum Emas) yang bersifat Yin dan Yang.
Dalam berbagai kesempatan Kongzi menekankan pentingnya
manusia mempunyai “Tiga Pusaka Kehidupan”, “Tiga Mutiara Kebajikan” atau “Tiga
Kebajikan Utama”, yaitu : Zhi, Ren dan Yong. Ditegaskan bahwa, “Yang Zhi tidak
dilamun bimbang, yang Ren tidak merasakan susah payah, dan yang Yong tidak
dirundung ketakutan”.
Zhi berarti wisdom dan sekaligus enlightenment (Bijaksana
dan Tercerahkan/Pencerahan). Bijaksana dapat diartikan pandai, selalu
menggunakan akal budinya, arif, tajam pikiran, mampu mengatasi persoalan dan
mampu mengenal orang lain. Pencerahan atau yang Tercerahkan, berarti mampu
mengenal dan memahami diri sendiri, termasuk di dalamnya mampu mengenal yang
hakiki. Untuk mencapai Zhi, manusia harus belajar keras, dengan menggunakan
kemampuan dan upaya diri sendiri. Agama, para Nabi dan atau Guru Agung hanya
bisa membantu, namun untuk mencapainya adalah dari upaya diri sendiri. Orang
yang ingin memperoleh Zhi, berarti ia harus belajar keras untuk meraih
Kebijaksanaan dan sekaligus Pencerahan (batin).
Ren berarti Cinta Kasih universal, tidak terbatas pada orang
tua dan keluarga sedarah belaka, namun juga kepada sahabat, lingkungan
terdekat, masyarakat, bangsa, negara, agama dan umat manusia. Ren bebas dari
stigma masa lalu dan tidak membeda-bedakan manusia dari latar belakang atau
ikatan primordialnya. Ren tidak mengenal segala bentuk diskriminasi atau
pertimbangan atas dasar kelompok. Meski berasal dari satu kelompok, bila
seseorang bersalah atau melanggar Kebajikan, maka bisa saja kita berpihak
kepada orang yang berasal dari kelompok berbeda namun benar-benar berada dalam
Kebajikan. Ren dalam pengertian agama Konghucu selalu didasari pada sikap
ketulusan, berbakti, memberi, bukan meminta atau menuntut balasan dalam bentuk
apapun. Namun perlu diingat bahwa Ren tidak berarti mencinta tanpa dasar
pertimbangan baik dan buruk. Dalam salah satu sabdanya Kongzi mengatakan bahwa
“Orang yang berperi-Cintakasih bisa mencintai dan membenci”. Mencintai Kebaikan
dan membenci Keburukan. Balaslah Kebaikan dengan Kebaikan; Balaslah Kejahatan
dengan Kelurusan”. Di sini berarti siapa pun yang bersalah, harus diluruskan,
dihukum secara adil dan diberi pendidikan secara optimal agar dapat kembali ke
jalan yang benar. Setelah berada di jalan yang benar, kita tidak boleh terkena stigma,
menilai atas dasar masa lalu seseorang.
Yong sering diartikan Berani atau Keberanian. Namun yang
dimaksud dengan Yong, bukanlah keberanian dalam “k” kecil. Berani melawan
harimau dengan tangan kosong, berani menyeberangi bengawan tanpa alat bantu, bukanlah
Keberanian yang dimaksud Kongzi. Yang dimaksud dengan Keberanian di sini adalah
Berani karena Benar, Berani atas dasar Aturan atau Kesusilaan, Berani atas
dasar rasa Tahu Malu. Suatu ketika Kongzi berkata, “Bila memeriksa ke dalam
diri aku telah berada dalam Kebenaran, mengapa aku harus merasa takut?. Namun
bila aku bersalah, kepada anak kecil pun aku tidak Berani”.
Yong juga diartikan sebagai Keberanian untuk melakukan
koreksi dan instrospeksi diri. Bila bersalah, kita harus Berani mengakui
kesalahan tersebut dan sekaligus Berani untuk mengkoreksinya. Nabi Kongzi
berkata, “Sungguh beruntung aku. Setiap berbuat kesalahan, selalu ada yang
mengingatkannya”. Ditambahkan, “Sesungguh-sungguhnya kesalahan adalah bila
menjumpai diri sendiri bersalah, namun tidak berusaha untuk mengkoreksi atau
memperbaikinya”. Maka seorang yang berjiwa besar adalah orang yang berani
belajar dari kesalahan. Oleh Mengzi, Yong kemudian dijabarkan sebagai Yi
(Kebenaran) dan Li (Kesusilaan, Tahu Aturan, Ketertiban atau Hukum). Bila
seseorang mampu menjalani Ren, Yi, Li dan Zhi dengan baik, maka ia diharapkan
mampu menjadi seorang Junzi (Kuncu), atau orang yang beriman (dan tentu saja
berbudi pekerti luhur). Dalam Islam disebut “Insan Kamil”. Dengan demikian
diharapkan ia akan menjadi manusia yang terpercaya atau Dapat Dipercaya (Xin).
Pokok ajaran Ren, Yi, Li, Zhi dan Xin atau, inilah yang biasa disebut sebagai
“Lima Kebajikan” atau Wu Chang.
F.
NILAI
AGAMA DAN BUDAYA POLITIK
Agama menjelaskan pada kita apa itu baik apa itu jahat dan
bagaimana melakukan tindakan baik dan apa saja tindakan jahat yang harus
dihindari. Agama mensugestikan setiap manusia untuk berbuat tindakan yang baik
dan tentunya agama menjelaskan akibat dari perbuatan baik dan hukuman dari
perbuatan jahat. Oleh karena itu banyak orang yang ingin melakukan tindakan
benar yang dijelaskan dalam Agama.Nilai-nilai Kebangsaan
yang terkandung dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945, yaitu: Nilai demokrasi,
mengandung makna bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, setiap warga negara
memiliki kebebasan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaran pemerintahan.
Nilai kesamaan derajat, setiap warga negara memiliki hak, kewajiban dan
kedudukan yang sama di depan hukum. Dan Nilai ketaatan hukum, setiap warga
negara tanpa pandang bulu wajib mentaati setiap hukum dan peraturan yang
belaku.
Berdasarkan uraian
nilai-nilai yang terkandung dalam pasal-pasal UUD Negara RI Tahun
1945 tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penyusunan perumusan
pasal-pasal UUD Negara RI Tahun 1945 telah mengakomodasi segala
aspek dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
disesuai-kan dengan kondisi sosial budaya dan agama bangsa Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut sampai dengan saat ini
masih sangat relevan dengan situasi dan kondisi kehidupan bangsa Indonesia
walaupun adanya pengaruh globalisasi. Sehingga diharapkan nilai-nilai
tersebut untuk dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan
berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Setiap agama,
dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik
praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat
terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik.
Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau
berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung,
berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi
antar warga negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar
pemerintah (non-formal), telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat,
pandangan dan pengetahuan tentang praktik-praktik perilaku politik dalam semua
sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat dan mengukur
pengetahuan -pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap
negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain.
Budaya politik, merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat dengan
ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan
kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan partai-partai
politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan
yang memerintah. Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan
ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Dengan demikian,
budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan
nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat dengan
berbagai agama yang ada.
G.
Konsekuensi Keagamaan bagi Para
Politisi
Konsekuensi Keagamaan bagi Para Politisi Kalau semua dimensi
di atas dapat terpenuhi sadar tidak sadar individu atau masyarakat tersebut
mendapatkan kecerdasan spiritual/emosi yang lebih dewasa. Para politisi
mempunayi konsekuensi dalam beragama mereka yang ingin menciptakan kondisi yang
demokratis dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), salah satu
persyaratannya adalah dipupuknya semangat hidup ke-Bhineka Tunggal Ika-an
sesuai dengan ajaran agama. Dalam membangun semangat persatuan inilah salah
satu unsur yang sangat penting adalah pluralisme agama-agama, maka yang
diperlukan adalah kerjasama berbagai pihak terutama para pemeluk agama.
Konsekuensi keagamaan bagi politisi adalah semuanya yang ikut berpartisipasi kerukuanan
beragama yang dapat menciptakan kehidupan beragama dengan tenang, damai dan
aman yang disertai dengan kesediaan membangun dialog antara umat beragama.
Menumbuhkan sikap menghargai kemajemukan agama, adalah
kenyataan
setelah reformasi digulirkan. Para Politisi mengibarkan kembali makna yang
tekandung dalam Pancasila dan UUD 1945 yang diakui oleh mereka sebagai asas keagamaan
menghormati kebebasan politik masyarakat dewasa ini, yang dilain pihak tidak
merugikan keutuhan dan persatuan bangsa dan negara. Tidaklah mudah bagi para
politisi menjadikan kerukunan beragama sebagai jalan hidup yang modern, oleh
karena pilihan jalan hidup ini mengandung konsekuensi yang tidak
ringan, seperti kesedihan mendengar kebenaran yang sangat mungkin terkandung
dalam ajaran agama lain, seperti kesediaan belajar dari pengalaman umat
beragama sendiri dalam menyelesaikan berbagai masalah-masalah dan konflik yang
muncul dalam kehidupan keseharian.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
analisis makalah kami ini dapat disimpulkan beberapa hal mengenai peran penting
agama terhadap politik
1. Agama sangat berpengaruh terhadap
kehidupan politik bagaimana hubungan antara agama dan politik ini tetap
merupakan hubungan yang bersifat intersectional yang berarti hubungan
persinggungan antara agama dan politik,Bahkan legitimasi agama tetap diperlukan
dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan negara.
2. Agama menjelaskan pada kita apa itu
baik apa itu jahat dan bagaimana melakukan tindakan baik dan apa saja tindakan
jahat yang harus dihindari. Agama mensugestikan setiap manusia untuk berbuat
tindakan yang baik dan tentunya agama menjelaskan akibat dari perbuatan baik
dan hukuman dari perbuatan jahat. Olehkarena itu banyak orang yang ingin
melakukan tindakan benar yang dijelaskan dalam Agama.
3. Setiap agama, dalam kesehariannya hampir selalu
bersentuhan dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak.
Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung
dengan praktik-praktik politik. Sejarah indonesia mencatat bahwa keterlibatan
agama dalam politik sangat berpengaruh terhadap tatanan nilai kenegaraan.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan pemakalah, merekomendasikan berupa saran –
saran berikut :
1.
Makalah
ini belum komprehensif, karena hanya melihat dari beberapa agama
khususnya di indonesia terkait peran penting agama dalam politik.
2. dalam
setiap menentukan kesepakan bekaitan agama harus berpedoman kepada UUD 1945
3. Para politisi dalam berperilaku
hendaknya selalu menjaga citra agama yang bersifat terbuka dan mandiri. Para
politisipun harus mengedepankan aspirasi masyarakat dalam nilai-nilai
demokrasi, yang sesuai dengan tuntunan agama. Dan para politisi harus mampu
menjaga kerukunan hidup seagama, antara agama dan antar pemerintah, dengan cara
ini komitmen terhadap kehidupan beragama dengan mengaktualkan secara total
wawasan kebangsaan dan keagamaan. Dan hal ini harus didukung nilai-nilai
kejujuran dan keadilan dalam bersikap dan berperilaku.
DAFTAR PUSTAKA
Safiie,Inu Kencana ,Ilmu
Politik ,Jakarta;PT. Rieneka Cipta,1997 cet ke 1
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,Jakarta ; Balai Pustaka, 1990
Budiardjo,miriam, dasar-dasar ilmu politik
jakarta,PT.Gramedia pustaka,2010
Syafiie Inu Kencana,Ilmu
Politik ,Jakarta;PT. Rieneka Cipta,2010,edisi revisi
Donald
Eugene,smith agama dan Modernisasi Politik,Jakarta: CV Rajawali, 1970
[1] Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta ;
Balai Pustaka, 1990)
[2]
Drs. Inu Kencana Syafiie,Ilmu
Politik , (Jakarta;PT. Rieneka Cipta, Cet.,1,1997), h.18
[3] Ibid
hal 18
[4] Miriam budiardjo dasar-dasar ilmu politik
(jakarta,PT.Gramedia pustaka)hal 13
[6] Miriam budiardjo dasar-dasar ilmu politik (jakarta,PT.Gramedia
pustaka)hal 17
[8] Smith, Donald Eugene., agama dan Modernisasi Politik, (Jakarta:
CV Rajawali 1970) hlm. 164
0 komentar :